Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI Book Depository, toko buku online tanpa ongkos kirim, The Travelling Cat Chronicles menjadi novel yang paling banyak direkomendasikan. Anasir-anasir buku karya Hiro Arikawa ini memang menarik: diterbitkan penerbit Inggris, Penguin; diterjemahkan Philip Gabriel, yang membawa Haruki Murakami ke pentas sastra dunia; dan mendapat komentar dari pengulas The Guardian di sampulnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Travelling Cat adalah novel kedua Arikawa sekaligus karya pertamanya yang dialihbahasakan dari Jepang ke Inggris dan langsung populer. Di Book Depository dan Goodreads, novel ini mendapat rating 4,7 dari 5 dari puluhan ribu pembaca. Nana, nama kucing yang menjadi tokoh utama novel ini, kini sama terkenalnya dengan Hachiko-anjing jantan yang setia menunggu tuannya, yang tak kunjung pulang karena meninggal, di Stasiun Shibuya pada 1920-an.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satoru Miyawaki menemukan Nana yang tidur di kap mesin vannya suatu pagi dengan kaki patah. Lewat penceritaan Nana, kita tahu beberapa jam sebelumnya ia ditabrak sebuah mobil di sebuah persimpangan jalan Tokyo yang padat. Kucing liar ini menemukan tempat berlindung yang nyaman di bawah mobil Miyawaki yang diparkir di apartemennya.
Keduanya langsung saja akrab. Miyawaki punya kenangan pahit dan manis bersama kucing. Sewaktu kecil, ia punya Hachi-nama yang merujuk pada tanda lahir angka delapan di kepala kucing itu. Ia sangat menyayangi Hachi hingga bersumpah tak akan lagi memelihara kucing ketika Hachi meninggal. Janji itu patah ketika ia bertemu dengan Nana.
Nana berasal dari na, bahasa Jepang untuk angka tujuh. Miyawaki menamainya begitu karena ekor Nana membentuk angka tujuh ketika kucing itu duduk. Meski tak suka dengan nama tersebut karena dibanding-bandingkan dengan Hachi, Nana menyukai Miyawaki, yang paham bagaimana merawat dan mencintai kucing.
Kemesraan itu berakhir lima tahun kemudian. Miyawaki tiba-tiba mengatakan mereka harus berpisah. Ia berjanji mencarikan induk semang yang baik, yang bisa ia percayai, yang ia kenal, untuk merawat Nana. Kita dan Nana akan bertanya-tanya tentang motif di balik keputusan Miyawaki-san ini. Arikawa-san tak terlalu jelas mengungkap alasan utama anak muda yang yatim-piatu sejak berusia sekolah dasar ini hendak menyerahkan kucing yang disayanginya kepada orang lain.
Sejak percakapan itu terjadi, konflik dimulai. Juga perjalanan panjang Miyawaki dan Nana menemukan rumah baru bagi kucing liar ini. Miyawaki mengontak teman-teman masa kecilnya, berharap ada yang mau merawat Nana sepenuh cinta. Namun tiga temannya yang tinggal di provinsi lain itu menolak dan tak bisa menjadi induk semang Nana dengan pelbagai alasan.
Kosuke, teman terbaik Miyawaki di sekolah dasar, tak mendapat restu istrinya untuk merawat Nana. Dulu, sebenarnya Hachi adalah kucing Kosuke. Tapi karena ayah Kosuke benci ada hewan di rumah, Hachi dirawat Miyawaki. Kosuke harus diam-diam mengunjungi rumah Miyawaki untuk bertemu dengan Hachi. Kisah kilas balik seperti ini mewarnai seluruh perjalanan Miyawaki menemui teman-teman lamanya bersama Nana. Mereka mengarungi sekujur Jepang, dari Fukuoka di selatan hingga Hokkaido di utara.
Dalam perjalanan panjang itu pula kita akan tahu bagaimana orang Jepang memperlakukan kucing, kultur mereka memandang hewan ini, juga hukum positif mengatur hewan peliharaan. Maka, bagi penyuka kucing, novel ini menghibur karena Nana menjadi tokoh utamanya. Sedangkan bagi yang tak suka kucing, novel ini berfaedah karena menyimpan pengetahuan tentang cara pandang kucing terhadap manusia.
Apalagi, di bab-bab terakhir, Arikawa pelan-pelan mengungkap alasan utama Miyawaki berpisah dengan Nana, tanpa adegan dramatis yang berlebihan. Tapi justru karena kesederhanaan ini-dengan plot yang simpel-keharuan itu menjalar hingga meremangkan air mata. Seluruh pertahanan saya luruh ketika tahu apa yang menimpa Miyawaki, hingga penumpang sebelah di Garuda yang membawa kami ke Jayapura melirik ketika saya menelungkupkan buku ke wajah.
Pada akhirnya, meski bercerita tentang kucing, novel ini menjelaskan arti persahabatan dan kesetiaan. Miyawaki amat menyayangi Nana dengan tulus. Sebaliknya, Nana menjaga Miyawaki dan menghiburnya ketika ia sedih. Percakapan dalam bahasa berbeda menjadi tak penting ketika keduanya sudah saling memahami.
Jika rating maksimal sebuah buku bagus hanya 5, Travelling Cat layak mendapatkan 6.
Bagja Hidayat
The Travelling Cat Chronicles
Penulis : Hiro Arikawa
Penerbit : Penguin Random House, 2018
Tebal : 256 halaman
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo