Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Meluruskan Makna Kosakata Keagamaan

Buku ini menghidangkan makna 139 kosakata keagamaan yang sering diucapkan namun tidak sesuai dengan maksud kata-kata tersebut.

11 April 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dwi Supriyadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Santri Tadarus Buku di Bilik Literasi Solo, dan penulis buku Beragama: Bertapi, Bernamun, Bermaka (2017)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kosakata bagaikan makhluk hidup, maknanya dapat berkembang. Bahkan bahasa (atau kosakatanya) bisa "mati" bila tidak lagi digunakan. Selain itu, bisa jadi satu kata yang digunakan satu masyarakat memiliki makna berbeda dengan yang digunakan masyarakat lain. Misalnya hijrah, kafir, bid’ah, ustaz, mubalig, dakwah, jihad, kafir, dan masih banyak lagi.

M. Quraish Shihab, dalam buku terbarunya Kosakata Keagamaan, Makna dan Penggunaannya (2020), mengajak pembaca memasuki lebih dalam lagi setiap istilah keagamaan yang diucapkan. Analisisnya, banyak kosakata keagamaan yang diucapkan bukan hanya tidak menghasilkan kekuatan, tapi lebih dari itu tidak dipahami maksudnya. Kalaupun kita pahami, itu hanya makna permukaan wadah kata, tidak menembus ke lubuknya guna menangkap seluruh muatannya. Bahkan tidak jarang disalahpahami, kendati kata keagamaan itu sering kita gunakan atau telah sangat populer di lidah, telinga, dan benak kita.

Tidak jarang pula kita mengucapkan kata yang boleh jadi kita pahami maksudnya, tapi kita tidak tahu bagaimana melaksanakan atau apa syarat guna melaksanakannya. Misalnya kata "takdir", berasal dari kata qaddara dan akarnya dari qadara yang berarti batas/ukuran. Maknanya, setiap makhluk sudah diberi kadar, ukuran, sifat, dan batas maksimal.

Bagaimana penggunaan kata "takdir" dalam kehidupan? M. Quraish Shihab memberi ilustrasi menarik. Suatu ketika di Syam (Damaskus) sedang ada wabah penyakit. Umar bin Khatab enggan mengunjungi tempat itu meski sangat ingin ke sana. Seseorang bertanya kepada Umar, apakah ia lari atau menghindar dari ketetapan (takdir) Tuhan? Umar menjawab, "Saya lari/menghindar dari takdir Tuhan ke takdir Tuhan yang lain."

Adanya wabah penyakit benar takdir Allah. Namun bila seseorang tidak menghindar, ia akan menerima akibatnya dan itu takdir. Bila ia menghindar dan luput dari bahaya, itu pun takdir. Manusia dianugerahi akal untuk memilih dan berupaya. Konsekuensi dari pilihan dan upaya yang kita lakukan juga akan menjadi takdir. Kata nabi: "Dan engkau (harus) percaya kepada takdir-Nya yang baik maupun yang buruk."

Selain kosakata takdir, kita sering mendengar kata yang tanpa sadar menyempitkan maknanya. Misalnya kata "kafir", berasal dari kata kafara yang berarti menutup. Maka, yang kikir dinamai kafir karena menutupi harta yang dapat diberikan kepada orang lain. Dari sini kemudian lahir "kufur nikmat". Petani juga dinamai "kafir" karena ia menutupi benih dengan tanah ketika dia menanam.

Namun kini kafir hanya dimaknai sebagai orang yang tidak beragama Islam. Sementara itu, ulama telah membahas panjang-lebar dan berpesan, jauhi tuduhan kafir kepada siapa pun walau telah terhimpun sekian banyak indikator mengarah ke sana. Nabi sendiri memperingatkan agar jangan menuduh siapa pun yang sudah bersyahadat dengan tuduhan atau makian kafir.

Kata lain yang juga mengalami penyempitan makna yaitu "jihad". Kata jihad berasal dari juhd yang bermakna dasar kesulitan. Kemudian dari sana berkembang menjadi upaya, kesungguhan, keletihan, kesulitan, penyakit, kegelisahan, dan lainnya yang bermuara pada mencurahkan seluruh kemampuan atau menanggung pengorbanan. Namun kini kata jihad menyempit pada hanya perang. Ulama pun telah panjang-lebar membahas makna jihad ini.

Selanjutnya, dalam konteks berzikir (seperti kata Takbir, Insya Allah, Hamdalah, Masya Allah, Inna lillahi, dan lainnya), M. Quraish Shihab menggarisbawahi bahwa memang tidak salah mengucapkan kalimat-kalimat itu walau tidak dipahami. Tapi mengetahui kapan, di mana, dan dalam situasi apa sebaiknya itu diucapkan tentu akan lebih baik dan dapat lebih berkesan di hati.

Buku ini berusaha menghidangkan kandungan makna 139 kosakata keagamaan yang sering digunakan namun tidak atau belum sesuai dengan apa yang dimaksud oleh kata-kata tersebut. M. Quraish Shihab menggunakan referensi kitab-kitab bahasa Arab klasik dalam menuliskan karya ini. Khususnya buku Mu’jam Maqayis al-Lughah karya Abu Al-Husain Ahmad bin Faris (941-1004 M), Al-Mufradat fi Gharib Al-Qufan karya Al-Raghib Al-Asfahany (w.1108 M), dan kitab at-Ta’rifat karya Ali bin Muhammad Al-Jurjani (w.1413 M) yang memang menjelaskan makna dasar kosakata dan istilah-istilah keagamaan.

Namun jika belum puas dengan makna kata yang disajikan buku ini, kita bisa melacaknya dalam buku lain. Misalnya kata fitrah, din, taqwa, khalifah, ului al-Amri,dan jihad dibahas mendalam oleh Prof. M. Dawam Rahardjo dalam Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci (1996). Jika ingin melacak secara tematik, bisa merujuk pada buku Tema-tema Pokok Al-Qur’an (2017) karya Fazlur Rahman. Ia sudah mengelompokkan ayat-ayat secara ‎tematis seperti kata yang terkait dengan Tuhan, manusia sebagai individu, ‎alam, kenabian dan wahyu, eskatologi, kebaikan dan kejahatan, dan ‎kehidupan masyarakat.

Para pakar dan ulama Islam menekankan bahwa kata yang terucap harus menghasilkan manfaat bagi pengucap dan pendengarnya. Jika tidak, pengucap dan pendengarnya sama-sama merugi, yakni rugi waktu dan energi. Bahkan bisa berdampak buruk terhadap pengucap dan pendengarnya. Sebab, bisa saja apa yang diucapkan memberi ide keliru kepada pendengar. Maka, perlu ada pembenahan dalam mengucapkan sesuatu, dan itu dimulai dari kata.


Kosakata Keagamaan, Makna dan Penggunaannya

Penulis : M. Quraish Shihab

Penerbit : Lentera Hati

Cetakan I : Februari 2020

Halaman : 520 hlm

ISBN : 978-623-7713-04-3

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus