Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Menikmati Richard Gere pada Puncak Karier

Akhirnya Richard Gere memberikan seni peran kelas Oscar. Sebuah debut sutradara Nicholas Jarecki yang menyajikan dua jam ketegangan.

22 Oktober 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ARBITRAGE
Sutradara: Nicholas Jarecki
Skenario: Nicholas Jarecki
Pemain: Richard Gere, Susan Sarandon, Tim Roth, Laetitia Casta

Perkenalkan Robert Miller. Seorang biliuner yang pada usianya yang ke-60 tahun sudah memiliki segalanya di dunia: sebuah townhouse mewah di kawasan Manhattan, New York; Ellen (Susan Sarandon), seorang istri cantik; dan anak-anak yang sudah dewasa dan mengikuti jejaknya menjadi penguasa finansial di negerinya.

Pada saat dia meniup lilin, seluruh anggota keluarga memberi pidato yang memuja-muji betapa sempurnanya Robert Miller (Richard Gere) sebagai ayah dan suami, dan betapa menit-menit pertama kita tahu kesempurnaan ini sebentar lagi akan terguncang.

Segera dia melipir keluar menyambangi apartemen kekasihnya, Julie Cote (Laetitia Casta), seorang model yang sedang menjajal menjadi pedagang lukisan. Cewek simpanan jelita ini sudah pada tahap ngambek dan frustrasi karena sang biliuner ganteng tak kunjung membuhulkan hubungan mereka, sehingga yang kita saksikan adalah pertengkaran klasik simpanan yang cemburu dan penuh tuntutan, pertengkaran yang kemudian diakhiri dengan pergulatan di ranjang dengan nafsu mendidih.

Tapi persoalan Robert Miller bukan sekadar pilihan antara kemapanan (istri setia, putri yang sudah menjabat direktur keuangan perusahaannya) dan kegairahan (pacar seksi yang melahirkan dia menjadi muda dan perkasa); melainkan karena sebagai pemilik perusahaan hedge-fund manager (pengelola investasi global), Miller dengan lancang telah memainkan pembukuan.

Sejumlah duit dia ambil, dan untuk mengisi lubang pembukuan, Miller meminjam duit dengan bunga besar. Pada saat ulang tahun yang ke-60 itulah segala persoalan mulai mengguncang: dia ditagih untuk membayar utang dan bunga pada minggu itu juga.

Maka malam-malam berikut sang biliuner menjadi neraka. Ulang tahunnya yang ke-60 yang terlihat begitu sempurna sebetulnya adalah awal dari bencana. Untuk menghibur dukalara sang pacar yang terus-menerus menuntut kepastian, Robert Miller mengajaknya pergi ke vila di luar kota. Perjalanan melelahkan dicampur dengan alkohol dalam aliran darah, Miller mengemudi dalam keadaan goyah. Malam jahanam. Dia tertabrak dan menimbulkan persoalan berikutnya: Miller berupaya menutupi jejak darah ataupun jejak penilapan duit itu dengan rapi. Dia meminta bantuan anak sopirnya, Jimmy Grant (Nate Parker), yang sepanjang film menjerat saraf ketegangan, karena hanya dialah satu-satunya yang memegang rahasia besar sang biliuner.

Tapi, serapi dan selihai apa pun dia, bau busuk mudah sekali tercium oleh detektif berhidung tajam semacam Michael Bryer (Tim Roth), yang matanya setajam elang saat mewawancarai Miller sehari setelah kecelakaan.

Selanjutnya, kita melihat bagaimana seorang Richard Gere yang menampilkan perpaduan kelicikan Dennis Peck dalam Internal Affairs (Mike Figgis, 1990) dan kemahiran Edward Sumner menutupi jejak darah dalam Unfaithful (Adrian Lyne, 2002).

Film debut Nicholas Jarecki yang tidak hanya mendapat sambutan positif dari kritikus dan penonton, tapi juga untuk pertama kali—meski dia sudah menunjukkan kelasnya dalam An Officer an a Gentleman dan Internal Affairs—Richard Gere bahkan sudah disebut-sebut masuk nominasi Academy Awards tahun depan atas penampilannya.

Tentu saja kita teringat aroma keberhasilan film Margin Call (J.C. Chandor, 2011) yang menampilkan hari-hari di Wall Street menjelang drama kejatuhan krisis finansial global. Sementara Margin Call menyorot perjalanan duit itu, Jarecki lebih memfokuskan pada drama orang-orang di belakang pembuat keputusan dalam perputaran duit tersebut.

Sikap sinis sutradara pada penyelesaian film ini adalah sebuah kritik besar terhadap sistem peradilan di Amerika (atau di negara mana pun). Tiga pemain veteran, Richard Gere, Susan Sarandon, dan Tim Roth, menjadi nyawa yang menghidupkan tubuh film thriller ini. Sebuah film yang bukan menyajikan "siapa pembunuh sesungguhnya"—karena kita sudah tahu apa yang terjadi—melainkan "bagaimana seseorang bisa berkelit dari proses hukum". Licin dan penuh muslihat.

Kelicinan itu, ternyata, di dunia yang tak adil dan tak indah ini, bisa menekuk hukum dan kebenaran. Pandangan yang suram tapi, apa boleh buat, nyata.

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus