Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Pergi di Tengah Kemunduran Demokrasi

Azyumardi Azra tak pernah absen menjalankan peran sebagai akademikus sejati. Selalu menjaga jarak sehingga leluasa mengkritik kekuasaan. Menjadi Ketua Dewan Pers untuk membawa media massa sebagai mitra kritis pemerintah.

19 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Banyak atribusi yang bisa dilekatkan pada Azyumardi Azra. Dari cendekiawan muslim, profesor sejarah, mantan rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sampai Ketua Dewan Pers. Salah satu atribusi yang pas disematkan padanya, mengutip tulisan Lukman Hakim Saifuddin, adalah akademikus sejati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Azyumardi, 67 tahun, punya kapasitas memimpin organisasi politik, organisasi kemasyarakatan keagamaan, juga menteri. Namun dia tak tergoda masuk ke pusaran politik praktis. "Di situlah konsistensinya sebagai ilmuwan tulen. Ia akademikus sejati. Pengembara soliter," kata Lukman Hakim, menteri agama 2014-2019, kemarin. Hanya dengan menjadi akademikus, Azyumardi bisa menyuarakan kritiknya kepada pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Azyumardi Azra. Dok Tempo/Bagus Indahono

Tak mudah bagi aktivis pers untuk membujuk Azyumardi agar mau masuk Dewan Pers. Ada juga yang berusaha menjegal dia karena sikap kritisnya. Dia baru bersedia bergabung setelah ada kesamaan persepsi bahwa pers harus menjadi mitra kritis pemerintah di tengah kemunduran demokrasi. "Apalagi di tengah keadaan seperti sekarang," kata Azyumardi Azra dalam wawancara dengan majalah Tempo edisi 4 Juni 2022.

Menurut mantan wartawan Panji Masyarakat ini, kebebasan pers, sebagai bagian dari kebebasan berpendapat, cenderung menurun. Hal itu terlihat dari semakin seringnya orang dipidanakan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik karena mengutarakan pendapatnya di media. Tantangan lain muncul dari lingkup internal media yang pemiliknya juga merupakan politikus. "Tidak pada tempatnya mereka menggunakan ruang publik seperti televisi untuk kampanye partai atau kandidatnya," ujar Azyumardi.

Memimpin Dewan Pers, lembaga yang sebagian dananya dari pemerintah, Azyumardi tidak menyurutkan kritiknya. Misalnya, soal ibu kota negara (IKN). Dia meneruskan protes pribadinya terhadap megaproyek yang membebani ekonomi itu dengan ikut menggugat Undang-Undang IKN ke Mahkamah Konstitusi. Ada juga kritik yang membawa nama Dewan Pers, yaitu soal ancaman pemberangusan kebebasan pers lewat Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Dia menyatakan Dewan Pers tak diajak dalam pembahasan peraturan tersebut.

Azyumardi menilai kemunduran demokrasi terlihat dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang seperti menjadi satu entitas tunggal. Pemerintah dan DPR bersekongkol mengeluarkan undang-undang tanpa melibatkan publik. Dia mencontohkan perubahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, perubahan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara, pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, sampai pengesahan Undang-Undang Ibu Kota Negara. Di lain pihak, dia melanjutkan, masyarakat sipil melemah. "Kalau kita diam saja, berarti tidak ada lagi kontrol, checks and balances," kata dia.

Di tengah kemunduran demokrasi ini, Azyumardi Azra berpulang. Dia mengalami gangguan jantung di pesawat saat hendak berbicara di Konferensi Internasional Kosmopolitan Islam di Selangor, Malaysia, pada Jumat pekan lalu. Sempat dirawat intensif di Selangor, sang profesor meninggal pada Ahad, 18 September 2022.

REZA MAULANA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Reza Maulana

Reza Maulana

Bergabung dengan Tempo sejak 2005 setelah lulus dari Hubungan Internasional FISIP UI. Saat ini memimpin desk Urban di Koran Tempo. Salah satu tulisan editorialnya di Koran Tempo meraih PWI Jaya Award 2019. Menikmati PlayStation di waktu senggang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus