Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Seniman fotografi Flora Rikin menggelar pameran tunggal bertajuk Dialektika di Cemara 6 Galeri-Toeti Heraty Museum.
Sebanyak 16 foto hitam-putih disajikan sebagai cerminan hidup menghadapi kecemasan manusia.
Ada pesan mendalam dari rentetan foto hitam-putih itu.
Sebanyak 16 karya fotografi terpajang di sudut-sudut dinding Cemara 6 Galeri-Toeti Heraty Museum, Jakarta, Jumat, 19 Januari lalu. Semua karya dalam format cetak hitam-putih itu merupakan karya seniman fotografi Flora Rikin yang disatukan dalam pameran tunggal bertajuk "Dialektika".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nuansa dingin dan sepi sangat terasa dari rentetan karya Flora. Sebagai contoh, karya berjudul Dialektika 2 yang menampilkan foto sebatang pohon dengan banyak dahan dan ranting tampak mengering tanpa selembar daun di tengah hamparan salju.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam foto yang dicetak pada kertas ukuran 63 x 43 sentimeter itu, Flora merekam pohon tersebut menjadi satu-satunya makhluk hidup yang tinggal di lingkungan dingin ekstrem. Selain menampilkan Dialektika 2, Flora memamerkan beberapa seri karya yang punya tema sama, yakni pohon gersang yang bertahan sendirian di tengah salju.
Ada pula karya berjudul Dialektika 11 yang menampilkan sebuah gua es yang membentuk lorong gelap. Di ujung lorong terdapat lubang keluar yang tampak penuh cahaya. Format hitam-putih semakin menambah kesan gelap dan dalamnya lorong es itu.
Karya berjudul Dialektika 11. TEMPO/Indra Wijaya
Beralih ke karya Dialektika 14, kali ini Flora merekam batu karang yang sedang dihajar ombak besar. Lagi-lagi format kelir hitam-putih membawa nuansa kelam dan seramnya samudra beserta misteri gelap di dalamnya.
Berikutnya ada karya Dialektika 12 yang memperlihatkan sebuah jalan bersalju membelah hutan pinus. Vegetasi pinus yang rapat di kanan-kiri seakan-akan mencekik obyek yang berada di tengah foto.
Selain itu, ada karya Dialektika 13 yang menyuguhkan sebuah pohon cemara di tengah lapangan salju. Namun kali ini kesan gelap dan dingin sedikit sirna berkat siraman cahaya matahari yang menjadi latar foto. Hamparan salju pun berubah menjadi berkilau disengat cahaya matahari.
Menurut Flora, karya-karya tersebut seperti perjalanan dari sebuah kecemasan yang ia rasakan. Flora, yang memulai kecintaannya pada fotografi pada 2011, kerap mendapat pertanyaan yang sulit ia jawab. "Banyak orang yang bertanya hobi foto buat apa, sih?" katanya ketika ditemui pada Jumat lalu.
Rasa tidak nyaman tersebut membuat Flora cemas. Belasan foto yang ia pajang seakan-akan menjadi perjalanan batinnya. Seperti foto Dialektika 2 yang menampilkan sebatang pohon di tengah hamparan salju, bagi Flora, itu menggambarkan dirinya yang sepi menjalani hidup.
Karya berjudul Dialektika 2. TEMPO/Indra Wijaya
Kesepian itu membawa mental Flora pada Dialektika 11 yang menggambarkan lubang gelap nan panjang. Meski begitu, tetap saja ada jalan keluar beserta cahaya terang di ujungnya. Selanjutnya, pertempuran hati terjadi seperti gejolak ombak pada Dialektika 14.
"Dalam fase terberat, pasti pernah merasa seperti terjerumus di lubang gelap dan terjangan badai. Itu yang terjadi," kata Flora.
Di tengah gempuran sukma, Flora harus tetap berani menghadapi semua cibiran, bahkan pertanyaan-pertanyaan yang menjebak. Seperti melewati jalan di tengah impitan hutan pinus yang menjulang, Flora merasa kecil. Namun itu semua tetap harus dilalui demi mencapai ketenangan. Seperti Dialektika 13 yang menggambarkan sebatang pohon mendapat sinar matahari.
"Tetaplah berjuang sampai mendapat pencerahan. Jadilah dirimu sendiri," ujar Flora.
Tentang kecemasan, apakah rasa tersebut hilang? "Tentu tidak," perempuan berambut pendek itu menjawab. Alasannya, manusia terlahir dengan kecemasannya masing-masing. Walhasil, manusia harus punya siasat untuk menghadapi kecemasannya sendiri.
Bagi Flora, sejatinya kecemasan yang ia ceritakan dalam seri karya "Dialektika" relevan dengan kehidupan kebanyakan orang. Sebagai contoh, ketika seseorang harus memilih keputusan hidup, entah jurusan kuliah atau pekerjaan, pasti selalu saja ada keraguan yang justru datang dari orang lain.
"Entah mau jadi seniman atau tukang foto, pasti ada yang tanya: memang kamu bisa hidup dengan pendapat atau uang segitu?"
Selain dalam bentuk pameran, Flora memuat karya-karya yang ia jepret dari berbagai lokasi di bumi dalam sebuah buku dengan judul yang sama seperti pamerannya. Soal lokasi foto, ia bercerita bahwa foto yang bertema salju dan pohon diambil di Hokkaido, Jepang, pada 2014-2019. Adapun foto lorong dan ombak ia ambil di lokasi berbeda.
"Lorong es saya ambil di Islandia dan ombak di Pantai Sawarna (Banten). Sungguh jauh berbeda lokasinya, tapi semangat dan temanya sama," ujarnya.
Karya berjudul Dialektika 14. TEMPO/Indra Wijaya
Kurator pameran Andang Iskandar dalam catatannya menuliskan, kata dialektika dalam filsafat menekankan peran kontradiksi dan konflik yang ada pada proses pembentukan pemikiran serta realitas. Konflik, pertentangan, dan kontradiksi adalah bagian integral dari pemahaman diri serta pembentukan personalitas seseorang.
Namun, dalam konteks dialektika, perubahan dan transformasi personal bisa terjadi melalui penyelesaian konflik internal dan hubungannya dengan lingkungan.
Menurut dia, seorang fotografer dapat menggunakan medium fotografi untuk mengekspresikan kontradiksi dan perubahan personalitas terhadap diri atau seseorang. Karya-karya yang berfokus pada perubahan pengungkapan, konflik internal, atau identitas seseorang dapat memicu refleksi mendalam tentang kompleksitas personal manusia.
Namun, di sisi lain, dialektika diartikan secara etimologis sebagai sebuah dialog atau percakapan. Dialog adalah bagian dari keseharian manusia sebagai makhluk yang tumbuh dan dibangun dengan percakapan kisah, narasi yang disampaikan sebagai cara memahami diri dan realitas. "Begitu pula fotografi," kata Andang.
Adapun tema "Dialektika" dalam pameran Flora Rikin ini adalah bagaimana dialog, pertentangan, konflik internal, dan perubahan personal menjadi bagian serta pemahaman akan diri sendiri. Kemudian semua itu dikisahkan kembali menjadi narasi personal melalui praktik fotografi dan perjalanan visual Flora.
Pameran "Dialektika" karya Flora ini masih bisa dinikmati di Cemara 6 Galeri-Toeti Heraty Museum hingga 27 Januari mendatang. Pameran ini terbuka untuk umum dan tanpa dipungut biaya.
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo