Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Perupa Peter Rhian Gunawan menggelar pameran tunggal di Jalan Braga, Bandung.
Bertema problem identitas diri anak muda yang dia wujudkan dalam karakter Redmiller.
Pameran bernuansa kontemporer dengan permainan cahaya neon.
Sesosok mungil seperti bayi duduk telanjang beralaskan lingkaran bianglala. Tubuhnya tampak menggemaskan sekaligus ganjil dengan rambut merah yang dibentuk menjadi bola di atas kepala. Tanpa tangan, kedua kakinya bagaikan sepasang telur ayam. Lalu dari kelopak matanya yang besar, lonjong, dan bening itu keluar air mata pelangi di pelupuk kanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peter Rhian Gunawan, 42 tahun, membuat karakter bernama Redmiller Blood itu lewat lukisan maupun karya tiga dimensi seperti boneka. Bentuknya ada yang utuh, ada juga yang hanya kepala dengan ukuran besar—menjadikannya sekilas terlihat seperti karakter Angry Birds. Sedangkan kedua tangan tokohnya itu bisa muncul dan lenyap. “Saya keluarkan tangannya kalau dibutuhkan,” kata seniman lulusan S-1 dan S-2 Desain Komunikasi Visual Institut Teknologi Bandung (ITB) itu kepada Tempo, beberapa waktu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak 2017, Peter mengembangkan Redmiller sebagai tema karyanya yang menggambarkan fenomena identitas anak muda di lingkungan sosialnya. “Tentang bagaimana generasi muda melihat society, idealnya seperti apa, sehingga mereka berjuang untuk mendapatkan tempat,” kata dia. Menyasar kalangan generasi Z maupun milenial, isu itu dia kemas dalam sebuah pameran seni yang bernuansa kontemporer dan dekat dengan dunia anak muda.
Peter menghelat pameran tunggalnya yang berjudul "Redmiller Experience, Behind Those Eyes" di Grey Art Gallery, Jalan Braga Nomor 47, Kota Bandung, sejak 2 Juni sampai 28 Agustus 2023. Pada sepuluh lukisannya, dengan berbagai tema tapi tanpa judul, Peter memakai cat fluorescent warna-warni. Dia memasang beberapa lampu neon ultraviolet untuk menghasilkan efek warna yang berbeda pada lukisannya dan berubah-ubah dalam hitungan detik.
Pengunjung melihat karya dalam pameran tunggal Peter Rhian Gunawan bertajuk "Redmiller Experience, Behind Those Eye" di Grey Art Gallery, Bandung, Jawa Barat, 18 Juli 2023. TEMPO/Anwar Siswadi
Bentangan tali lampu berwarna hijau muda ikut dipasang sebagai garis bawah di ruang galeri. Adapun sebuah karya di dinding khusus dibuat dari lampu neon yang dibentuk menjadi kata juga gambar. Karena itu, pencahayaan ruangan diatur temaram sehingga kekaryaan Peter tampil mencolok. Dia pun membebaskan pengunjung untuk berfoto bersama karyanya atau membuat konten video untuk disebarkan di media sosial. Hingga pertengahan Juli lalu, jumlah pengunjungnya—yang kebanyakan anak muda dan membayar tiket masuk seharga Rp 20-35 ribu per orang—telah melampaui target, yaitu lebih dari 40 ribu orang.
Sebagai pengajar juga dosen wali di Universitas Kristen Maranatha, Peter sering mendengar curahan hati (curhat) para mahasiswanya tentang tuntutan sukses dalam hidup. Lewat Redmiller yang tanpa gender, ia merepresentasikan hasrat manusia untuk disukai orang lain atau diterima oleh lingkungan sosialnya. Dari pengalaman hidupnya juga, kadang agar bisa diterima, orang perlu memakai identitas lain atau topeng untuk menutupi identitas asli. Misalnya ketika bertemu dengan atasan, kolega, atau keluarga. “Kalau berlebihan ganti-ganti topengnya bisa mengorbankan identitas asli yang berakibat pada kesehatan mental,” ujar Peter.
Kondisi kesehatan itu digambarkan Peter lewat mata Redmiller yang diibaratkan sebagai jendela jiwa. Mata dengan banyak garis yang kacau balau bersama semesta di dalamnya, menampilkan keresahan soal identitas diri. Dari mata itu dia kemudian memberikan setetes air mata yang akan jatuh. Namun simbol kesedihan itu diwarnai pelangi sebagai suatu pengharapan. “Suatu saat nanti, Tuhan akan membuat semuanya menjadi indah,” kata Peter.
Beberapa masalah anak muda yang diangkat dalam karyanya mencakup soal pengidolaan di media sosial, seperti pada artis atau influencer. Kemudian sosok diri yang ingin ditampilkan ketika berhadapan dengan orang lain. Ada juga soal tombol "Like" pada media sosial yang dinilai kelewat penting dalam hidup seseorang. Pada karya gambar atau bentukan lampu berbentuk bunga sedang tertawa, Peter membicarakan soal pandangan yang menganggap kehidupan orang lain lebih bahagia daripada dirinya sendiri. Redmiller, menurut dia, dihadirkan sebagai kesadaran bagi generasi muda. “Bahwa identitas diri yang memberikan warna ke lingkungan sosial, bukan sebaliknya,” ujar dia.
Pengunjung ber-swa foto dalam pameran tunggal Peter Rhian Gunawan bertajuk "Redmiller Experience, Behind Those Eye" di Grey Art Gallery, Bandung, Jawa Barat, 18 Juli 2023. TEMPO/Anwar Siswadi
Di ruangan galeri, Peter menempatkan kekaryaannya dalam beberapa bagian. Lokasi utama disebutnya sebagai Chaotic Garden, di mana Redmiller berbaur dengan aneka warna dari lingkungan sosialnya. Di ruang bawah, Peter mengajak pengunjung masuk ke alam bawah sadar, tempat kepala Redmiller dalam ukuran jumbo melambangkan ego manusia. Rekan Peter, Sundea, berkolaborasi membuat dan memilih beberapa kalimat, seperti "Nggak usah toxic positivity deh !!". Di ruangan sebelahnya, terbentang tulisan yang melekat pada cermin di lantai yang mengajak pengunjung untuk berkaca dan merenungkan pengalaman hidup dan identitas dirinya.
Dalam enam tahun "hidup"-nya, Redmiller pertama kali dipamerkan di Hong Kong. Setelah itu, disertakan dalam pameran seni, baik tunggal maupun bersama, di mancanegara, seperti Cina, Korea Selatan, Singapura, Australia, Amerika Serikat, dan Spanyol. Sebelum di Bandung, Peter menghelat pameran karyanya di Bali. Selain membuat karya seni rupa, dia merupakan pianis yang aktif bermusik dan mendirikan sanggar kreatif untuk anak-anak.
ANWAR SISWADI (BANDUNG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo