Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Nadhifandra Naladira, 24 tahun, duduk tenang ditemani segelas teh hangat. Di depannya terbentang kertas putih A3. Tangan kanannya menggenggam pena hitam berukuran 0,8. Ketika didekati, Andra—panggilannya—mengajak berkenalan. Di tengah omongan yang bertempo lambat itu, dia mengangkat tangan kanannya sembari merajuk. “Cubit tebal, cubit tebal, cubit tebal,” kata dia kepada Tempo. Setelah dicubit, dia tersenyum, lalu meneruskan gambarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo