Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Papermoon Puppet Theatre memamerkan karakter boneka lakon mereka.
Pameran yang terbuat dari batik itu berkolaborasi dengan sebuah merek batik.
Terinspirasi oleh pabrik batik tua yang berupaya bertahan dari generasi ke generasi.
Pertunjukan dibuka dengan lembaran-lembaran kain batik yang tengah diperas, lalu dijemur di palang-palang kayu yang berjajar. Ada yang berwarna cokelat, oranye, merah, dan hitam. Kain-kain batik yang mengering bergoyang ke depan-ke belakang ditiup angin. Seorang perempuan tua, Mbah Malam, berjalan pelan di antara lembaran dan tumpukan lipatan kain batik yang telah menghidupinya itu. Di antara ratusan lembar kain itu, batik-batik bermotif fauna dari pabrik batik tua miliknyalah yang mempunyai kesan tersendiri dan membahagiakannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, Canting, cucunya, mengalami sebuah keajaiban. Kala terbaring sakit, bocah perempuan itu berselimutkan kain batik bermotif tambalan milik neneknya. Di tengah tidur, dia bermimpi tengah bermain di antara lembaran-lembaran kain batik yang dijemur di pabrik neneknya. Dia dibuat terkejut dan takut oleh kehadiran binatang-binatang yang bermunculan dari sela kain. Ada naga, rusa, juga ikan putih yang seolah-olah terbang di antaranya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga dia menemukan seekor burung putih raksasa tergolek lemah tak berdaya. Canting menyelimuti kaki si burung dengan kain batik motif tambalan. Kemudian burung itu bisa pulih, sehingga mampu kembali terbang. Ada momen tak terlupakan bagi Canting ketika burung itu mengembalikan kain batik tambalan tersebut. Keduanya saling menundukkan kepala dan beradu lembut sebagai tanda terima kasih, penghormatan, sekaligus perpisahan.
Pemutaran film berjudul Maracosa dalam layar televisi flat 20 inci selama 26 menit di ruang pamer Omah Budoyo Yogyakarta pada Jumat, 19 Mei 2022, itu menjadi gambaran awal bagi pengunjung tentang pameran tersebut. Tokoh-tokoh boneka dalam film tersebut dipamerkan secara kolaboratif oleh kelompok teater boneka Papermoon Puppet Theatre dan merek batik asal Jakarta, Nona Rara Batik, pada 14 April hingga 10 Juni 2022. Temanya sama, "Maracosa", yang dalam bahasa Sansekerta berarti 'melihat sendiri'.
Video pertunjukan Papermoon Puppet Theatre dalam Pameran bertajuk "Maracosa", hasil kolaborasi dengan Nona Rara Batik di Omah Budoyo Yogyakarta,19 Mei 2022. TEMPO/Pito Agustin Rudiana
Di ruang pamer yang memanjang itu, pengunjung kemudian langsung disambut boneka Mbah Malam yang tengah duduk dengan sebuah buku di pangkuannya. Buku itu berisi aneka motif fauna dari batik-batiknya. Dia ditemani segelas mug teh yang telah tandas.
Di ruang lain, ada boneka Canting tengah terbaring di atas dipan di sudut. Kamarnya dilengkapi dengan perabot meja tulis dan rak buku. Selembar kain batik motif tambalan membungkus tubuhnya. “Kain tambalan dipercaya bisa menambal kesedihan, mengobati yang sakit, dan mengisi yang hilang,” kata pemimpin Papermoon Puppet Theatre sekaligus konseptor dan sutradara sinema itu, Maria Tri Sulistyani, dalam catatannya.
Kedua boneka yang menjadi pelakon utama itu ditempatkan di atas papan tripleks yang digantung, sehingga memudahkan pengunjung melihat boneka-boneka kain khas besutan Papermoon Puppet yang sudah mendunia itu.
Adapun tokoh-tokoh boneka lainnya, seperti burung, naga, dan rusa, dipajang di sudut berbeda. Boneka burung putih raksasa itu dibuat melayang menyambut pengunjung saat membuka pintu. Kedua sayapnya dari rumbai-rumbai kain tenun putih tampak membentang ke kiri dan kanan. Posisi kepalanya yang dibuat miring seolah-olah sengaja untuk menyapa setiap pengunjung dengan tatapan matanya yang teduh.
Kemudian kain batik biru dari boneka naga dipasang membentang seperti dinding penyekat. Lebarnya menyisakan seperempat ruang untuk lalu lalang pengunjung.
Pengunjung mengamati karya dalam pameran bertajuk "Maracosa", hasil kolaborasi Papermoon Puppet Theatre dan Nona Rara Batik di Omah Budoyo Yogyakarta,19 Mei 2022. TEMPO/Pito Agustin Rudiana
Lalu berurutan di belakangnya ada boneka ikan dari kain tenun putih, ayam jago dari kain batik merah, hingga boneka rusak dari kain batik kuning di sudut belakang ruang. Dan tiap sisi dinding dipajang foto-foto tentang potongan cerita adegan dalam lakon hasil bidikan Rangga Yudhistira. “Ada tiga karung kain perca dari Nona Rara Batik yang dikirimkan,” kata Ria—panggilan akrab Maria—ihwal asal-muasal kain-kain batik itu.
Apabila diperhatikan, ada yang berbeda antara model boneka yang biasa dibuat Ria dan krunya dengan boneka satwa itu. Sebelumnya, Papermoon Puppet terbiasa membuat dan memainkan boneka-boneka berwujud manusia, tapi kali ini mereka menampilkan boneka satwa. Selain itu, saat memainkan boneka satwa, seperti rusa, ayam, ataupun naga, seperti memainkan barongsai atau reog dengan memasukkan badan kru pemain di dalam kain.
Mereka baru pertama kali bersinggungan dengan material batik dalam bonekanya. Sebelumnya, kelompok teater itu terbiasa menggunakan material seperti rotan, kayu, dan kertas. Tak mengherankan bila cara merespons antara material sebelum dan yang sekarang pun berbeda. Sementara sebelumnya terbiasa menggunakan gergaji untuk memotong, kini menggunakan alat jahit.
“Ini proyek kolaborasi. Kami terinspirasi oleh pabrik batik tua yang berupaya bertahan dari generasi ke generasi,” tutur Ria, yang kini tengah bereksperimen menggunakan material dari plastik, berupa kresek dan plastik bening, untuk bonekanya.
Lewat sinema dan pameran berkisah klasik itu, ada pesan sederhana ihwal upaya mendekatkan tradisi batik dengan anak-anak generasi kekinian melalui tokoh Canting. Juga tentang sisi spiritual lain dari tradisi batik melalui lakon para satwa.
PITO AGUSTIN RUDIANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo