Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Di Halaman Belakang Medayu Agung
Di Sepanjang Kya-Kya
Agung Wicaksana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Halaman Belakang Medayu Agung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
__ mengingat Hiem Hwie & Pram
Telah digelar kain menyelimuti meja
yang biasa menahan beban pikiran
Tanpa debam membikin luka
sebab harapan bersetia menjaga
Bercakap-cakaplah, bergurau tentang
lelucon yang sempat kita sudahi
Sambil menenggak kopi yang digiling diperas
oleh keperkasaan para kuli
Kau tahu, cita-cita kita terus berkecipak
Bergerilya di kepala yang hafal betul
harus menoleh ke mana
Tangan yang siaga membela
meski hanya sehasta fitnah mengada
Jika tertindih utang, juga dijarah semua pakaian
Ambil apa yang berlebih padaku
Tawanlah perkariban ini
di arus waktu yang tak tentu, semaumu
Walau masih kerap kita jumpai
Menggigil bocah di bawah jembatan,
punya mimpi mengenangkan jejak di bulan
Kapan pun perempuan-perempuan
dapat terbujur lecur telanjang
di ceruk kelam para bujang yang
mencicipi saja belum, apalagi melahap pengetahuan
Bukannya mereka tak suka membaca
atau jengah mendengar ceramah,
Tapi seperti kelahiran, nyatanya,
Tak semua punya kesempatan
Maka demikian kuwartakan
melalui catatan yang kelak beringsut
Memori yang membubuhkan kusut di tiap sudut
bahwa barangkali tak ada yang berubah:
Hari ini seakan berkabar dengan hari lalu
Dari hari lalu yang riuh haru itu,
telah merencanakan kedatangannya
Bertanyalah, seturut gebalau dalam pikiran:
“apakah Mengukur kedalaman tanah
dan Menelaah keluasan air
merupakan Keingkaran pada tumpah darah?”
Sebelum bergemeletak urat dan tulang, jawablah.
Januari, 2021
Di Sepanjang Kya-Kya
Tak ada pot-pot porselen di sepanjang Kya-Kya
Tong minyak menampung air hujan
Mungkinkah luapannya menghanyutkan lobak serta tiram
Atap-atap berdempetan seperti perisai perang
Aku membayangkan kebijaksanaan
Seperti akar layu dalam laci lapuk toko ramuan
Tukang kincau sudah sering berkeluh
Lantaran khasiat dari semenanjung jauh
Kalah mujarab dari yang ditanam dekat parak
Berkunjunglah, pakai terusan yang redup gemerlap
Hanya ringkih bambu dibebat sulur dan lumut
Apa yang kau saksikan selain kesangsian:
Mereka bawa banyak goni, diisi perhiasan dan kain mahal
Meninggalkan ruko selagi lentera-lentera kusam
Menari-nari dalam kelentang angin menghajar pinggan
Maka telah berhasil mereka meniadakanmu
Menimbun penjaja baikut, bakcang, seafood
Seperti prajurit terakota mengangankan kepalanya yang hilang
Bagaimana kau menggambarkan seorang karib
Sementara penarik potehi tak lagi mengusung pelantang
Seperti apa merasakan menang-kalah dalam bersembunyi
jika gudang-gudang itu hanya menyimpan cuit walet membikin sarang
Pada dinding yang terus menambah celah
Pada pengasong merugi berkulak soda dan kopi
Maka ada hari akhirnya kita mengenang tempat ini
Sebagai luka lecet jatuh dari sepeda
Hingga tak perlu lagi menambahkan roda
Sehangat apa kepulangan pada kunjungan yang tak pasti
Mengapa saat hendak kembali dalam diri
Justru banyak hal telah berganti
Januari, 2021
Agung Wicaksana lahir di Surabaya pada 15 September 2000. Buku puisi mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ini bertajuk Fanatorium (2017).
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo