Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Di Gunung Sibualbuali karya Budi Hatees.
Membaca Puisi Ini karya Adhimas Prasetyo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budi Hatees
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Gunung Sibualbuali
Di lereng Sibualbuali, aku adalah tenda
Sewarna rumput-rumput di tanah
Kusembunyikan laki-laki itu di tubuhku
Angin yang membawa lembing
Ketajaman mata lembing tak menembus
Kehangatan parasut dan mantel tebal
di tubuhnya. Hujan menurunkan jeruji
Mengurung laki-laki itu bersama keinginan
Menyusuri kanopi hutan hujan tropika sumatra
Hutan adalah tahta bagi flora dan fauna
Nyanyian katak dari sungai kecil di sampingku
Air jernih menampakkan lumut pada batu
Ritme tetes air jatuh dari daun-daun
Harmoni ansambel melodi dari konser alami
Laki-laki terkantuk-kantuk bersama buku puisi
Dan hujan tiba-tiba berhenti, langit
terbuka dan matahari menyala. Matahari
di mana-mana sebagai cahaya berpijar-pijar
dari butir-butir air di daun-daun,
di rumput-rumput, di permukaan sungai kecil
ketika laki-laki itu keluar dari tubuhku.
Berdiri di atas rumput, menyimak harmoni
melodi dan mulai berputar-putar
dalam tarian. Aku dengan seruling
selendang biru, seperti tangan yang lembut
menyentuh jiwaku.
*) Gunung Sibualbuali, nama gunung di Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, yang merupakan kawasan Cagar Alam Dolok Sibualbuali.
Adhimas Prasetyo
Membaca Puisi Ini
kau menemukan puisi ini
di tempat yang paling sewajarnya.
pada bait kedua, ketika kau membaca puisi ini,
kau terlanjur tahu, puisi cuma sangkar tanpa seekor burung.
bahasa berkejaran sambil tak menangkap apa-apa.
kau ingin bisa percaya lagi kepada puisi.
setidaknya untuk kali ini, meski kali terakhir.
terlalu jauh kau menjadi seseorang yang lain,
seseorang yang sama sekali tak kau kenal.
meski sebenarnya kau tak pernah benar-benar mengenal dirimu.
setiap kau membaca puisi, kau cuma membaca kesakitanmu,
kesakitan yang tidak pernah disentuh oleh bahasa.
kau membaca puisi ini, tapi kesakitan tidak berakhir,
hingga kesakitan benar berakhir.
2021
Budi Hatees lahir di Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pada 3 Juni 1972.
Menulis cerpen, puisi, esai, novel, dan artikel ilmiah. Ia bekerja sebagai peneliti.
Adhimas Prasetyo menulis dan membuat ilustrasi. Ia mahasiswa magister di Universitas Gajah Mada. Buku puisinya Sepersekian Jaz dan Kota yang Murung (2020).
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo