Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Iyut Fitra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
kertas putih
(buat kyal sin)
kertas itu hanya bertuliskan cinta. yang suatu saat kelak barangkali
akan ia kirim buat kekasihnya. kertas yang berwarna putih
seputih awan dan hati mereka yang berangkat ke jalan. doa-doa juga putih
tapi hitam aspal siang itu memanas leleh. riuh serupa guruh
dan kepalanya ditembak. kertas itu pun koyak
- alangkah indah bunga yang terkapar di jalanan
harumnya sampai ke seluruh hulu. mewangi ke segala muara
kekasih, bila suratku tak sampai, bukankah sekali sempat pernah kukatakan
aku mencintaimu lebih dari seluruh darah yang mengalir di tubuhku!
serak ban-ban dibakar. barisan pagar kawat berduri
gemuruh yel-yel dan gas airmata. semua berkerumun membentuk siang yang hampa
seolah memanggil burung-burung bangkai untuk ikut bernyanyi dan menari
bahwa kedamaian adalah mulut-mulut yang berhadapan dengan muncung senjata
kertas itu bertuliskan cinta
kini ia terbang ke mana-mana. membangunkan para pecinta yang tidur
membisikkan kisah-kisah tiran, tidak boleh ada pertumpahan darah!
kertas yang kemudian dikenang seluruh orang. karena perempuan muda itu pergi
memanjat langit. bernyanyi dan menari sampai menjelma malaikat
sampai senja
adakah ia sempat pamit pada jalanan mandalay?
sebelum ia ditembak. sebelum ia ditembak.
orang-orangan
mumbang pesuk yang diukir serupa mata. kayu bersilang dan lilit jerami
lalu juntai plastik dan tali-temali. lalu bambu yang dibelah berdekak-dekak
entah sudah berapa lama orang-orangan sawah itu berdiri di pematang. tak berteman
deras hujan dan panas berdengkang lalu saja dalam hitungan
hanya kesepian yang tidak bisa ia lupa. kerinduan pada gabah, bunyi air,
serta gerombolan burung pipit yang kini hanya berkunjung sekali-sekali
setiap saat tempat ini kian menyempit. seolah angin pun tak ingin lagi berbuai
cerita-cerita harga pupuk, sulit benih, atau kemarau yang bertambah panjang
telah melipat petak sawah dalam kesiaan, lirihnya berusaha menggoyang-goyang tali
meski ia tahu, sesungguhnya burung-burung tak ada
karena sawah tinggal beberapa petak saja
sejenak ingin ia mengenang kembali masa lampau. masa orang-orangan hidup riang
sejauh pandang mata. dangau-dangau mengepulkan asap
para petani menghangatkan kopi, rebus ubi, dan lintuh tiup serunai batang padi
lalu terdengar sebait dendang. sebelum waktu bergerak petang
ada benar ditanam padi
nenas juga ditanya orang
ada benar ditanam budi
emas juga ditanya orang
sayup yang menggelitik. sebagaimana ibu-ibu melenggang di pematang
ia merasa bahagia itu tidak akan pernah sirna
tapi kini ia seolah terjengkang dalam lengang
sejauh mata dilayang hanya panorama yang telah bertukar
pabrik, perumahan, kantor, dan jalan-jalan telah membelah petak-petak sawah
ia hanya mampu menabung kepedihan. berkuai lemah
dan menggoyang-goyang tali sendiri
di sawah padi masak menguning
tikus bermain di atas bilah
mengalah selalu badan lah pening
sebab hidup semakin susah
tiap hari orang-orangan sawah melepas kepergian
tiap hari ia mencatat kehilangan
Iyut Fitra lahir dan menetap di Kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Buku puisinya, Lelaki dan Tangkai Sapu, dianugerahi penghargaan sastra Kemendikbud RI pada 2020.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo