Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
W. Priatmojo aktif dalam Gerakan Menulis Buku Indonesia.
Bermalam di Pasar Swalayan
Memesan Masa Depan di Pangkas Rambut
Bermalam di Pasar Swalayan
- Rak Bunga
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harum bunga-bunga mewarnai kaca,
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
dan kita adalah serangga.
Harum itu tumpah juga ke lantai
dan dinding pasar swalayan.
Menghadirkan bayangan rumah
dan membangunkan rasa lapar
kita yang purba.
Kita lekas
menghisap nektar hingga tandas.
- Rak Buah dan Sayuran
Mata kita adalah ruang kosong dan dingin.
Warna buah dan sayuran adalah lengan
atau selimut yang menghangatkan.
Kau selalu berharap hidup lama.
Aku hanya berharap masa depan
ada bagi kita.
Barangkali, masih ada jejak keabadian
pada apel yang mengkilat itu.
Kita lupa, siapa yang kemudian
telah mengatakannya.
- Gerai Roti
Harum gandum membuat rasa lapar kita
semakin menguat. Musik mengalun lambat,
dan langkah kita terasa berat. Kita memutuskan
bermalam di sini. Aku menyiapkan nyala api,
menemani kita bercerita hingga pagi.
Kita mesti membangun kemah!
Tapi kau senantiasa memimpikan,
kita adalah Remus dan Romulus.
Kau ingin membangun kota baru,
di antara rak tisu toilet dan
kapur barus.
- Rak Bumbu Masak
Dua jam setelahnya, api kita
masih tinggi menyala. Masih sanggup
untuk memanggang beberapa buruan.
Kau membidik dua. Lekas habis kita makan.
Beberapa buruan kaubawa lagi setelahnya—lalu lagi,
dan lagi, dan begitu seterusnya.
Api padam. Seluruh bumbu sudah
kita gunakan. Kita tercenung menyadari,
separuh pasar swalayan sudah kita habiskan.
Adakah di luar sana, hal yang tiada habis-habisnya?
- Rak daging dan ikan
Lalu aku membayangkan nelayan. Jutaan ikan
melayang di atas kepalanya. Di bawah perahu
mereka, jutaan plastik berenang-renang.
Tapi kita tak akan mampu menjadi nelayan.
Kita tak akan paham kerinduan kail pada ikan.
Kita hanya paham soal lapar, dan laut
adalah meja makan.
- Rak Obat-obatan
Kita adalah obat yang saling menyelamatkan.
Aku tak pernah bisa lepas dari obatmu
yang menenggelamkanku ke dalam mimpi,
lalu kau menjelma sebagai kopi
atau cahaya hangat di pagi hari.
Aku mencoba menjadi obat yang
menjauhkanmu dari mimpi
dan lamunan masa depan.
Dan aku, setengah mati,
membuatmu ketergantungan.
- Kasir
Di pintu keluar, orang-orang mengambil
barang berharga dari tas dan dompetnya,
seakan di kepala mereka hanya tersisa
barang bekas yang tak pernah dipakai
sekian lama.
Lalu kau melihat, di dalam kepalaku,
pasar swalayan itu telah habis terbakar:
menjadi abu.
(2020)
Memesan Masa Depan di Pangkas Rambut
- Menghadap Cermin
Di depan cermin, aku terpejam. Seperti
saat menikmati lagu favorit yang sering
berulang-ulang kau putar. Pita kaset itu
telah putus, dan tak dapat disambung
kembali.
Ingatan-ingatan yang patah menyusun
dirinya lagi. Membentuk bahaya yang
tak bisa kuhindari.
Di depan cermin, aku terpejam. Tak sanggup
melihat apa yang ditawarkan masa depan.
- Gambar Model Potongan Rambut
Bayang-bayang memilih di mana ia akan
tumbuh. Aku menyiapkan petak tanah
subur di kepalaku.
- Gunting dan Sisir
Bayang-bayang menjelma
tunas yang tumbuh di kepala.
Aku menyiraminya tiap pagi saat
berangkat kerja atau malam hari
ketika tak mampu memejamkan mata.
Beberapa tunas mekar menjadi bunga
dan aku menamainya. Beberapa lainnya
layu bahkan sebelum sempat kuberi nama.
Aku memotong yang telah layu, dan merapikan
bayang-bayang di kepalaku. Beberapa tumbuh
lagi menjadi tunas, lalu mati, lalu tumbuh
sekali lagi—juga tunas yang kunamai
dengan namamu.
(2021)
W. Priatmojo lahir di Bekasi, 23 April 1993. Aktif dalam Gerakan Menulis Buku Indonesia. Ia menulis puisi dan cerpen yang dimuat di berbagai media.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo