Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

teroka

Puisi Liswindio Apendicaesar

Liswindio Apendicaesar menulis puisi dan cerpen dan bergiat di Komunitas Sastra Pawon.

13 Februari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Liswindio Apendicaesar adalah penyair kelahiran Bogor pada 1992

  • Anicca

  • Brahmavihara

Liswindio Apendicaesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anicca

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di rumah duka aku melihat Buddha

terduduk di samping peti, menemani

ayahmu yang merapalkan perjalanan

kepada hukum karma, untukmu,

 

dengan berkah dari asap dupa

yang memedihkan mata ibumu

yang menangis. Para tetua berceramah

tentang hidup dan mati, seperti angin

yang tak pernah terlahir, dan selalu

pergi, juga bulan purnama yang hanya

sementara. Kupikir, manusia seharusnya

lebih dari itu: perasaan-perasaan yang

tak pernah usai, impian, dan masa depan.

 

Namun, tubuhmu telah menjadi petunjuk

bahwa kita adalah teratai yang lapuk, larung

oleh sungai waktu. Arus yang deras adalah

kesedihan yang tak mampu kita lawan.

 

Di pesisir, kau akan menemukan perahu

mengantarmu ke pantai seberang, jauh

dari kami yang tak mampu merelakan.

 

Ayahmu telah mengajariku dengan baik: di

kehidupan berikutnya, aku akan melupakan

air mata ini, dan semua kembali menemukan

satu sama lain.

Tapi manusia tetaplah manusia

dan semua doa adalah kenangan

yang bergemuruh

 

melepas nama dan rupamu.

 

Bogor, 18 Januari 2021

 

 

 

Brahmavihara

 

Di Surakarta, Tuhan telah menemukanku

di dalam Vihara. Aku duduk menunggu

keheningan, mendampingi rupang-rupang

pemujaan. Tuhan penuh curiga memandang

 

altar dan arca

dupa dan bunga

manusia dan cemasnya

 

Tuhan telah menciptakan Tigris dan Efrat,

Firdaus dan kolam anggur, segala yang terbang

dan melata, untukku

 

dan nabi-nabiah dikirim-Nya, mewartaiku

kabar gembira itu, dan dijanjikan padaku

seluruh Kerajaan Ilahiah

 

tapi manusia adalah gelisah

dengan segumpal duka di dada

dan air mata yang jatuh ke perkabungan

 

walau musim telah turut berdoa

dan menempuh ratusan ribu jalan

mencari pembebasan

 

Di Vihara Tuhan melihatku iba

lalu duduk menemaniku

melepas nama dan rupa

 

Surakarta, 10 Oktober 2019

 

Liswindio Apendicaesar lahir di Bogor pada 1992. Puisi-puisi berbahasa Inggris-nya dimuat di beberapa jurnal sastra internasional, seperti Odd Magazine, Lantern Papers, dan Mixed Mag. Ia bergiat di Komunitas Sastra Pawon dan dapat dijumpai di media sosial @Liswindio 

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus