Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Rehal-praginanto

Pengarang : ignace lepp. yogyakarta : shalahudin press, 1985.(bk)

23 November 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ATEISME DEWASA INI Oleh: Ignace Lepp Penerbit: Shalahudin Press, Yogyakarta, 1985, 190 halaman AJARAN komunisme yang pernah mengungkungnya selama 27 tahun, ternyata, tak juga sanggup membutakan mata hatinya. Bahkan, dengan tegar ia kembali melangkahkan kakinya ke jalan yang telah diporak-perandakannya sendiri: agama. "Tidak masuk akal bila makhluk yang dikaruniai kemampuan berpikir dan mencintai dapat terlempar ke sebuah dunia absurd," tulis Lepp dalam buku ini, tentang awal kemunculan kesadaran agamisnya. Lepp, yang kemudian memilih Katolik sebagai keyakinannya, akhirnya malah menuduh, komunisme, yang dalam perkembangan selanjutnya mempunyai pengaruh terkuat dalam ateisme, diciptakan sebagai pelampias dendam pribadi Marx terhadap dunia Kristen. Peralihan agama yang dilakukan keluarganya dari Yahudi ke Kristen, dan keterasingan religius di tanah airnya sendiri Prusia - yang sangat Kristen, telah menimbulkan tekadnya untuk meruntuhkan dunia Kristen secara total. Langkah pertama yang diambil Marx adalah dengan menggerakkan massa dalam perjuangan mengganyang keterasingan ekonomi. Di sini Marx melihat adanya superstruktur ideologis dari kondisi-kondisi ekonomi tertentu dalam tiap agama. Massa sendiri saat itu, belum cukup sadar untuk dilibatkan dalam perjuangan menentang pengasingan religius. "Dia berharap, revolusi kaum proletar akan memberi pukulan mematikan kepada agama Kristen," tulis Lepp. Secara keseluruhan ateisme itu sendiri oleh Lepp dibagi ke dalam dua bagian besar: ateisme yang berdasarkan pada nilai-nilai subyektif tertentu yang ditolak agama - Marxisme dan eksistensialisme - dan yang bertumpu pada kepastian intelektual dalam menguak kepalsuan semua agama. Namun, di masa ini, dengan makin bertambahnya pengalaman, para sarjana lebih bersikap jujur dibanding pendahulunya. "Dari sains mereka tidak lagi mengharapkan akan mampu menguak segala misteri kehidupan," tulis Lepp. Sebaliknya, para teolog juga merasa lebih puas dengan menerapkan refleksi teologis yang disediakan oleh sains. Praginanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus