Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Romantika Persahabatan di Medan Perang

Sutradara Guy Ritchie menghadirkan The Covenant, film perang yang menguras emosi.

24 April 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • The Covenant adalah film perang yang menguras emosi.

  • Film ini digarap oleh Guy Ritchie, yang dikenal mencetak sejumlah film box office.

  • The Covenant menyajikan sensasi peperangan dengan efek ciamik.

Fahmi Rimbawa, 32 tahun, mengaku puas setelah menonton film Guy Ritchie’s The Covenant di salah satu mal di selatan Kota Surakarta, Rabu lalu, 19 April 2023. Fahmi memang penggemar film bergenre perang dan militer. "Saya lihat di media sosial ada film ini, jadi saya menonton saja," kata pengusaha sablon itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film The Covenant bercerita tentang John Kinley—diperankan oleh aktor Hollywood, Jake Gyllenhaal—personel tentara Amerika Serikat berpangkat sersan yang pernah bertugas di Afganistan. Ia sempat terluka karena sergapan pasukan Taliban. Saat terluka parah itu, ia ditolong oleh Ahmed (Dar Salim). Penerjemah lokal ini susah payah menyelamatkan John Kinley dari kejaran Taliban.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Singkat cerita, John Kinley dipulangkan ke Amerika Serikat untuk menjalani perawatan. Ia tersadar bahwa Ahmed tak ikut dengannya ke Amerika Serikat. Musababnya, visa yang dijanjikan untuk Ahmed dan keluarga tak kunjung diberikan oleh pemerintah Amerika Serikat.

Nahasnya, justru Ahmed jadi buruan pasukan Taliban. John Kinley balik ke Afganistan untuk menyelamatkan sahabatnya itu. Keduanya harus berjuang lari dari kejaran anggota Taliban. Aksi tembak-menembak terjadi ketika mereka justru disergap pasukan Taliban.

Namun Fahmi punya catatan sendiri untuk film besutan sutradara Guy Ritchie itu. Menurut dia, film berdurasi 123 menit ini terkesan berjalan lama. Adegan perang tak terlalu banyak dibanding film-film bertema perang lainnya.

"Seperti ada sedikit rasa membosankan, lebih banyak dramanya, tapi secara keseluruhan masih bagus," ujar dia.

Memang kekuatan drama dalam The Covenant tersaji antara John Kinley dan Ahmed. Hubungan persaudaraan keduanya melebihi rekan kerja. Walhasil, The Covenant menjadi film perang yang punya cerita lebih mendalam.

Itulah hebatnya Guy Ritchie dalam menghadirkan tontonan yang emosional dan menyentuh. The Covenant mampu menyuguhkan pergolakan batin yang kuat antara John Kinley dan Ahmed.

Sejumlah media menyebutkan, The Covenant menghadirkan efek gerak lambat yang menawan. Gerak lambat ini memang menjadi ciri khas Guy Ritchie dalam berkarya. Adegan perangnya pun menjadi lebih dramatis.

Selain itu, The Covenant menghadirkan sensasi peperangan yang luar biasa. Guy Ritchie mampu menciptakan efek desingan peluru dari senapan mesin yang ciamik. Penonton seperti diajak turun ke medan pertempuran.

Cuplikan adegan film Guy Ritchie’s The Covenant. Dok Metro-Goldwyn-Mayer

Namun Guy Ritchie dan Jake Gyllenhaal sempat merenung soal penggunaan properti senjata api dalam adegan perang. Musababnya, pada Oktober 2021, terjadi insiden berdarah dalam sebuah syuting film berjudul Rust. Film tentang kehidupan koboi itu disutradarai oleh Joel Souza. Saat syuting film itu, Alec Baldwin memuntahkan peluru tajam sungguhan dari senjata api yang ia gunakan.

Sutradara Joel Souza dan sinematografer Halyna Hutchins menjadi korban peluru tajam tersebut. Nahas, Hutchins meninggal, meski sudah mendapat perawatan medis di Rumah Sakit Universitas New Mexico, Albuquerque.

Sejak tragedi tersebut, penggunaan senjata api sungguhan dalam syuting film ditangguhkan. Alasan keamanan menjadi musabab pentingnya proses syuting menggunakan senjata dengan peluru hampa alias kosong tanpa proyektil sampai penggunaan airsoft gun

Jake Gyllenhaal sendiri mengaku lebih nyaman menggunakan senjata airsoft gun selama syuting The Covenant. "Ini (penggunaan airsoft gun) memberikan kebebasan berkreasi, terutama saat kami adegan tembak-menembak, jadi semuanya aman," kata Gyllenhaal.

Sementara itu, Guy Ritchie mengatakan, tragedi berdarah film Rust membuat sistem syuting film laga berubah. Penggunaan senjata api sungguhan sudah dilarang. Ritchie mengatakan, sejatinya ia memang tidak suka menggunakan senjata api sungguhan dalam syuting.

Sineas kelahiran Hatfield, Hertfordshire, Inggris, 10 September 1968, itu juga menyayangkan masih banyak sutradara dan produser film yang masih ngeyel menggunakan senjata api sungguhan demi mendapatkan gambar dan suara yang lebih asli. "Pelarangan penggunaan senjata api ini melegakan kami," kata Ritchie.

Selain itu, The Covenant dianggap sebagai pertaruhan besar dari Guy Ritchie. Sebab, tema peperangan tentara Amerika Serikat melawan Taliban di Afganistan dianggap kurang menarik lagi bagi penikmat film, terutama dari Negeri Abang Sam. Namun pertaruhan Guy Ritchie mampu dibayar tuntas dengan akting pemain, alur cerita, hingga pengambilan gambar yang ciamik.

Hal unik lainnya adalah penggunaan embel-embel nama Guy Ritchie dalam judul film The Covenant. Diperkirakan, penggunaan embel-embel itu ditujukan untuk membedakan film dengan judul serupa yang pernah tayang pada 2006 dan 2017. Namun alasan lain adalah pencantuman nama Guy Ritchie diharapkan mampu mendongkrak gengsi film tersebut.

Guy Stuart Ritchie—nama lengkapnya—dikenal sebagai sutradara yang mencetak sejumlah film box office. Salah satunya adalah Sherlock Holmes (2009), yang dianugerahi penghargaan dalam Golden Globes 2010 dan sejumlah penghargaan lain. Film itu juga menjadi nomine dalam Academy Awards kategori Best Original Score dan Best Art Direction serta nomine Best Score Soundtrack Album for a Motion Picture, Television, or Other Visual Media Grammy Award. Dua tahun kemudian, ia membuat sekuelnya, Sherlock Holmes: A Game of Shadows.

Filmnya yang lain seperti The Man from U.N.C.L.E (2015), King Arthur: Legend of the Sword (2017), Aladdin (2019), The Gentlemen (2019), dan Wrath of Man (2021). Selain The Covenant, pada tahun ini direncanakan tayang filmnya yang lain berjudul Operation Fortune: Ruse de Guerre. Tak hanya sebagai sutradara, dalam beberapa film, mantan suami Madonna ini sekaligus bertindak sebagai penulis. Warna filmnya sangat beragam. Ia mengangkat kisah mulai dari mafia, detektif, mata-mata, perang, penyihir, hingga legenda.

Rencananya, tahun depan ia meluncurkan film bergenre perang lainnya, berjudulThe Ministry of Ungentlemanly Warfare. Film itu mengangkat kisah Perang Dunia II, tentang perjuangan pasukan Inggris ketika diserang Jerman dan pembalasan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill.

INDRA WIJAYA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus