Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Wawancara Ruth Sahanaya Soal Konser dan Penyanyi Masa Kini

Ruth Sahanaya berbicara soal konser terbarunya dan penyanyi era sekarang yang dia sebut cenderung timbul-tenggelam.

28 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tempo mewawancarai Ruth Sahanaya setelah Konser Ruth Sahanaya 40 Tahun Simfoni dari Hati.

  • Ruth Sahanaya berbicara soal perjalanan karier serta perbedaan penyanyi pada era 1980-an dan sekarang.

  • Menurut Ruth Sahanaya, penyanyi generasi sekarang bisa populer secara instan, tapi tidak banyak yang kariernya bisa bertahan lama.

EMPAT dekade sudah Ruth Sahanaya berkecimpung dalam dunia tarik suara. Dia mengawali karier sebagai juara lomba menyanyi di Bandung, Jawa Barat, pada 1983 dan telah menelurkan 17 album. Pada Sabtu, 22 Juni lalu, dia melangsungkan konser "Ruth Sahanaya 40 Tahun Simfoni dari Hati". Selama 3 jam 10 menit, Ruth tak henti menghibur 3.600 penonton yang memenuhi Plenary Hall Jakarta Convention Center Senayan, Jakarta Pusat. Itu merupakan konser pertama Ruth dalam 15 tahun terakhir, saat dia merayakan 25 tahun kariernya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ruth, 57 tahun, menerima wartawan Tempo, Marvela dan Adinda Jasmine, di Senayan Golf, Jakarta Pusat, pada Rabu, 26 Juni lalu. Dalam sesi wawancara khusus tersebut, ia membeberkan perjalanan karier dan pandangannya terhadap penyanyi perempuan generasi sekarang yang dia sebut cenderung timbul-tenggelam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ruth Sahanaya dalam konser "Ruth Sahanaya 40 Tahun Simfoni dari Hati" di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, 22 Juni 2024. ANTARA/Sulthony Hasanuddin

Seberapa puas Anda pada penampilan dalam konser "Ruth Sahanaya 40 Tahun Simfoni dari Hati"?

Perasaan saya campur aduk karena mendengar tiket sold out sejak tiga hari sebelum hari-H. Tapi, begitu naik dari hidrolik ke panggung, saya baru yakin banget bahwa konser itu penuh. Enggak ada space kosong. Itu menjadi booster energi untuk saya.

Anda keletihan setelah tampil selama 3 jam 10 menit?

Kaki saja yang pegal banget karena pakai sepatu dengan hak tinggi. Sempat akan kram. Sebab, panggungnya besar dan saya terus berkeliling dari ujung ke ujung. Saya juga berjalan 32 meter menghampiri tamu-tamu. Begitu selesai konser, saya tanya jam berapa. Ternyata sudah jam sebelas malam. Berarti konsernya lebih dari tiga jam. Saking senangnya, sampai lupa kaki saya sakit.

Apa resep Anda bisa bertahan di dunia tarik suara hingga 40 tahun?

Saya selalu berusaha berkomitmen, enjoy, dan bersyukur. Kalau ada komitmen, apa pun yang kita kerjakan akan bisa kita nikmati dan syukuri.

Apa momen yang menjadi tonggak perjalanan karier Anda?

Waktu saya jadi juara dalam Midnite Sun Song Festival di Lahti, Finlandia, pada 1992. Karena itu kompetisi tingkat internasional, saya jadi sadar tidak salah pilih sesuatu yang menjadi pegangan. Pilihan hidup saya adalah bernyanyi. Sebelumnya, saya enggak pede (percaya diri) walaupun sebelumnya punya beberapa album. Kompetisi itu yang menjadi titik baliknya. Sebab, saya bisa membawa nama Indonesia di mata dunia sebagai juara pertama.

Ruth Sahanaya dalam konser tunggalnya di Jakarta, 1993. Dok. TEMPO/Robin Ong

Adakah perbedaan penyanyi perempuan era Anda, Titi DJ, dan Sheila Majid dengan generasi sekarang?

Ada bedanya. Sekarang ada banyak media untuk bisa mewujudkan karier. Ada media sosial, ada pula ajang-ajang pencarian bakat. Semua ter-computerized dan menjadi lebih gampang. Jadi mereka bisa lebih cepat ngetop.

Generasi sekarang terkenal secara instan?

Yang membedakan anak-anak zaman sekarang dengan zaman dulu adalah prosesnya. Zaman dulu, kalau ingin rekaman harus melalui proses panjang karena serba analog. Jadi semuanya butuh komitmen tinggi. Nah, proses ini ikut membentuk mental. Kesiapan mental antara penyanyi zaman dulu dan sekarang berbeda. Dampaknya, terkadang mereka kurang menghargai proses kerja dan kedisiplinan. Misalnya, saat mau tampil, seharusnya latihan dulu tapi mereka tidak mau. Itu sangat disayangkan.

Bagian apa dalam perjalanan karier yang Anda anggap membentuk mental Anda?

Saat ikut festival, dari tingkat lokal di Bandung sampai internasional di Finlandia. Semua ada prosesnya, dari latihan, masuk 30 besar, mengerucut, dan seterusnya.

Proses itu juga ada dalam ajang pencarian bakat saat ini....

Bedanya, festival zaman dulu dinilai oleh orang-orang yang betul-betul kompeten. Kalau sekarang kan berdasarkan pilihan dari penonton. Jadi kadang-kadang tidak obyektif. Orang bisa memilih karena penyanyi itu saudaranya, kasihan, dan lainnya. Bukan murni karena penyanyi itu berpotensi.

Banyaknya ajang pencarian bakat ikut membuat banyak penyanyi timbul-tenggelam?

Ya. Mereka dibentuk ajang-ajang pencarian bakat dan bisa langsung menanjak ke puncak popularitas. Instan jadinya. Mereka tidak terlalu mengalami pergulatan karena prosesnya kan singkat, beberapa bulan, lalu tahu-tahu booming namanya. Mental pun mereka belum siap. Mungkin ada juga pengaruh manajemen yang kurang mendukung. Kemudian muncul lagi ajang pencarian bakat baru, lahir lagi penyanyi baru. Jadi, ya, timbul-tenggelam begitulah.

Lantas, bagaimana seorang penyanyi bisa bertahan di tengah kemunculan banyak penyanyi baru?

Mesti punya satu ciri dan jati diri yang kuat. Ciri khas itu saya rasa tidak bisa dibuat. Itu pemberian Tuhan. Misalnya, sekali mendengar, orang langsung tahu itu lagu Vina Panduwinata, itu lagu Harvey Malaihollo. Sikap juga akan menentukan perjalanan karier penyanyi.

Ada penyanyi generasi sekarang yang memenuhi syarat tersebut?

Yura Yunita. Dia punya warna, sikapnya baik, dan lagu-lagu yang dia ciptakan punya makna bagus.

Menurut Anda, seberapa besar pengaruh kecantikan dalam karier penyanyi perempuan?

Kalau dia cantik tapi suaranya biasa-biasa saja, alam yang akan menyaring. Lama-lama karier bernyanyinya akan turun sendiri. Karena cantik, mungkin dia akan menjadi model, bintang film, atau apa gitu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Marvela dan Adinda Jasmine berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus