Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Sandera, sebuah khomeini

Sutradara: john millius pemain: sean connery, candice bergen, resensi oleh: eddy herwanto. (fl)

8 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

THE WIND AND THE LION Sutradara: John Millius Pemain: Sean Connery, Candice Bergen dan Brian Keith. AMERIKA ketika itu berani mengirim pasukan marinir dan kapal perang untuk membebaskan para sandera. Itu masih zaman tiap negara besar mengandalkan kekuatan armada atau gunboat policy untuk melaksanakan kehendaknya, walaupun hanya untuk menghadapi pemimpin kelompok penunggang kuda gurun pasir. Kini hampir 75 tahun kemudian, Amerika juga melayani persoalan serupa di Teheran. Kapal induk Kitty Hawk dan Midway berikut sejumlah kapal perusak sudah dikirimnya mendekati perairan Iran. Namun Presiden Jimmy Carter sangat bimbang untuk membebaskan para sandera dengan kekuatan-militer. Memang berbeda sikap Amerika waktu menangani krisis Tangier, Maroko dalam tahun 1905. Dengan keberanian negara super power, Presiden Theodore Roosevelt (Brian Keith) melakukan tindakan militer yang berhasil membebaskan ketiga warga Amerika Ny. Eden Pedecaris (Candice Bergen) dan 2 anaknya. Roosevelt memperoleh dukungan politis rakyatnya, sedang pihak Inggris. Jerman dan Prancis -- yang juga mendruh kepentingan di Tangier -- memberinya peluang untuk memakai kekerasan. Tapi Raisulli (Sean Connery), tokoh penyandera itu hilang bagai angin. Dengan jubah hitam dan senapan di atas kuda tunggang, ia kembali ke tengah pengikutnya jauh di luar kota Tangier. Sementara itu di sebuah gedung yang bagus, Presiden Roosevelt dengan tangan gemetar membaca sepucuk surat yang dikirimkan Raisulli. Bagian terakhir surat itu berbunyi " . . . saya pergi kembali bagai angin, sedang anda tetap di sana seperti singa..." Itu adalah adegan penutup film The Wind and The Lion yang terasa dekat dengan peristiwa penyanderaan staf Kedutaan-besar Amerika di Teheran. Sulit dibayangkan ketika itu, seorang tua tegap seperti Raisulli -- tanpa minyak maupun deposito dollar di berbagai bank -- berhasil memojokkan Amerika dengan menyandera Ny. Pedecaris untuk memberi tekanan politik atas Sultan Maroko. Roosevelt, yang naik ke Gedung Putih karena Presiden Amerika McKinley ketika itu tewas ditembak, memanfaatkan isyu penyanderaan ini untuk kampanye pemilihan Presiden. Ia berkeliling Amerika dengan semboyan "Pedecaris hidup atau Raisulli mati." Raisulli adalah paman Sultan Maroko. Bangsawan ini tersisih dari percaturan politik di kesultanan dan kecewa melihat pemerintahan Maroko yang lemah dan tak berwibawa. Karena rasa harga diri yang tinggi, Raisulli menyingkir ke gurun pasir. Dari sana ia memimpin perlawanan bersenjata. Ia cemas dan gusar melihat upaya Jerman, Prancis, Inggris dan Amerika yang berusaha keras menanamkan pengaruh masing-masing di kesultanan. Tangier yang terletak di mulut selat Gibraltar waktu itu memang sangat penting artinya. Untuk menekan kemenakannya yang masih muda itu, Raisulli memang terlalu lemah. Apalagi ia menghadapi kemungkinan kekuatan asing itu akan bersalu memeranginya. Satu-satunya cara yang dilihamya akan berhasil adalah menyandera Ny. Pedecaris. Ejekan Kulit Putih Dengan gambar yang bagus dan kuat, sutradara John Millius meletakkan pribadi Raisulli dan Roosevelt pada 2 kutub yang berlawanan. Raisulli seolah mengemban misi keagamaan, namun ia dengan pedang terhunus masih tetap melakukan pemenggalan -- walaupun rakyat miskin yang salah itu sudah berlutut meminta ampun. Sikap yang demikian, di mata Ny. Pedecaris sebagai ejekan orang kulit putih, sangat menjijikkan. Beberapa kali Pedecaris berusaha melarikan diri, tapi gagal. Untuk memancing kemarahan Roosevelt, Kaisulli mengirim potongan jari tangan seorang wanita seolah jari tangan Ny. Pedecaris. Tipuan tadi ternyata tak membawa hasil. Akhirnya Raisulli menyerahkan sendiri Ny. Pedecaris ke markas tentara gabungan. Bahwa dia mengambil risiko pergi ke markas itu, sutradara menggambarkan kebesaran jiwa dan tanggungjawab Raisulli terhadap sanderanya. Dia berharap peristlwa ini akan selesai secara baik. Ternyata tentara gabungan memasang perangkap, dan dia terjebak. Adalah Ny. Pedecaris dan kedua anaknya -- bersama marinir Amerika pula yang kemudian membantu melepaskan Raisulli dari jebakan itu. Para pengikut Raisulli menyerbu markas itu, sedang pasukan marinir Amerika berbalik melawan tentara dari Eropa di situ -suatu pencerminan kepentingan masing-masing yang berbeda di Maroko. Dan cerita ini berakhir dengan gambaran bahwa antara Roosevelt dan Raisulli tidak ada lagi sakit hati. Eddy Herwanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus