Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Semerdu burung merbuk

Pencipta lagu, lili suhairy, meninggal dunia. meski selama 25 tahun menjadi pimpinan orkes studio rri medan, ia belum menjadi pegawai negeri. dianggap sebagai ismail marzuki sumatera. (ms)

20 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUKUL dua dinihari, 30 September lalu, di sebuah kamar di Rumah Sakit Kodam II Bukit Barisan, Medan, terdengar suara wanita melagukan Figurku. Ia menanyi atas permintaan seorang laki-laki yang terbaring sakit di kamar itu: suaminya, pencipta lagu tersebut. Dua hari kemudian, 2 Oktober pukul 08.35 WIB, laki-laki itu menghembuskan nafas terakhirnya. Lili Suhairy, sampai akhir hayatnya, selama 25 tahun memegang pimpinan Orkes Studio RRI Nusantara I Medan. Mungkin tak banyak yang masih ingat. Sudah nasib, pencipta lagu di negeri ini gampang dilupakan--sementara lagu ciptaannya dan para penyanyi yang membawakannya lebih diingat dan dihargai. Tahun 1970, misalnya, sebuah perusahaan rekaman piringan hitam mengeluarkan satu album band The Rollies. Disertakan juga lagu melayang Pandang -- yang penciptanya disebut sebagai anonim. Padahal itulah salah satu lagu Lili yang berhasil dan sempat populer di tahun 50-an di seantero tanah air. Waktu itu Lili sempat protes. Tapi karena pihak perusahaan mengaku memang tak tahu betul, dan undang-undang yang ada pun tak mendukung protes seniman jenis itu, komponis itu akhirnya diam. Setasiun KA Aras Kabu Begitulah Lili. Perjalanan hidupnya membuatnya lebih percaya kepada musik. Kemudian juga (mudah-mudahan dimaafkan) minuman keras. Yang pertama memperkaya perbendaharaan musik kita dengan 182 lagu dengan warna langgam Melayu yang khas. Yang kedua menggerogoti kesehatannya, kemudian memberinya sakit kuning dan akhirnya merenggut nyawanya. Lahir di Bogor, 23 Desember 1915, besar di Sumatera Utara. Konon sejak kecil sudah lebih menyukai kesenian daripada harus tekun dengan pelajaran sekolah. Meski begitu sempat menyelesaikan Mulo -- setingkat SMP. Pengetahuan musiknya diperoleh dari seorang Jerman di Medan. Dan minatnya itu diam-diam terus terpupuk ketika 1934 ia bekerja di perusahaan rekaman 'His Master's Voice' di Singapura. Lagu pertamanya tercipta ketika dia dikecewakan seorang gadis: Hatiku Patah. Tiga tahun di rantau orang, kembali ke Medan karya-karyanya mulai lahir. Salah satunya berjudul Pemuda Indonesia. Lagu bertema perjuangan itu sempat memasyarakat dalam Perang Kemerdekaan. Karena itulah antara lain dia ditangkap Belanda -- dan disiksa. Pada mata kakinya sebelah kanan, juga ketika jenazahnya dimandikan, ada bekas luka bakar itu. Justru masa-masa pahit itulah --zaman Jepang, dan kemudian Perang Kemerdekaan -- masa subur Lili. Bunga Tanjung, Bunga Teratai, Selendang Pelangi, Rayuan Kencana, Aras Kabu, -menurut BJ Soepardi (50 tahun, pianis yang pernah bekerja sama dengan Lili) dalam acara RRI Jakarta mengenang almarhum, disebutnya sebagai lagu-lagu besar yang lahir di zaman itu. Aras Kabu misalnya menggambarkan sebuah pesawat Sekutu yang menukik dan memberondong Setasiun Kereta Api Aras Kabu. Orang-orang bergelimpangan, mati di depan Lili yang sedang berada di setasiun itu dan kebetulan selamat. Lagu instrumentalia itu sampai sekarang masih membuat Haji Anang Dahlan, wartawan senior Medan sahabat. Lili, kalau mendengarnya jadi termenung. "Rasanya seperti saya menyaksikan sendiri tragedi itu," katanya kepada Amran Nasution dari TEMPO. Nasib Lili memang tak gemilang. Sampai akhir hayatnya, meski menjadi pimpinan Orkes Studio Medan (OSM) selama 25 tahun, ia belum tercatat sebagai pegawai tetap RRI sana--hanya honorer. Honor terakhir yang diterimanya berjumlah Rp 45 ribu sebulan. Dan dia sendiri memang tak pernah berusaha mengurusnya. Lili sempat mempunyai tiga isteri dalam hidupnya. Yang dua sripanggung Medan di tahun 40-an, yang ketiga seorang penyanyi. Hanya ada dua anak-dari isteri kedua saja: Bakti (kini 30 tahun) dan Dewi Jinggawaty (28 tahun) Tapi Lili dan Dewi Tum, isteri keduanya, rupanya harus bercerai ketika Jinggawaty baru berusia beberapa bulan. Daoed Kecil Pernah Jinggawaty yang ikut ibunya, ketika usia 11 tahun, selama satu tahun ikut ayahnya. Waktu itu Lili sudah menjadi peminum yang parah. "Sarapan pagi ayah Vlgour (sejenis minuman keras)," kata Jingga kepada TEMPO, mengenang masa lalunya. "Tapi kalau barusan minum ayah gampang-diajak ngobrol. Kalau dia tak minum, seharian tak mau bicara." Itu pula cerita Ida Surya (42 tahun), isteri ketiga Lili yang dinikahinya dua tahun lalu, yang menyanyikan Figurku, dinihari akhir September yang lalu. Meski waktu dilamar Ida mengajukan syarat Lili berhenti minum, "tapi berhentinya cuma sebulan." tutur Ida. "Mungkin karena frustrasi ayah lari ke minuman keras," kata Dewi Jinggawaty. Haji Dahlan, wartawan senior itu, pun mengira begitu. "Dia itu pejuang yang jujur. Tapi apa penghargaan yang diterimanya" kata Dahlan. Tapi penghargaan memang pernah diterimanya, paling tidak dua kali. 1975, oleh PWI Cabang Medan--sebagai salah seorang dari 4 seniman setempat yang layak dihormati. Penghargaan kedua diterimanya dari Departemen P & K bersama beberapa seniman tua dari daerah, Maret 1979, lalu, di Jakarta. Penghargaan terakhir itu sangat berkesan di hatinya, karena diserahkan Menteri Daoed Joesoef--yang dikenalnya sejak kecil. Tapi Figurku yang ingin didengarnya kembali pada saat-saat terakhirnya, mungkin bisa menjelaskan frustrasi Lili. Menurut Haji Dahlan, lagu itu diciptakan Lili seusai Perang Kemerdekaan. Tapi Figurku memang bernada sendu dan syairnya pun menyuarakan satu penyesalan. Walaupun tanpa mengerti latar belakang lagu itu, asosiasi kita memang tak harus pada perjuangan. Selamat jalan, Lili.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus