Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LAGU-lagu cengeng baru diimbau agar diharamkan bergentayangan di TVRI. Sebelum suara keras itu melompat dari mulut Menteri Penerangan Harmoko, para penyanyi bahkan bebas melenggokkan tubuh ketika merintihkan suaranya. Dan itu bisa dilihat sewaktu mereka diorbitkan melalui Seleka Pop, Musik Malam Minggu, atau dalam acara Aneka Ria Safari yang tepuk hadirinnya tampak diatur, tapi montasenya tak enak. Syahdan, sebelum nongol dalam acara-acara tadi, pada awalnya mereka ada yang muncul cuma lewat kaset. Dan dari dunia rekaman ini, ada riwayat mesin memproses album lagu lalu "berasa" melahirkan penyanyi pop dalam tempo kilat. Seorang penyanyi yang vokalnya mungkin pantas bersenandung di kamar mandi atau peturasan, tetapi berkat bantuan alat yang sudah komputerisasi ini, suaranya berubah merdu di dalam kaset. Gara-gara alat canggih itu, maka lahirlah "penyanyi tabung" -- karena teknologinya lebih banyak berperan ketimbang bakat dan kemampuan suaranya yang alami. Sebagian dari perangkat yang bernama microcomposer itu bisa diperintah memainkan orkes, lengkap, hanya dengan memasukkan disket yang sudah diprogram ke disc-drive. Seputar dua bulan lalu alat ini dibawa Harry Anggoman dari Cockpit Band (kini mencurahkan kepiawaiannya di JK Record) ketika bersama sejumlah artis berkeliling di Jawa Timur. Selain terampil memainkan berbagai alat musik, Harry menggunakan alat itu jika terpaksa. Misalnya, kalau ada lagu yang mengharuskan dia main gitar, sementara di keyboard tak ada pemainnya, maka alat itu diprogram untuk keyboard. Dalam proses rekaman, ada pelengkap lain untuk memainkan nada suara yang disebut harmonizer (merknya antara lain Eventide). Kata Harry, 31 tahun, pengatur harmoni ini bahkan mempercepat perekaman. Misalnya, kalau ia sudah membuat paket musik di nada dasar C, padahal modal vokal penyanyinya di B, tinggal tekan tombol menurunkan nada musiknya menjadi B. "Maka, semua nada dari musik yang sudah dibuat itu praktis menyesuaikan bermain di B, tanpa mengubah temponya," katanya. Kalau menggunakan cara-cara konvensional, penyesuaiannya akan berhari-hari. Kegunaan penting lainnya, bisa diperintah mendongkrak atau menurunkan nada vokal penyanyi. Dan masih dalam perekaman, jika suara si penyanyi fals pada bar tertentu maka pada bar itu dilakukan terapi. Kalau kurang tinggi, pada saat memindahkan ke jalur (track) lain, pada bar yang fals tersebut dilakukan penyesuaian. "Hanya penjiwaannya masih tetap tergantung penyanyi yang bersangkutan," kata Harry. Jika mesin ini diterapkan dengan kapasitas penuh, para penyanyi tak perlu bervokal bagus. Vokal boleh nomor dua, karena modal utama adalah tampang dan penampilannya. Nah, karena dari awal sampai akhir suara yang keluar dari tenggorokan sang artis melulu tergantung si mesin, menurut Musikus Mus Mualim, itu namanya sebagai usaha penipuan. "Bagi produser yang benar-benar profesional, alat itu digunakan hanya di saat darurat," katanya. Contohnya dalam rekaman. Jika seorang artis A yang bersuara tinggi tiba-tiba pada saat pengambilan suara tak bisa muncul di studio dan digantikan oleh artis B yang nada suaranya lebih rendah, maka perlu perkakas itu untuk menaikkan suara si B. Supaya sesuai dengan lagu yang mestinya dinyanyikan si A itu. Kata Mus Mualim, 53 tahun, di negeri tempat lahirnya, alat itu lebih utama digunakan dalam pembuatan film kartun. Bukan untuk manusia. "Tapi entah mengapa orang-orang di Glodok itu terbius pada kecanggihan alatnya. Padahal, itu juga menyinggung rasa musikalitas semua orang," tambah Mus. Vina Panduwinata, penyanyi yang vokalnya diakui berkualitas bagus itu, mengatakan, di negeri orang penggunaan teknologi tinggi dalam perekaman lazimnya hanya untuk memainkan musik, bukan vokalnya. "Supaya tak terdengar datar," katanya pada Gunung Sardjono dari TEMPO. Kalau vokalnya dikatrol ? "Itu hak si penyayilah untuk menuruti produser. Menurut saya, vokal penyanyi sebaiknya adalah yang asli, bukan hasil manipulasi." Konon, produser yang bermain dengan perkakas itu sudah banyak. Tapi baru JK Record yang mengakui di studionya ada mesin itu. Majikan JK, Judhi Kristianto, menegaskan bahwa penggunaan maksimal harmonizer dan micro-composer bukan untuk semua artisnya. Umpama, ketika Helen Sparingga di awal kariernya. Namun, setelah melewati latihan bertubi-tubi, belakangan Helen mulai bisa bernyanyi. Begitu pula dengan Meta Armys, penyanyi baru dengan debut Sendiri Tersiksa Rindu (musik ditangani Pompi. Kaset ini tak laris. "Untuk menutupi rugi saya mengandalkan kaset dari penyanyi-penyanyi saya yang vokalnya bagus," kata Judhi. Sedangkan penggunaan alat katrol vokal itu diakui Judhi akan membuat seorang penyanyi empot-empotan pada saat pertunjukan di panggung terbuka. Itulah tempat ujian. Bagi si "artis tabung" terbuka belangnya, karena ketahuan vokalnya memangjelek, walau penonton tergiur pada tampangnya. Untuk menyanggah seolah banyak penyanyinya sekadar jual wajah ayu, bukan vokalnya, Judhi siap mengajak pertunjukan bersama dengan penyanyi dari perusahaan lain. "Dengan demikian, artis-artis saya yang memang bisa menyanyi merasa ditantang," katanya. Mohamad Cholid & Tri Budianto S.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo