Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Film bertema teror drakula muncul lagi lewat The Last Voyage of the Demeter.Â
Film ini bercerita tentang serangan si pengisap darah di atas kapal di tengah samudra.Â
Sutradara Andre Ovredal ingin menampilkan sosok drakula yang lebih menakutkan.
Teror Drakula kembali hadir. Film horor berjudul The Last Voyage of the Demeter tayang di bioskop-bioskop di Jakarta dan sekitarnya sejak pekan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Film ini diadaptasi dari novel horor kondang Bram Stoker berjudul Dracula yang diterbitkan pada 1897. The Last Voyage of the Demeter hanya mengambil satu bab, The Captain's Log, dari novel tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Film ini menceritakan perjalanan sebuah kapal dagang bernama Demeter yang membawa puluhan peti kargo menuju London pada 1897. Film dibuka dengan penemuan sebuah kapal yang karam di perairan Inggris. Setelah dicek, tak ada orang satu pun di kapal tersebut. Hanya terdapat sebuah buku catatan perjalanan yang ditulis kapten kapal, Elliot, yang diperankan Liam Cunningham.
Seperti masuk mesin waktu, kejadian seketika berubah empat pekan sebelumnya. Di sebuah pelabuhan di Varna, Bulgaria, kejadian janggal mulai terjadi saat sebuah kotak kargo kayu dengan tutup berlambang naga ikut masuk lambung kapal.
Keanehan pertama terjadi saat awak kapal menemukan seorang perempuan bernama Anna—diperankan Aisling Franciosi—dari dalam salah satu kotak kayu. Anna ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Beruntung ada dokter bernama Clemens yang diperankan Corey Hawkins dalam daftar awak kapal.
Clemens (Corey Hawkins) dan Anna (Aisling Franciosi) dalam film 'The Last Voyage of the Demeter' (2023). Dok. Universal Studios
Teror terjadi saban malam. Di malam-malam jahanam itu, makhluk mengerikan memburu satu per satu orang yang ikut berlayar. Kejadian mengerikan ini rupanya sejalan dengan cerita dan peringatan dari Anna. Walhasil, kapten dan kru yang tersisa harus berusaha keras lolos dari teror.
Jonathan Pramono, 46 tahun, salah satu penonton The Last Voyage of the Demeter, memberi catatan positif pada film bikinan sutradara spesialis horor Andre Ovredal ini. Menurut Jonathan, suasana mencekam sukses dihadirkan dalam film berdurasi 119 menit ini.
Salah satunya lokasi kejadian di atas kapal yang berlayar di tengah samudra. "Teror saat malam, badai, dan di kapal yang enggak luas, sangat sempurna. Penonton seperti diajak terjebak kengerian Demeter," kata Jonathan ketika ditemui di bioskop di salah satu pusat belanja di Jakarta Pusat, Jumat lalu.
Pujian juga datang dari penonton lain, Rere Renata, yang menilai kualitas peran para pemain sangat bagus meski tidak ada aktor bintang dalam film ini. Perempuan yang berprofesi sebagai pengusaha kuliner itu awalnya sempat ragu akan deretan pemain di The Last Voyage of the Demeter.
"Akting dokter Clemens (Corey Hawkins), kapten Elliot (Liam Cunningham), dan anak kecil (cucu kapten Elliot yang diperankan Woody Norman) sangat baik. Akting takut dan cemasnya dapat banget," kata Rere setelah menonton di bioskop yang sama.
Sejatinya, Andre Ovredal sukses mengeksekusi sosok Drakula dengan ciamik. Ia tidak terburu-buru mempertontonkan musuh utama dalam filmnya. Di bagian awal, pelaku teror disajikan secara cepat dan minim. Tapi, pada akhirnya, Ovredal sanggup memberikan panggung yang tepat saat wujud Drakula jahat ditunjukkan.
Rupanya Ovredal memang berniat menyajikan sosok Drakula secara perlahan. Ia ingin sosok Drakula yang menyelinap di dalam kapal Demeter seakan-akan mengalami perubahan bentuk, dari semula bayangan-bayangan menjadi makhluk mengerikan.
"Bagi saya, kemunculan Drakula harus seperti sebuah evolusi bentuk. Saat Drakula berevolusi, ini bisa banyak diartikan oleh penonton," kata sutradara kelahiran Norwegia itu.
Dracula (Javier Botet) dalam film 'The Last Voyage of the Demeter' (2023). Dok. Universal Studios
Selain itu, sosok Drakula yang diboyong Ovredal dalam The Last Voyage of the Demeter berbeda dibanding film-film klasik sebelumnya. Drakula yang muncul bukanlah sosok iblis berpenampilan rapi yang memakai jubah, rambut klimis, dan gaya anggun khas bangsawan. Drakula versi Ovredal di atas kapal Demeter lebih mirip dengan iblis bersayap.
Bagian paling mengerikan adalah deretan gigi Drakula yang berantakan nan tajam. Lagi-lagi gambaran Drakula dengan empat gigi taring panjang yang rapi tak ditampilkan dalam film ini.
Bagi Ovredal, sosok Drakula yang ia inginkan berbentuk lelaki tua yang mengalami begitu banyak pembunuhan dan kekacauan mengerikan selama ratusan tahun. Drakula itu juga tak boleh sama dengan tokoh Count Dracula seperti di film Dracula (1931), Horror of Dracula (1958), dan Bram Stoker's Dracula (1992), ketika sosok Drakula bisa berbincang dengan manusia.
"Dia harus sangat kurus karena tidak mengisap darah dalam waktu lama, kemudian bergerak cepat ke geladak untuk mengisap darah para kru kapal," kata Ovredal.
Pengulas film dan salah satu pendiri Play Stop Rewatch, Andri Guna Santoso, menyebutkan hantu Drakula masih menjadi daya tarik film horor hingga kini sejak pertama kali diperkenalkan di layar lebar pada 1931. Menurut Andri, Drakula sudah menjadi simbol, legenda, serta budaya pop yang masuk jauh ke dalam kepala manusia.
"Terlebih Drakula terus-menerus dirawat dan diperkenalkan dengan bentuk dan versi yang berbeda," kata Andri, Jumat lalu.
Namun, menurut dia, Drakula yang lebih menyeramkan adalah sosok versi orisinal seperti yang digambarkan Bram Stoker. Sedangkan Drakula yang kekinian hanya dianggap menyentuh unsur pop alih-alih horor.
Sosok Drakula dalam dunia film horor sebenarnya sebelas-dua belas dengan sosok pocong dalam industri film Tanah Air. Nyatanya, sosok pocong selalu menghadirkan efek menakutkan dan sulit dilupakan penonton Indonesia. Karena itulah, film-film horor lokal bertema pocong cukup banyak diminati.
Bedanya, cerita awal mula pocong tidak rapi dan ikonik seperti Drakula. Meski begitu, kata Andri, saat ini hantu pocong sebagian sudah mengalami perubahan bentuk dalam versi modern. "Seperti yang digambarkan dalam game Dreadout."
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo