Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Film Sewu Dino berangkat dari cerita misteri yang ditulis akun Twitter SimpleMan.
Lebih menyeramkan dibanding KKN di Desa Penari, tapi alur Sewu Dino terasa lambat.
Film paling laris yang diputar selama libur Lebaran tahun ini.
Menonton film horor menjadi cara Alea dan kelima sahabatnya bersilaturahmi dalam momentum Idul Fitri. Berlokasi di salah satu pusat belanja di utara Kota Solo, Alea dan kawan-kawan memilih film Sewu Dino untuk ditonton bersama.
"Menonton bareng film horor itu memang enggak ada obatnya," kata perempuan berusia 30 tahun tersebut sembari tertawa bersama teman-temannya.
Alea dan kawan-kawan sudah janjian jauh-jauh hari untuk reuni kecil-kecilan. Maklum, meski tinggal di wilayah Solo Raya, mereka jarang bertemu karena masing-masing sudah sibuk bekerja. Momentum besar seperti Idul Fitri dan hari libur nasional rutin menjadi agenda pertemuan mereka.
Kebetulan, mereka memang pencinta film misteri. Tingginya promosi dan animo penonton Sewu Dino sudah pasti menarik minat Alea dan kawan-kawan. Beruntung, ekspektasi besar mereka terbayar setelah menonton film berdurasi 121 menit itu.
Menurut Alea, Sewu Dino merupakan film horor terbaik yang pernah mereka tonton. Film arahan sutradara Kimo Stamboel itu mampu menyuguhkan aura menakutkan dari awal sampai akhir.
"Cerita filmnya tersaji dengan lengkap. Semua misteri dijelaskan tanpa menyisakan pertanyaan," kata perempuan ibu rumah tangga itu.
Sementara itu, kawan Alea, Cikita, 31 tahun, menyebutkan, film Sewu Dino menampilkan efek gambar yang ciamik. "Efek gambar CGI-nya cukup rapi. Seperti film-film mahal begitu, tidak asal-asalan."
Namun Cikita dan Alea sepakat Sewu Dino punya kelemahan, yakni tempo cerita yang teramat pelan. Menurut Cikita, penceritaan yang pelan memang ditujukan untuk menjelaskan secara detail permasalahan dalam film. "Tapi efeknya bikin mengantuk dan bosan," tutur Cikita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Givina Lukita Dewi sebagai Erna (kanan), Mika Tambayong sebagai Sri dan Agla Artalidia sebagai Dini. Dok MD Pictures
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Film Sewu Dino bercerita tentang Sri, yang sedang kesulitan ekonomi, yang diterima bekerja di keluarga Atmojo dengan bayaran tinggi. Sebab, dia memiliki keunikan: ia lahir pada Jumat Kliwon. Bersama Erna dan Dini, mereka dibawa ke gubuk tersembunyi di tengah hutan.
Di gubuk itu, Sri, Erna, dan Dini bertugas memandikan Dela Atmojo, cucu Karsa Atmojo, yang pingsan karena kutukan santet Sewu Dino atau seribu hari. Mereka tidak bisa lari dari gubuk karena terikat perjanjian mistis dengan Karsa Atmojo. Walhasil, mereka harus menyelesaikan ritual sampai hari ke-1.000. Jika mereka melanggarnya, kematian menanti. Sri ditugaskan melakukan ritual penyucian untuk Dela Atmojo. Teror dimulai ketika seorang temannya lupa menyelesaikan upacara tersebut.
Film Sewu Dino berangkat dari cerita misteri yang ditulis oleh akun Twitter SimpleMan. Cerita Sewu Dino juga dicetak menjadi buku. SimpleMan adalah penulis cerita misteri KKN di Desa Penari, salah satu film Indonesia terlaris sepanjang sejarah yang ditonton lebih dari 10 juta orang.
Film Sewu Dino punya cerita lebih menyeramkan dibanding KKN di Desa Penari. Kekuatan mistis santet yang masih familier dengan kehidupan masyarakat Indonesia menjadi kekuatan Sewu Dino. Walhasil, cerita Sewu Dino terasa lebih dekat dengan penonton.
Sutradara Kimo Stamboel mengakui bahwa cerita santet SimpleMan menjadi tulang punggung cerita Sewu Dino. Kimo, dalam sebuah wawancara promosi film dengan MD Pictures, menyebutkan dirinya sempat beberapa kali bertemu dengan pemilik akun SimpleMan.
Selain tatap muka, komunikasi lewat daring terjalin antara Kimo dan SimpleMan. Bagi Kimo, komunikasi tersebut ia manfaatkan untuk menggali lebih dalam cerita Sewu Dino yang diklaim SimpleMan berdasarkan kisah nyata. "Saya tanyakan cerita yang tidak ada dalam tulisan di thread Twitter."
Meski begitu, Kimo mengatakan, pihaknya tak menambah atau mengubah cerita Sewu Dino selain dari cerita dan buku karya SimpleMan. Ia tak mau nyawa dan cerita Sewu Dino melenceng dari versi asli.
Sejak tayang pada 19 April lalu, film Sewu Dino telah disaksikan lebih dari 2 juta penonton. Walhasil, Sewu Dino menjadi film paling laris yang diputar selama libur Lebaran tahun ini. Bahkan, Sewu Dino berpeluang mengalahkan film terlaris tahun ini, Waktu Magrib, yang telah ditonton sebanyak 2,4 juta orang.
Poster film Sewu Dino. Dok MD Pictures
Kritikus film dan salah satu pendiri Play Stop Rewatch, Andri Guna Santoso, mencatat sejumlah poin positif dari Sewu Dino. Salah satunya tentang plot cerita yang jelas dan dipaparkan dengan cermat hingga tak menyisakan pertanyaan di benak penonton.
Menurut Andri, plot cerita Sewu Dino lebih baik ketimbang film horor produksi MD Pictures sebelumnya, KKN di Desa Penari. Menurut Andri, plot cerita KKN di Desa Penari masih menyisakan kebingungan di benak penonton. "Film ini mengandalkan atmosfer untuk membangun momen horornya," kata Andri.
Selain itu, Andri memuji keseriusan penggarapan gambar dan efek CGI yang rapi. Dengan kata lain, rumah produksi masih mampu memberikan kualitas tayangan jempolan untuk penonton.
Namun, Andri mencatat sejumlah poin kekurangan dari Sewu Dino. Salah satunya, seperti yang juga dirasakan oleh Cikita dan Alea di awal, alur cerita yang teramat lambat. Risikonya, penonton bisa merasa jenuh saat mencerna alur cerita yang terlalu pelan. Padahal para penonton biasanya berharap alur cerita berjalan cepat, terlebih ini adalah film horor.
Andri juga mencatat cerita yang tak logis dalam film Sewu Dino. Salah satunya tentang keputusan meninggalkan Sri, Erna, dan Dini di gubuk di tengah hutan demi merawat Dela Atmojo. "Kenapa tidak ditemani saja, bukankah semakin ramai semakin baik?" kata Andri.
Sewu Dino kabarnya menjadi bagian awal dari Trah Pitu Lakon atau sebutan tujuh keluarga besar yang bersekutu dengan sang ratu hitam. "Ini masih awal untuk sesuatu yang lebih kelam tentang bagaimana manusia bisa menjadi sesuatu yang tak pernah bisa dibayangkan," cuit SimpleMan pada 18 April lalu.
Dari persekutuan itu, ketujuh keluarga besar tersebut mendapatkan imbalan kekayaan, kedudukan, kehormatan, kekuatan, bahkan ada yang mendapat kekekalan. Setiap keluarga memiliki pemimpin masing-masing. Mereka yang mengambil keputusan langsung sekaligus mewakili keluarganya saat bertemu. Setiap keluarga memiliki perewangan atau kadang disebut ingon-ingon atau dalam bahasa Indonesia disebut peliharaan.
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo