Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Tokoh tak nampak di sebelah ...

Lokakarya penyuntingan naskah buku, diselenggarakan oleh ikapi, cabang jakarta, al: diberikan ceramah, diskusi dan praktek kerja. peranan penyunting berkaitan dengan kualitas buku.

29 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMANYA tak pernah dicantumkan dalam buku. Padahal sesudah sang pengarang, dialah orang yang menentukan kualitas buku itu. "Pada suatu bari, sedang Asam Sudin mandi seorang dirinya di pancuran, bertemulah olehnya segulung rambut yang hitam berkilat dan panjang." Kalimat dalam sebuah buku kumpulan cerita pendek itu agak kacau, gara-gara penggunaan kata kerja (bertemulah) yang tak tepat. Seorang penyunting naskah, atau editor, buku yang baik tentulah tak akan melepaskan kalimat itu begita saja. Mengingat banyak buku terbit dengan bahasa yang tak terjaga seperti itu, Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia) cabang Jakarta membuka lokakarya penYuntingan naskah buku. Diikuti 32 peserta dari 24 penerbit lokakarya dibuka Rabu pekan lalu untuk selama 10 hari. Antara lain diberikan ceramah tentang penyuntingan, tentang mengonsep naskah, juga tentang bahasa dalam penulisan buku. Juga diskusi, dan akhirnya praktek kerja pada beberapa penerbit besar yang telah bersedia menerimanya. Benarkah penyunting naskah hanya bertugas membenahi bahasa? Rupanya tidak. Soekanto S.A., pengarang cerita anak-anak yang bekerja sebagai penyuntmg naskah pada penerbitan buku majalah Femina, menyebut banyak tugas lain bagi seorang penyunting. Ia mencetuskan ide buku macam apa yang baik diterbitkan. Ia mencari pengarang yang bisa diajak kerja sama. Ia menolak, atau menyetujui, naskah yang masuk. Ia bahkan ikut merencanakan bentuk bukunya nanti. Penyunting naskah di beberapa penerbit di Jakarta memang sudah mengerjakan itu. Diah Ansori dari penerbit Djambatan, misalnya. Buku seri orangorang berjasa terbitan Djambatan, misalnya, Raden Ajeng Kartini atau Louis Pasteur, adalah ide Diah. Memang bukan 100% idenya: sekitar tiga tahun lalu, searang pengarang menyodorkan naskah biografi Madame Curie, wanita Prancis penemu unsur radium itu. Tapi, dari naskah itulah muncul gagasan, untuk menerbitkan buku serupa tentang orang-orang yang berjasa. Ia pun lantas menghubungi beberapa pengarang yang dipandangnya mampu menulis biografi itu. Kini telah terbit 12 judul. Tak jarang pula seorang penyunting naskah melihat isi yang bagus tapi yang diutarakan dalam bentuk yang bengkok. Ini dialami oleh Armyn lIarahap, 27 tahun, salah seorang dari enam penyunting naskah pada penerbit Gunung Mulia. Pada suatu hari, tuturnya kepada wartawan TEMPo Surasono, datang seorang pengarang menyerahkan naskah tentang perjalanan ke Jepang. Armyn melihat, isinya menarik buat menambah pengetahuan anak-anak tentang negeri Matahari Terbit itu. Tapi bentuk pengutaraannya membosankan. Juga Ahli Bahasa Maka, Armyn mengusulkan. bentuk naskah tersebut perlu diubah. Ternyata pengarangnya cukup rendah hati. Ia serahkan saja pengubahannya kepada penyunting muda itu. Oleh Armyn, naskah disusun kembali dalam bentuk surat-menyurat seorang gadis remaja. Membaca kembali naskah yang telah diubah Armyn, pengarang naskah tersebut senang. Buku pun terbit. Dan karya Shanti Shinta (nama samaran) Perjalanan Shanti ke Negeri Sakura itu pun laris. Tapi tak selamanya kerja sama penyunting dan pengarang lancar. Pengarang yang baru belajar biasanya bisa menerima saran dan perbaikan yang dilakukan penyunting. Tapi pengarang yang sudah punya nama, begitu diberi tahu naskahnya harus diperbaiki biasanya "langsung menarik naskahnya kembali". Siapa contohnya Armyn agaknya sungkan menyebutnya. Contoh datang dari penerbit Idayu. Darsyaf Rahman, salah seorang anggota redaksinya, menceritakan bagaimana Prof. Sutan Takdir Alisjahbana, budayawan yang menulis novel antara lain Layar Terkembang dan Anak Perawan di Sarang Penyamun, sama sekali menolak penyuntingan naskahnya. Misalnya kata depan 'di', menurut Takdir boleh saja dibubungkan dengan kata yang mengikutinya. "Misalnya di hidung," tutur Darsyaf, "menurut pak Takdir boleh digandeng menjadi dihidung. " Dan Darsyaf hanya menyerah. "Kan pak Takdir juga ahli bahasa," dalihnya -seakan tiap ahli bahasa bebas bikin ejaan sendiri. Lain Takdir lain Hemingvay. Pengarang besar seperti Heming vay, pemenang Hadiah Nobel, ternyata beruung jasa kepada editornya. Sebuah novel sastra Amerika Serikat yang laris, Catch22, judulnya diberikan oleh penyunting naskah dan bukannya oleh Joseph Heller, si pengarang. Novel La Rose Meskipun begitu, tak semua penerbit memiliki penyunting naskah--terutama sejumlah penerbit kecil. "Jangankan menggaji seorang editor, membayar honorarium pengarangnya pun terkadang seret," tutur seorang penyunting naskah buku yang pernah berurusan dengan penerbit yang tak memiliki penyunting naskah. Dan juga, tak semua penerbit, atau penyunting naskah, mempertahankan kualitas buku yang bakal diterbitkannya. Misalnya, penerbit Cypress. Novel Ditelan Kenyataan karya La Rose, umpamanya, merupakan novel yang praktis ditulis kembali sama sekali oleh Elanda Rosi--pemimpin redaksi yang juga bertindak selaku penyunting naskah--di kantor Cypress. I api toh beberapa buku yang dikeluarkan penerbit itu diloloskan tanpa sentuhan penyunting. Itu bila pengarangnya memang keberatan disunting, sementara naskah tersebut diperkirakan akan laris. Tapi apa sih, sebetulnya, persyaratan untuk menjadi seorang penyunting naskah buku? Armyn dari BPK Gunung Mulia itu hanya menyebut. "Barangkali ia harus orang yang suka membaca buku dan kritis. Saya sendiri, 'kan penulis cerita anak-anak." Mungkin, kecuali harus paham soal ketatabahasaan dan menguasai bidang ilmu yang diperlukan, selera yang selalu terjaga juga perlu dimiliki seorang editor. Michael di Capua, salah seorang penyunting naskah buku terkenal di Amerika Serikat, menceritakan cara kerjanya dia baca naskah itu berkali-kali. Kalau tak ada yang membosankan, hingga dia bisa membacanya terus tanpa berhenti, naskah itu dianggapnya siap dicetak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus