Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Libur Lebaran: Saatnya Menonton Film Horor

Film horor masih menjadi selera terbesar pasar perfilman Indonesia. Sengaja diputar saat libur Lebaran.

7 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Perkembangan film horor lokal dari zaman Suzanna sampai pasca-reformasi. 

  • Butuh keberanian dari pembuat film untuk menerobos pakem lama film horor. 

  • Derasnya film horor internasional ikut menambah wawasan film horor lokal.

DUA film horor karya sutradara papan atas akan bersaing di layar lebar Tanah Air pada libur Idul Fitri pekan depan. Dua film itu adalah Siksa Kubur garapan sutradara Joko Anwar dan film sekuel KKN di Desa Penari, Badarawuhi di Desa Penari, karya Kimo Stamboel yang akan tayang serempak pada 11 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah media dan penikmat film berpendapat bahwa duel Siksa Kubur dan Badarawuhi di Desa Penari akan berlangsung sengit. Kedua film akan beradu menjaring penonton sebanyak-banyaknya. Maklum, momentum libur Lebaran dalam beberapa tahun terakhir dijadikan ajang untuk memasarkan film andalan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada Lebaran tahun lalu, yang juga jatuh pada pertengahan April 2023, MD Pictures merilis film horor Sewu Dino yang sukses meraup 4,8 juta penonton. Walhasil, film yang disutradarai Kimo Stamboel itu menduduki peringkat ke-8 daftar film terlaris di Indonesia. 

Kemudian, pada libur Lebaran 2022, tepatnya Mei 2022, MD Pictures merilis film KKN di Desa Penari (juga karya Kimo Stamboel) yang sukses menembus lebih dari 10 juta penonton. Film yang diangkat dari cerita thread di Twitter milik akun SimpleMan itu didapuk menjadi film terlaris sepanjang masa Indonesia. 

Fakta di atas seakan-akan membuktikan film horor masih menjadi selera terbesar pasar perfilman Indonesia. Joko Anwar mengakui hal itu. Sutradara 48 tahun itu bahkan menyebutkan selera film horor di Tanah Air sudah muncul sejak masa penjajahan. "Pada 1934, Indonesia pernah mengekspor film Dua Siluman Ular Putih dan Hitam ke Singapura," kata Joko Anwar, Rabu, 3 April lalu. 

Maudy Effrosina (kanan) dalam film Badarawuhi di Desa Penari. Dok. MD Pictures

Sejumlah pengamat film setuju atas pendapat tersebut, tapi dengan beberapa catatan. Hikmat Darmawan, misalnya, tak membantah bahwa selera horor masih menjadi arus utama bisnis perfilman di Indonesia. Namun ia tak setuju jika film horor dianggap sebagai yang terlaris sepanjang masa. 

Alasannya mudah, pencatatan film secara masif di semua bioskop di Indonesia baru dilakukan setelah Reformasi 1998. Sebelumnya, pencatatan jumlah penonton film di bioskop hanya dilakukan di Ibu Kota. "Pada 1980-an, catatan film terlaris hanya sekitar 400 ribu penonton. Itu pun di sekitar Jakarta," tutur Hikmat.

Hikmat menyebutkan film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI yang dirilis pada 1984 ada kemungkinan bisa menjadi film terlaris sepanjang masa di Indonesia. Sebab, film bermuatan politik propaganda tersebut ditonton oleh jutaan orang saban tahun selama beberapa dekade. 

"Kalau genre horor, bisa juga itu (Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI) masuk kategori horor karena horor itu menakut-nakuti penonton," katanya.  

Hikmat mengatakan film horor di Indonesia mulai menunjukkan kualitasnya sejak 1970-an, seperti film Lisa (1971), Beranak dalam Kubur (1971), Cincin Berdarah (1973), dan Nafsu Gila (1973). Berlanjut pada 1980-an ketika film horor Indonesia didominasi oleh aktris Suzanna, seperti Sundelbolong (1981), Ratu Ilmu Hitam (1981), Nyi Blorong (1982), Telaga Angker (1983), Bangunnya Nyi Roro Kidul (1985), Malam Jumat Kliwon (1986), dan Ratu Buaya Putih (1988). 

"Saat itulah Suzanna didapuk sebagai diva film horor Indonesia," kata Hikmat. 

Menurut Hikmat, film-film horor Suzanna biasanya tergolong film kelas B atau film dengan pendanaan yang tak terlalu mahal. Meski begitu, film-film tersebut tetap laris manis di bioskop. Dekatnya isu mistis dengan kehidupan masyarakat menjadi musabab mudahnya film horor Suzanna cs diterima pasar.

Meski dicap sebagai film horor kelas B dan gemar mengusung isu sensualitas perempuan, Hikmat tidak setuju jika film horor terdahulu tak berkualitas. Faktanya memang isu sensualitas lekat dengan film-film horor Suzanna, tapi ada saja nilai kekuatan perempuan. 

"Misalnya perempuan korban kekerasan jadi hantu dan menuntut balas. Lalu ada juga peran Suzanna jadi Ratu Pantai Selatan. Ini ada nilai perempuan itu tangguh, bukan sekadar korban tak berdaya," ujar Hikmat. 

Sementara itu, pengamat film sekaligus dosen jurusan film Binus University, Ekky Imanjaya, mengatakan tak semua film horor Indonesia dianggap kurang berkualitas. Sebab, pada era pasca-reformasi, misalnya, muncul film-film horor segar yang tak terbatas pada isu lama, seperti hantu yang klise.

Ekky merujuk pada film-film horor buatan Joko Anwar, seperti Kala (2007), Pintu Terlarang (2009), Pengabdi Setan (2017), dan Perempuan Tanah Jahanam (2019), sampai yang paling anyar Siksa Kubur (2024).

Menurut Ekky, sudah seharusnya kalangan pembuat film berani menerobos pakem horor yang terjaga sejak beberapa dekade silam seperti yang dilakukan Joko. Selain itu, Ekky memuji sejumlah film, seperti Qodrat (2022), yang berhasil memadukan film horor dengan laga. 

"Kesegaran ide menjadi sangat penting untuk menjaga kualitas film di Indonesia, termasuk film horor," kata Ekky. 

Reza Rahadian dalam film Siksa Kubur. Dok. Come And See Pictures

Adapun Andri Guna Santoso, pengamat film dari Play Stop Rewatch, berpendapat sejatinya selera film horor tidak hanya menjamur di dalam negeri. Di pasar film internasional, tren horor masih terjaga dalam beberapa tahun. Ada saja film horor internasional yang masuk ke bioskop Indonesia bahkan hampir setiap bulan. "Ada pengalaman sinematik paling terasa dibanding film genre lain," ujar Andri. 

Soal kualitas film horor lokal, Andri menyebutkan saat ini sudah cenderung membaik. Banyaknya film horor yang beredar secara otomatis akan meningkatkan daya saing film. Walhasil, para pembuat film akan mendorong kemampuan satu sama lain untuk menciptakan terobosan baru. 

Selain itu, derasnya film horor internasional ikut mempengaruhi tren horor di bioskop lokal. Sejak film Conjuring-Insidious, sutradara lokal mulai menggarap film bertema hantu dengan unsur jumpscare tanpa musik sampai munculnya sosok hantu pada siang hari. "Sekarang film horor memasuki tren di mana hantu berbentuk iblis atau hasil dari okultisme, bukan lagi setan gentayangan," kata Andri.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus