Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
I Ketut Teja Astawa menggelar pameran tunggal di Galeri Lawangwangi Creative Space Bandung hingga 15 Januari 2024.
Karya Teja terinspirasi oleh seni lukis Bali klasik asal Desa Kamasan, Klungkung.
Perjalanan ide kreatif Teja terlihat dari 30-an lukisannya yang dia buat sejak 1990-an.
Di suatu pantai yang ramai, melintas sebuah kapal terbang dengan posisi miring. Dari bagian ekornya, mencelat seseorang bertelanjang dada. Sementara itu, di daratan, orang-orang menggelar tikar untuk berjemur dan sebagian lagi duduk santai di bawah payung besar. Tapi, di sisi lain, muncul ketegangan dari kehadiran tank, kapal laut di perairan, dan benda terbang tak dikenal alias UFO di angkasa. Adapun pada lukisan lain, sosok-sosok orang bercawat, di antaranya memakai mahkota, tampak bersemangat menunggu kedatangan tamu dari lepas pantai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua lukisan berjudul Bermain di Pantai dan Menyambut Kapal Laut itu merupakan sebagian karya terbaru I Ketut Teja Astawa. Seniman 52 tahun asal Bali itu tengah berpameran tunggal di Galeri Lawangwangi Creative Space Bandung sejak 15 Desember 2023 hingga 15 Januari 2024. Berjudul "The Unusual Epic", ekshibisi itu memajang 30-an karya lukisan dan patung buatan Teja sejak periode 1990-an hingga sekarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di ruang galeri, terlihat perbedaan kontras pada kanvas lukisan. Pada periode awal, setelah lulus kuliah dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar pada 1990, Teja cenderung memenuhi bidang gambar dengan banyak figur. Entah itu burung, orang, atau elemen lain. Kelirnya pun semarak oleh aneka warna. “Teja membuat ruang, kedalaman, dan itu muncul lagi di karya-karya terakhirnya sekarang,” kata kurator pameran Rizky A. Zaelani di lokasi pada Jumat, 15 Desember lalu.
Pada periode lain, sekitar 2000-an, guratan pada kanvasnya mulai sepi figur dan lebih menonjolkan komposisi bidang serta warna. Misalnya, pada lukisan berjudul Untitled, Dear, atau Confused. Perubahan itu diduga akibat pengaruh dari kurator. “Dari warna, pencarian yang dulu itu masih terbawa tanpa sadar,” ujar Teja. Dia masih punya keinginan untuk mempertahankan seni lukis tradisi Bali dengan beberapa variasi baru, misalnya gambar batu yang dicat selain cokelat.
Lukisan berjudul "Bermain di Pantai" berukuran 4 x 2 meter dalam pameran tunggal seniman Bali I Ketut Teja Astawa bertajuk "Unusual Epic" di Galeri Lawangwangi Creative Space Bandung, Jawa Barat, 15 Desember 2023. TEMPO/ Anwar Siswadi
Kekaryaan Teja terkait erat dengan seni lukis Bali di Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung, Bali. Desa itu merupakan pusat kebudayaan Bali pada abad ke-14 hingga 15. Ciri khas lukisan di sana, misalnya, bergaya wayang dengan menampilkan fragmen dari berbagai kisah, seperti dari kitab Sutasoma, Mahabharata, dan Ramayana.
Teja, yang kini tinggal dan bekerja di Sanur, tidak tumbuh di lingkungan Desa Kamasan, tapi ia gemar belajar dan terinspirasi oleh tradisi seni itu. Oleh neneknya, ia sejak kecil dikenalkan pada kisah-kisah pewayangan.
Menurut Rizky, karya lukisan terbaru Teja Astawa sepenuhnya mengembangkan inspirasi dari tradisi seni Kamasan hingga menjadi perkembangan karakter ekspresi lukis Bali. Sebelumnya, Teja telah menunjukkan kecenderungan mengerjakan karya figuratif dengan inspirasi bentuk-bentuk yang berasal dari tradisi wayang. Kecenderungan ini menjelaskan arah ataupun tahapan dari cara Teja mengenali lebih dekat tradisi seni Kamasan.
Lukisan pada periode 2000-an menunjukkan pola penggambaran obyek-obyek tunggal yang ditempatkan dalam bidang-bidang komposisional berwarna. Bentuk-bentuk figur pun digambarkan berbeda dari kebiasaan tradisi wayang. “Tampak lebih bersifat karikatural,” kata Rizky. Karya-karya pada periode ini kebanyakan dikerjakan Teja Astawa di Yogyakarta dan sebagian lainnya di Bali. Dalam ekspresi lukisannya, Teja menunjukkan pengalaman berdasarkan kebiasaan masyarakat Bali.
Pada masa itu juga, Rizky melanjutkan, lukisan Teja menunjukkan kaitan yang lebih rinci antara masalah figurasi bentuk dan ekspresi bidang warna. Kekaryaannya menegaskan artikulasi tentang nilai pengalaman tubuh yang terkait dengan ruang dan dimensi warna. Penciptaan deformasi bentuk dari inspirasi wayang mengarah ke pola gerak tubuh dalam keseharian hidup. “Bukan lagi pose dengan kodifikasi simbolis,” kata Rizky.
Gambaran tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam lukisan seni Kamasan terikat kodifikasi bentuk tertentu yang menyangkut ukuran, posisi, warna, karakter, postur, wajah, dan atributnya. Kodifikasi itu mempertegas karakter penokohan, misalnya dewa, raja, pendeta, putri, pengiring, dan raksasa. Secara umum, terdapat pola pembagian dua karakter, yaitu kelompok baik dan kasar atau jahat. Seni Kamasan merupakan ekspresi tradisi seni yang terikat pada ajaran dan nilai-nilai agama serta kepercayaan.
Patung berjudul "Burung Garuda" dalam pameran tunggal seniman Bali I Ketut Teja Astawa bertajuk "Unusual Epic" di Galeri Lawangwangi Creative Space Bandung, Jawa Barat, 15 Desember 2023. TEMPO/ Anwar Siswadi
Karya finalis Philip Morris Art Award 2001 itu ikut dikoleksi oleh Weltkulturen Museum di Jerman serta Jeju Museum di Korea Selatan. Pameran tunggal Teja sebelumnya dihelat pada 2008 dengan judul "Works of Ketut Teja Astawa" di Gallery Roemah Roepa Jakarta dan "Batman Forever" pada 2009 di Sunjin Gallery Singapura. Sementara itu, dalam tiga tahun terakhir, pameran tunggalnya berjudul "Terbahak Krisis Estetis ala Teja Astawa" pada 2020 digelar di Galeri ZEN1 Bali, kemudian "Zoom Out ala Teja Astawa" di Art1 New Museum Jakarta pada 2021, dan "Ruang Waktu Datar 2022" di Jakarta.
Gambaran tematik dalam kekaryaan lukisan Teja, menurut Rizky, bukan soal mengganti, menggeser, atau mengubah kisah dan posisi penting yang biasa terdapat dalam pakem-pakem kisah wayang. “Dia justru ingin menciptakan karakter sosok, tokoh, atau dunianya sendiri,” katanya. Dalam ekspresi karyanya, Teja menjajarkan wujud karakter wayang yang berbeda dari kisah-kisah masa lalu dengan kisah masa kini. Dia tidak khawatir cara itu akan mengganggu eksistensi karakter wayang yang telah dipahami secara umum.
Teja tidak bermaksud mengubah tradisi seni Kamasan, melainkan hendak menghidupkan seni lukis dengan caranya sendiri untuk melampaui batasnya sebagai kisah pewayangan. Sebagai ekspresi seni rupa, Rizky melanjutkan, lukisan Teja mengungkap lebih dalam masalah komposisi daripada soal narasi dan menggali kemungkinan-kemungkinan interpretasi makna kisah-kisah pewayangan. “Komposisi teknis lukisan-lukisan Teja jelas tak lagi sama dengan komposisi teknis tradisi lukisan Kamasan Bali karena telah terindividualisasi secara khas dan unik.”
Selain lukisan, ikut ditampilkan beberapa karya patung, seperti Burung Garuda buatan 2023. Terbuat dari bahan kuningan atau campuran logam tembaga dan seng, sosok burungnya dipadukan dengan tubuh orang serta dipasangi celana dan mahkota. Sementara itu, di bagian depan galeri, dipasang karya Burung dan Pohon buatan 2015. Menggunakan kayu dari pohon waru, karya itu berupa sebatang pohon yang dikitari burung-burung dari sosok karakter game terkenal di dunia.
ANWAR SISWADI (BANDUNG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo