Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH empat tahun penulis Andrea Hirata hidup tanpa telepon seluler. Ia memutuskan tidak menggunakan ponsel karena merasa terusik, terutama setelah novel Laskar Pelangi laris di pasar. Ia menerima banyak panggilan mengisi acara, seperti diskusi. Bahkan penggemarnya memintanya aktif di media sosial. Pria asal Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung, itu lama-lama merasa lelah dengan aktivitas tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai orang yang pernah bekerja di perusahaan telekomunikasi, Andrea mengakui sikapnya itu paradoks. “Saya cukup lama kerja di bidang itu, tapi sekarang malah enggak pegang hape, he-he-he…,” ujarnya setelah meluncurkan novel teranyarnya, Guru Aini, di Kemang, Jakarta Selatan, Ahad, 2 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andrea tak cuma hidup tanpa ponsel. Ia juga menyerahkan pengelolaan akun media sosial, yang berisi informasi aktivitas dan karyanya, kepada manajemennya. Sesekali ia menggunakan ponsel manajernya, Silvi, bila merasa perlu merekam suara atau mengambil gambar untuk riset. Ia memilih berkomunikasi melalui surat elektronik dengan kerabatnya.
Kebiasaan ini, kata dia, sangat efektif menunjang kegiatannya menulis. Ia merasa lebih produktif lantaran hidup nyaris tanpa gangguan. “Tapi, kalau ada kawan mau bertemu, mengobrol panjang lebar, saya ladeni,” ucapnya, tersenyum. Dia mengungkapkan, kebiasaan orang Melayu gemar berbicara sejak pagi hingga petang jangan sampai hilang hanya karena perkembangan teknologi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo