Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kevin dan Maureen aktif meneliti sejak menjadi mahasiswa preklinik kedokteran.
Sejak 2017, Kevin dan Maureen sudah melakukan sekitar 20 penelitian.
Kevin dan Maureen menilai dokter harus terus memperbarui ilmu dari riset.
Meneliti sudah menjadi hobi yang rutin dilakukan Kevin Tandarto dan Maureen Miracle Stella dalam lima tahun terakhir. Sejak masih menjadi mahasiswa preklinik kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Atma Jaya Jakarta, Kevin dan Maureen sudah giat meneliti dan mengikuti kompetisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kevin, yang kini menjadi dokter internship di Nusa Tenggara Timur, mengungkapkan, tak pernah ada pikiran untuk melakukan penelitian ketika baru kuliah. “Malah dulu saya benci skripsi. Enggak suka. Belajar metodologi penelitian juga nilai saya pas-pasan,” kata Kevin kepada Tempo, Rabu, 18 Mei 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semua itu berubah ketika pria kelahiran Jakarta, 9 Oktober 1997, ini iseng mengikuti perlombaan Atma Cordis, acara terbesar FKIK Atma Jaya bertaraf nasional. Di sana, ia mengenal Maureen, juniornya yang sudah lebih dulu terjun di dunia penelitian.
Ketertarikan Kevin pada riset semakin tinggi ketika masa pandemi. Pasalnya, banyak misinformasi dan hoaks seputar Covid-19 dan vaksin. Sehingga penelitian menjadi penting untuk memberi informasi yang benar kepada masyarakat. Selain meneliti, pencinta drama Korea ini aktif menjadi edukator kesehatan di Instagram, dengan jumlah pengikut 24 ribu akun.
Adapun ketertarikan Maureen pada dunia penelitian bermula dari keikutsertaan dalam lomba poster kesehatan di Sulawesi Tenggara, pada Mei 2017. Maureen, yang saat itu masih menjadi mahasiswa tahun pertama, berhasil keluar sebagai juara ketiga. “Dari situ mulai semangat. Akhirnya setahun kemudian bertemu dengan Kevin di lomba Atma Cordis,” ujar dara berusia 24 tahun itu. Total ada lebih dari 20 penghargaan yang diraih Maureen dalam berbagai lomba karya ilmiah.
Kevin Tandarto (kiri) dan Maureen Miracle Stella menunjukan tiga tropi yang diraih dalam kompetisi nasional Dermatology and Venereology Diseases HSF, 2021. Dok. Pribadi. Dok. Pribadi
Sejak 2017 hingga sekarang, Kevin dan Maureen sudah melakukan sekitar 20 penelitian, yang separuh di antaranya telah dipublikasikan dalam jurnal nasional hingga internasional, serta dipresentasikan dalam konferensi di dalam maupun di luar negeri, seperti Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan.
Beberapa penelitian keduanya yang dipublikasikan dalam jurnal di antaranya Exhaled Breath Condensate (EBC) Analysis: Latest Non-Invasive Practical Methods for Diagnosing Atopic Dermatitis and Monitoring Response to Corticosteroid Therapy di Journal of Pakistan Association of Dermatologists, Potensi Dimer A3-APO untuk Mengontrol Populasi Escherichia coli Resisten Obat: Sebuah Tinjauan Pustaka di Journal of Medicine and Health, dan Atropine 0.01% as a Potential Myopia Prevention in Children with Dosage Effectivity Comparison: a Literature Review di Yarsi Academic Journals.
Meski disibukkan dengan koas dan magang, Kevin dan Maureen tetap aktif meneliti. Saat ini, keduanya sedang terlibat dalam penelitian tentang systemic lupus erythematosus (SLE), salah satu jenis penyakit lupus, bersama seorang dokter spesialis penyakit dalam. Kevin dan Maureen bertugas mengumpulkan data sekunder. Hasil penelitian itu akan dibawakan dalam konferensi pada Juli mendatang.
Maureen mengungkapkan bahwa keduanya masih giat meneliti karena persaingan ketat di dunia kedokteran. Sehingga ia dan Kevin berpikir untuk membuat keduanya berbeda dengan mahasiswa kedokteran maupun dokter umumnya. Dari segi akademik, kata Maureen, kebutuhan akan riset meningkat pesat selama masa pandemi. Karena itu, ia menilai, seorang dokter sebaiknya tidak hanya berpraktik, tapi juga harus memperbarui ilmu dari riset terbaru, serta menelaahnya.
Kevin pun sependapat. Menurut dia, jumlah dokter ilmuwan masih sedikit di Indonesia. Apalagi riset di Tanah Air juga masih tertinggal dibanding negara-negara lain di Asia. Dokter, kata Kevin, harus menjadi inovator untuk mencari ilmu baru. “Kira-kira, ada-tidak ilmu yang lebih baik dibanding ilmu yang kita gunakan sekarang. Kalau ada yang lebih baik, itu lebih bagus untuk pengobatan ke pasien,” tutur alumnus Jubilee School tersebut.
Dari puluhan penelitian yang dilakukan, Kevin sangat berharap karya ilmiahnya dapat dilirik dokter-dokter atau ilmuwan di luar negeri. Ia ingin Indonesia dilihat sebagai negara yang mampu melakukan penelitian. Adapun Maureen berharap dapat menjalin kolaborasi antarfakultas agar hasil penelitiannya lebih obyektif, maksimal, dan diakui negara lain.
Dari pengalaman keduanya, sebuah penelitian paling cepat memakan waktu 2-3 bulan. Sedangkan penelitian terlama yang pernah dirasakan Kevin yaitu membuat skripsi tentang penurunan kualitas hidup pada pasien gerd, yang memakan waktu tiga tahun. Prosesnya dari bikin proposal, sidang hasil, sampai publikasi.
Maureen Miracle Stella. Dok. Pribadi
Adapun Maureen membuat skripsi hingga dua tahun. Ia banyak menghabiskan waktu di laboratorium untuk meneliti efek antiinfeksi pada lactoferrin, protein yang terdapat pada susu sapi. Penelitian itu bahkan masih diteruskan para juniornya. “Saya main di lab dua tahun karena lama bangetnya itu nyari cara purifikasi proteinnya dengan harga yang murah, dengan sumber daya seadanya. Itu susah banget,” tutur perempuan yang punya hobi bermain biola dan selo ini.
Kevin menimpali bahwa waktu menjadi kendala dalam setiap penelitian. Pernah ia sedang melakukan riset, tapi pada saat yang bersamaan harus belajar dan menyelesaikan tugas kuliah. Pekerjaannya sebagai asisten penelitian pun sempat terbengkalai, terutama ketika mengikuti Olimpiade bidang kesehatan pada 2018.
Kevin dan Maureen juga kompak menyatakan bahwa semua guru besar dan dosen di kampusnya adalah sosok yang paling berjasa dalam setiap capaian mereka di bidang penelitian.
Maureen menjadikan orang tuanya sebagai panutan untuk membangun karier dari nol. Salah satu motivasi terbesarnya meneliti juga berasal dari pamannya, dokter Ruddy Min, serta kedua sepupunya yang merupakan dokter spesialis, yaitu Yohanes Iddo dan Febrian Mulsa Santausa. “Mereka yang menasihati untuk memulai riset,” ujar perempuan kelahiran Karawang, 13 April 1998, ini.
Kepada anak muda, Kevin dan Maureen membagikan tips untuk bisa berprestasi. Kevin berpesan agar melakukan apa yang diinginkan dan tak perlu mempedulikan perkataan orang lain. Kevin, yang pernah dicibir dan disebut hidupnya terlalu ilmiah, memilih untuk terus melakukan riset sepenuh hati. “Selama melakukan dengan benar, serius, dan sungguh-sungguh, pasti berhasil,” ucap Kevin.
Adapun Maureen menekankan dua hal. Pertama, kegagalan pada masa lalu tidak membuat seseorang selalu gagal. Sebab, selalu ada ruang atau kesempatan untuk berubah. Yang terpenting, kata anak bungsu dari dua bersaudara ini, terus mencari jati diri dan talenta. Kedua, Maureen menyampaikan bahwa perlombaan apa pun sama pentingnya.
Ia berpesan kepada anak muda agar tidak minder dengan apa yang dilakukan. “Yang penting dari awal coba eksplorasi talentamu di mana. Terkadang kita tidak tahu jalannya di mana.”
FRISKI RIANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo