Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Angin Segar Komunitas Reggae

Reggae Nation dan Solo Reggae Community contoh dari sedikit komunitas reggae yang terus eksis. Antusias akan film Bob Marley.

1 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Komunitas reggae bertumbuhan di berbagai kota di Indonesia pada pertengahan 2000-an, tapi hanya sedikit yang bertahan.

  • Di antara yang bertahan adalah Reggae Nation di Bandung dan Solo Reggae Community di Surakarta.

  • Kehadiran film Bob Marley: One Love membawa gairah baru bagi para penggemar reggae.

Soni Sonjaya, 51 tahun, setengah mati menahan diri untuk tidak menonton film Bob Marley: One Love yang tengah ramai di bioskop. Sebab, teman-temannya mengajak menonton bareng sebelum puasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagi Soni, film karya Reinaldo Marcus Green yang dirilis pada 21 Februari 2024 itu sesuai dengan kondisi dunia saat ini. Lewat lirik lagunya, Bob Marley menyuarakan pesan soal cinta, spiritualitas, dan ketidakadilan. "Film kan alat propaganda," kata dosen ilmu komunikasi perguruan tinggi swasta di Bandung itu kepada Tempo, pada Rabu, 28 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagi penggemar reggae seperti Soni, Bob Marley adalah legenda. Robert Nesta Marley lahir di Nine Mile, Jamaika, pada 6 Februari 1945 dan meninggal di Miami, Amerika Serikat, pada 11 Mei 1981. Kisahnya hidup dan pengaruh musiknya ditulis dalam banyak buku dan sejumlah film independen.

Di negara asalnya, Soni melanjutkan, musik reggae punya turunan riwayat pengembangan genre menjadi ska, rocksteady, dan dub yang menggunakan teknologi elektronik. Menurut dia, Bob Marley termasuk musikus Jamaika yang masih mengakar pada musik reggae asli, selain Gregory Isaacs dan Jimmy Cliff. “Bob Marley yang lebih mempopulerkan reggae sehingga menjadi ikon,” ujarnya.

Komunitas Reggae Nation dalam peluncuran lagu Saritem oleh band Drockdoks di Bandung, Jawa Barat, 23 Februari 2024. Dok. Reggae Nation

Di Indonesia, penggemar dan musikus band reggae berhimpun dalam berbagai komunitas. Namun banyak yang sudah tutup warung. Reggae Nation satu yang bertahan dengan jumlah anggota aktif sekitar 300 orang yang tersebar di Jakarta dan sekitarnya, Bandung, Padang, hingga Nusa Tenggara Timur.

Komunitas itu dirintis Soni pada 2009. Saat itu dia bekerja di stasiun radio swasta di Bandung dan membuat program musik Reggae Nation. Semua tembangnya dari band luar negeri, seperti UB40, Ace of Base, juga Peter Tosh. Tanpa dia duga, banyak penggemar minta diputarkan juga lagu reggae lokal. Soni sempat kelimpungan karena tidak mengenal musikus yang diinginkan penggemar. Namun dia merasakan betul semangat para penggemar untuk mengangkat reggae lokal. "Penggemar Tony Q, misalnya, militan bukan main," ujar Soni.

Walhasil, Soni mengubah format programnya menjadi dua kali sepekan. “Musiknya semua reggae karya anak negeri,” ujarnya. Materi siarannya seratus persen reggae lokal, termasuk lagu-lagu yang ditolak perusahaan rekaman. Juga ada lagu-lagu yang direkam secara kurang layak karena musikusnya kekurangan duit untuk proses rekaman mixing di studio.

Interaksi itu pun melahirkan Reggae Nation. Komunitas ini bergulir cair tanpa kartu anggota dan ketentuan administratif lain. Pada 2010, Soni dinobatkan sebagai Presiden Reggae Nation seumur hidup. Beberapa wakilnya tersebar di berbagai kota. 

Sampai sekarang, jalinan anggota komunitas terangkai dengan berbagai cara, di antaranya lewat gigs atau konser kecil. Rencananya, komunitas ini menggelar muktamar atau pertemuan besar kedua di daerah pegunungan, seperti di Puntang atau Cikole, Jawa Barat, setelah Lebaran nanti. Muktamar pertama dihelat di kafe The Panas Dalam, Bandung, pada 2019. “Waktu itu undangan dibatasi karena keterbatasan tempat. Sekarang mau ajak komunitas lain juga seperti otomotif,” kata Soni.

Komunitas Reggae di Solo

Di Surakarta dan sekitarnya, ada Solo Reggae Community atau SRC. Komunitas ini dibentuk pada 2010 oleh sejumlah band reggae yang kerap main bareng di pentas musik. Ada sekitar 200 musikus dari 50 band yang tergabung di SRC, dari Solo sampai Klaten dan Wonogiri. "Sebelumnya ada komunitas-komunitas reggae di Solo Raya, tapi banyak yang sudah tidak aktif," kata Diaz alias Pepenk, pengurus SRC.

Meski tak lagi rutin, SRC tetap mengadakan acara. Acara tak melulu berupa konser, tapi juga berupa pengumpulan bantuan sosial bagi korban bencana alam dan panti asuhan. "Itu menjadi ajang silaturahmi kami," ujar Pepenk.

Pepenk mengakui SRC tak lagi seaktif dulu akibat kesibukan para anggotanya. "Para penggeraknya kini banyak yang lebih berfokus ke karier," katanya. Meski demikian, Pepenk yakin panggung musik reggae akan selalu ramai karena memiliki basis penggemar setia.

Musikus Melanie Subono (tengah) tampil dalam konser Solo Reggae Community (SRC) di Hotel Legacy Solo, Jawa Tengah, 2023. Istimewa

Para penggemar itu hampir pasti dipengaruhi Bob Marley. Sebagian ada yang menjadi penggemar fanatik yang mengikuti Bob Marley tidak hanya dari musik, tapi juga gaya rambut gimbal. "Tapi memang tidak harus seperti itu," kata Pepenk. Ia menyebutkan sejumlah musikus reggae lokal yang juga menjadi idola. Ada Steven Kaligis dari Steven & Coconut Treez, Toni Q Rastafara, Richard D Gilis, dan lainnya. 

Para pengurus komunitas reggae mengakui sebagian kecil masyarakat memandang musik kesukaan mereka secara negatif. Misalnya, kata Soni, ada organisasi keagamaan di Tasikmalaya yang menolak reggae dengan tudingan penggemarnya suka ngeganja. "Persoalan-persoalan seperti itu masih berusaha kami atasi," ujar Soni. Tentunya dengan cara damai seperti pesan Bob Marley.

ANWAR SISWADI (BANDUNG) | SEPTHIA RYANTHIE (SURAKARTA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus