Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMA lakonnya: Babat Alas Wonomarto. Tentang bagaimana kelima
Pandawa memulai hidupnya dengan membuka hutan di Wonomarto.
Wayang kulit ini main di Samarinda tanggal 11 Maret yang lalu,
bukan karena itu hari Super Semar. Tapi karena diangkatnya
Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Timur, ir. Sudjono Suryo, di
mana Dirjen Kehutanan Sudjarwo juga hadir. Karena Samarinda
bukan kota yang berpenduduk Jawa terbesar, dalang Sukardi harus
membawakannya dalam bahasa Indonesia. Apalagi Gubernur
Kalimantan Timur Wahab Syahranie tidak paham bahasa Jawa.
Sukardi tentu saja membawakan lakon ini tidak dalam bahasa
Indonesia yang sempurna. Bergaya Jawa, cuma rupanya dia cukup
paham dengan seluk beluk kehutanan. "Cucu-cucuku Pandawa", tok,
tok, tok, "kakek merasa iba sama nasib cucu-cucuku. Oleh karena
itu kakek akan memberikan areal hutan Wonomarto kepada
cucu-cucuku". Sudjarwo rupanya cukup senang, karena teriaknya:
"Wah, rupanya Pandawa dapat HPH!". HPH artinya hak pengusahaan
hutan. "Tapi ingatlah selalu. Kalau menebang hutan jangan
membabi buta. Pilihlah yang besar-besar saja dan jangan lupa
mengadakan penghijauan". Ki dalang berhasil memancing tawa dari
yang hadir. Lanjutnya lagi: "Cucuku Pandawa, negara yang saya
berikan itu nanti pasti akan makmur. Mudah-mudahan saja harga
kayu terus uaik". Ger lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo