Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Menjaga Eksistensi Kala Pandemi

Kelompok orkestra Bandung Philharmonic menjaga eksistensi mereka dengan tetap menggelar pertunjukan dan membuat acara. Mereka juga mengadakan program sosial berupa pendidikan musik untuk anak yatim piatu dan kurang mampu.

4 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Bandung Philharmonic tetap berusaha berkarya di tengah pandemi.

  • Tak hanya musik, tapi juga mementaskan drama musikal.

  • Mereka juga melakukan kegiatan sosial mendukung pendidikan musik gratis untuk anak tak mampu.

Kerisauan karena terlalu lama tiarap dan kurang berkegiatan karena pandemi merisaukan kelompok orkestra Bandung Philharmonic. Aktivitas mereka bisa dihitung jari. Mereka hanya menggelar bincang musik atau membahas soal produksi musikal secara daring. Beberapa kali, 3-4 anggotanya tampil bareng dalam acara Pemerintah Kota Bandung dan disiarkan via Internet. Padahal di kelompok ini ada 30-40 musikus profesional yang bergabung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Orkestra yang bernaung di Yayasan Bandung Philharmonic itu sempat punya rencana membuat pertunjukan pada akhir tahun ini. Namun, melihat kondisi lonjakan angka kasus penularan Covid-19, keinginan itu langsung pupus. Apalagi persiapannya tidak sebentar. “Perlu waktu 5-6 bulan untuk persiapan musiknya,” kata Chief Executive Officer sekaligus co-founder Bandung Philharmonic, Airin Efferin, Jumat lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka juga harus menyediakan waktu untuk pencarian dana yang bisa sampai 10 bulan. “Kecuali ada penyumbang yang menyiapkan dana Rp 1 miliar.”

Acara besar terakhir yang mereka gelar adalah konser simfoni “Flame of Joy” pada Sabtu, 30 November 2019, dan Minggu, 1 Desember 2019, di Hotel Hilton, Bandung. Setelah itu, mereka jadi sulit bergerak karena beberapa bulan kemudian Indonesia dibetot pandemi. Namun mereka sempat membuat Festival Musik Kamar pada Januari 2021.

KTAP-Topik-4-Bandung Philharmonic Orchestra

Pesertanya semua musikus profesional yang terlibat dengan kelompok orkestra itu. Dari tempatnya masing-masing, yang tersebar di Bandung, Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya, para musikus membentuk kelompok musik dan memainkan repertoar musik kamar (chamber music). Rekaman videonya dikirim ke Bandung Philharmonic untuk ditayangkan di YouTube dan album kompilasinya dijual.

Aneka kegiatan itu, bagi anggota Bandung Philharmonic, dirasa belum cukup memenuhi keinginan mereka untuk membuat acara. Sebagian rekan Airin yang gelisah berinisiatif membuat pertunjukan drama musikal anak berjudul Bianglala pada 12-13 Juni 2021. Mereka tampil dari tempat masing-masing dan terhubung lewat aplikasi Zoom.  

Mereka menyebut pertunjukan itu Zoomsical, gabungan dari nama aplikasi Zoom dan musical. "Pementasannya secara daring. Jadi para pemain tidak bertemu satu sama lain," kata Mario Hasan, sutradara pertunjukan itu, saat preview Bianglala, awal Juni lalu.

Musik drama Bianglala tersebut digarap Fauzi Wiriadisastra, salah satu pendiri Bandung Philharmonic, dan naskahnya ditulis Sundea, istri Fauzi. Pertunjukan itu mengangkat cerita kondisi selama pandemi Covid-19 yang membatasi kegiatan banyak orang, termasuk anak-anak. Mario Hasan melibatkan 11 pemain hasil audisi dan seleksi dengan empat pemusik yang memainkan instrumen berdawai dalam format kuartet gesek.  

Aktivitas anggota Bandung Philharmonic Orchestra. (Dok. Bandung Philharmonic Orchestra)

Menurut Airin, acara ini terhitung sukses karena jumlah penonton mencapai target 200 orang, hingga perlu ditambah satu sesi tambahan untuk 70 penonton. “Anak-anak dan orang tuanya juga senang banget,” ujarnya.

Mario mengatakan pementasan ini menjadi terobosan agar tidak terjadi kerumunan penonton maupun penampil. Selain memberi harapan bagi pekerja panggung yang rindu berkarya, pertunjukan itu ingin mengumpulkan donasi. “Lebih ke eksistensi gitu, ya,” kata Airin.

Hasil penjualan tiket seharga Rp 50 ribu digunakan untuk mendukung program Tunas Bandung Philharmonic. Program itu berupa pendidikan musik gratis untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu. Program ini sudah berjalan di beberapa tempat sejak 2017, antara lain komunitas pengungsi Hope Learning Center di Bogor dan Panti Asuhan Kinderdorf di Lembang.

ANWAR SISWADI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus