Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Eric Awuy

Spesies Langka

4 Februari 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

S EWAKTU bocah, Eric Awuy pernah merasa terkecoh oleh bunyi trompet. Peristiwa ini terjadi di Bangkok. Pada suatu acara, seorang teman memperlihatkan kepada putra diplomat ini rekaman berisi permainan trompet. Mendengar bunyi yang mengalun itu, ia langsung terpikat dan ingin belajar memainkan alat tiup tersebut. Namun, ketika pertama kali ia mencoba, bunyi yang keluar sangat berbeda. Diulang berapa kali pun, hasilnya tetap sama. Kesal dan penasaran, ia lantas membawa rekaman ini kepada guru musiknya. "Eh, ternyata suara di rekaman itu dari saksofon," kenang Eric tertawa. Bocah yang tertipu itu kini adalah pemain trompet di jalur musik klasik yang disegani di Tanah Air. Lahir di Bern, Swiss, 21 Januari 1964, Eric belajar musik pertama kali pada sang ibu, yang guru piano. Saat usianya lima tahun, flute sudah bisa ia mainkan dengan mahir. Sempat mandek beberapa tahun karena tergila-gila main sepak bola, Eric akhirnya bermusik lagi saat tinggal di Bangkok. Pemicunya apa lagi kalau bukan suara saksofon yang menipu tadi. Eric menyelesaikan studi di Montreal Conservatory, sekolah musik paling bergengsi di Kanada. Ia mendapat beasiswa pada 1979 dan dinyatakan sebagai lulusan terbaik pada 1988. Status terbaik ini memuluskan jalannya menjadi pemain permanen di Montreal Symphony Orchestra. Saingan yang disisihkannya ratusan. Gaji besar dan apresiasi yang layak toh tak membuatnya berbahagia. "Saya lelah. Jadwalnya sangat ketat. Empat kali dalam seminggu harus tampil," kata ayah satu anak berusia satu tahun ini. Suasana berbeda ia temukan di Indonesia saat menengok ayahnya yang sakit pada 1995. Alhasil, ia memutuskan untuk tinggal. Di sini, Eric terikat kontrak dengan Twilite Orchestra, juga mengajar di Sekolah Musik Amadeus. Di luar musik, kegiatan yang ia tekuni adalah menjadi pengajar selam profesional dan mengutak-atik program komputer. Di Indonesia, Eric sadar penghargaan terhadap musisi klasik jauh berbeda dengan yang biasa ia dapatkan di Barat. Karena itu, pengagum Morrison Dre—pemain trompet klasik dari Prancis—ini lebih suka tampil solo ketimbang dalam orkestra. Alasannya, ia bisa lebih tahan harga. "Pemain trompet klasik di sini lebih langka daripada presiden, ha-ha-ha…," kata Eric yakin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus