Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Profil Guru SMK Viral karena Busana Unik

Dari Yogyakarta, guru SMK jadi viral karena mengenakan pakaian rancangan muridnya saat mengajar. Demi merangsang kreativitas.

5 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Seorang guru SMK viral karena mengenakan pakaian rancangan muridnya saat mengajar.

  • Guru itu adalah Indra Gunawan dari SMK Negeri 1 Pandak, Bantul, Yogyakarta.

  • Indra mengenakan busana unik tersebut untuk mendorong murid-muridnya lebih kreatif.

RUANG gudang itu beralih fungsi menjadi sanggar sekaligus galeri. Di sudut Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Pandak, Kabupaten Bantul, itu berjajar seratusan busana beragam desain dan kelir. Ada blazer, kebaya berpayet, dan jas berbahan sarung bekas yang tergantung rapi pada bilah-bilah bambu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indra Gunawan adalah "pemilik" galeri itu. Dia guru SMK viral di media sosial karena selalu mengenakan busana rancangan para siswanya. Video asal Yogyakarta yang menjadi bahan pembicaraan itu berawal dari alaindra, akun TikTok milik keponakannya yang iseng mengunggah foto-foto Indra saat mengajar. "Enggak pernah membayangkan bisa menjadi viral," kata Indra kepada Tempo di SMKN 1 Pandak, Bantul, Rabu, 29 Mei lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada pagi itu, Indra mengenakan blazer abu-abu berhiaskan kain perca berbahan jins. Luaran bergambar aksara Jawa dan Selena, karakter populer di Mobile Legends. Blazer itu berpadu padan dengan celana gombrong sebetis.

Guru SMKN 1 Pandak, Indra Gunawan memperlihatkan baju rancangan siswanya di Bantul, Yogyakarta, 29 Mei 2024. TEMPO/Shinta Maharani

Sepatu bot hitam berbahan kain mengiringi langkah kaki Indra berkeliling ke sejumlah ruangan. Busana yang dia kenakan pada hari itu adalah rancangan siswa kelas XI Jurusan Keahlian Busana SMKN 1 Pandak, Tarisa Dyah Ayu.

Setiap Kamis dan Jumat, alumnus Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Institut Keguruan dan Ilmu Kependidikankini Universitas Negeri Yogyakartaitu mengenakan busana rancangan siswanya sebagai bagian dari metode mengajar. Indra menerapkannya sejak Kurikulum Merdeka Belajar berlaku tiga tahun lalu. Kurikulum itu mencantumkan enam dasar gaya berbusana, yaitu klasik, elegan kasual, feminin, eksotis dramatik, glamor, dan trendi.

Sedikitnya seratus potong busana lebih karya siswa telah Indra kenakan di kelas. Setiap baju didesain satu siswa, lalu dikerjakan hingga menjadi pakaian oleh empat hingga lima murid dalam satu kelompok. Dengan potongan rambut bergaya undercut, Indra mensimulasikan cara dia mengajar di kelas. Materi menjadi tambah menarik karena dia mengajar secara interaktif sambil terus melenggak-lenggok bak model. Ruang di depan papan tulis serasa catwalk di mata Indra.

Metode itu Indra gunakan untuk memacu siswanya lebih kreatif, bebas berekspresi, berani, dan percaya diri dengan karya mereka di tengah perkembangan dunia fashion. “Supaya punya sense of fashion, berani nyentrik dan 'menyala',” ujarnya.

Kemeriahan di ruang kelas itu seperti mata air di tengah gurun. SMKN 1 Pandak berdiri dikelilingi sawah, pohon jati, dan perkampungan warga di pinggiran Kabupaten Bantul. Untuk mencapai sekolah itu perlu waktu 48 menit bersepeda motor dari pusat Kota Yogyakarta. Sekolah dengan cat dominan hijau ini menjadi langganan banjir saat musim hujan. 

Sekolah ini punya empat jurusan, yakni Keahlian Busana, Peternakan, Pertanian, dan Pengolahan Hasil Pertanian. Kompleks sekolah terbagi dua, untuk belajar teori dan praktik. Keahlian Busana menjadi jurusan favorit yang diminati siswa.

Indra menyebutkan, dengan memakai pakaian rancangan siswa, para muridnya bisa melihat langsung dan menghargai karya mereka. Pengenaan busana-busana unik itu juga untuk melatih mereka memadupadankan pakaian. Di kelas, Indra mengajarkan materi selama lebih-kurang 15 menit. Selebihnya praktik, misalnya menggambar pola, mengamati anatomi tubuh, menjahit, dan memasang payet.

Dia menyiapkan pengeras suara dan musik saat siswa berpraktik. Misalnya, saat mereka menggambar pola dan menjahit sebagai bagian dari tugas sekolah. Dia juga membebaskan siswanya makan, minum, dan bernyanyi. “Syaratnya, semua tugas dikerjakan dengan penuh disiplin dan sesuai dengan tenggat yang disepakati,” katanya.

Menurut Indra, mengajar dengan cara yang kreatif diperlukan untuk membantu siswa memahami materi. Dia mengkombinasikan cara belajar oral dan visual. Tidak semua siswa di jurusan itu punya minat pada busana. Ada yang bersekolah hanya karena dekat dengan tempat tinggalnya, ada juga yang karena keinginan orang tua. Indra berharap metode itu bisa menjadikan siswanya belajar dengan cara yang menyenangkan dan lebih mudah dipahami. Dia ingin kelasnya terus hidup dan tidak monoton.

Awalnya, cara Indra mengajar mengundang penolakan dari sebagian guru di sana karena dianggap aneh dan keluar dari pakem sekolah. Sebagian bahkan mengomentari gaya berpakaian Indra yang kemayu. 

Indra mengabaikan protes itu. Menurut dia, apa yang dia ajarkan tidak keluar dari kurikulum. Dia mendapat dukungan dari kepala sekolah, Meiyun Wihadiyati, dan rekannya sesama guru Jurusan Keahlian Busana, yakni Nurrochma Agustin dan Siti Yulikhah.

Kecintaan Indra pada fashion muncul sejak bocah. Lahir di Belitung pada 17 Mei 1977, Indra tumbuh tanpa ibu sejak umur 6 tahun. Setelah ibunya meninggal, ia tinggal bersama ayah dan lima saudaranya hingga menempuh pendidikan sekolah menengah atas. Dia kemudian hijrah ke Yogyakarta untuk berkuliah pada 1996.

Sejak kecil, Indra suka menjahit dan mendesain baju. Sebagian orang menganggap minatnya itu aneh. Indra kerap mendapat perisakan, termasuk diolok-olok sebagai banci. “Seolah-olah barang aneh. Padahal pakaian bicara keterbukaan gender,” ujarnya.

Stereotipe gender, dia melanjutkan, masih mengakar di sekolah. Misalnya, laki-laki harus masuk jurusan teknik, bukan tata busana. Di tiga kelas yang Indra ampu, hanya ada satu siswa laki-laki.

Indra tutup kuping dari berbagai cacian dan perisakan. Sebelum memutuskan bekerja sebagai guru berstatus pegawai negeri, Indra mendirikan usaha fashion bernama Alalea Mode. Usahanya berkembang. Indra pernah menampilkan karyanya berkolaborasi dengan siswa pada Jogja Fashion Week, setahun lalu. 

Dia juga menjadi asisten desainer saat kuliah dan membuka kelas modeling di rumahnya di Banguntapan, Bantul. Sejumlah model asal Yogyakarta yang moncer dalam berbagai kontes kecantikan pernah belajar kepada Indra. Kelas modeling itu juga menjadi tempat belajar para siswa dari berbagai sekolah.

Indra bekerja sebagai guru SMKN 1 Pandak sejak 2011 atas saran ayahnya. Dia pernah menginisiasi fashion day setiap pekan di sekolah, terinspirasi oleh Citayam Fashion Week di Dukuh Atas, Jakarta Pusat, pada 2022. Tapi kegiatan itu tak berlangsung lama karena penolakan sebagian guru. Sebagian menganggap kegiatan itu aneh karena busana feminin dikenakan laki-laki.

Siswa Jurusan Keahlian Busana, Tarisa Dyah Ayu, mengatakan kretivitas Indra dalam mengajar membuat siswa betah di kelas. Suasana kelas yang tidak membosankan menjadikan mereka bersemangat belajar. Selama di kelas, sembari mendesain dan mengolah limbah baju bekas, mereka mendengarkan musik-musik Jawa hingga musik internasional.

Saban Kamis dan Jumat, ada keseruan lain: menebak-nebak baju yang akan Indra kenakan. “Kami menjadi lebih produktif dan tertantang untuk kreatif,” kata Tarisa.

Dengan cara itu, Tarisa menjadi paham tentang anatomi tubuh untuk mengepaskan desain baju sesuai dengan ukuran tubuh. Selain belajar dari buku, Indra selalu meminta siswanya memantau contoh-contoh desain baju yang sedang berkembang di media sosial sebagai rujukan.

Satu kelas berisikan 35 siswa. Indra memberi tugas setiap siswa mengembangkan desain. Untuk membuat desain hingga menjadi baju, Tarisa butuh waktu sekitar tiga pekan. Dia sudah berancang-ancang menyiapkan rancangan busana untuk tugas akhir yang harus dipresentasikan setahun lagi. Setiap siswa wajib mendesain delapan baju yang akan dipilih Indra.

Mereka yang menjadi desainer harus mengenakan baju rancangannya dan memperagakannya dalam ajang fashion show sekolah. Tema tugas akhir selalu berubah-ubah. Pernah gaya busana 1990-an, pernah pula fashion ala Jepang. “Tahun depan, temanya fashion ratu sejagat," ujar Tarisa. "Saya tak sabar.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Shinta Maharani

Shinta Maharani

Kontributor Tempo di Yogyakarta

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus