Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENGINJAKKAN kaki di Balai Kota DKI 20 September yang lalu,
Marlia Hardy masih tetap ragu-ragu. Adakah undangan yang
disampaikan kepadanya tidak keliru? Soalnya ia diundang Gubernur
DKI untuk menerima hadiah sebagai pekerja sosial. Dan di antara
55 orang lain yang akan menerima hadiah serupa, setelah tengok
kanan tengok kiri, "kok tidak ada artisnya, kecuali saya,"
tuturnya.
Tapi undangan itu tidak keliru. Marlia Hardy, pimpinan grup
sandiwara rernaja "Keluarga Marlia Hardy" yang sebulan sekali
tampil di TVRI, oleh Biro Bina Sosial DKI dinilai sebagai telah
"memberikan motivasi kesejahteraan remaja dan keluarga dalam
penampilan di TVRI."
Ibu seorang anak ini memang kemudian ingat, beberapa waktu
sebelumnya ia pernah diwawancarai karyawan Bina Sosial. Tapi ia
lupa bertanya untuk apa wawancara itu, dan si pewawancaranya pun
tidak menjelaskannya.
Memang sejak grup sandiwara "Keluarga Marlia Hardy" dibentuk dan
siaran secara teratur di TVRI, sejak 1973, rumah Marlia di
bilangan Setiabudi, Jakarta Selatan, menjadi bak kantor
konsultan persoalan rumah tangga. Ada saja bapak atau ibu yang
datang minta nasihat ini-itu. Ada yang mengeluh karena anaknya
sudah tiga bulan tidak membayarkan uang SPP-nya. Ada pula yang
minta pendapat, bagaimana kalau anaknya dititipkannya saja di
panti asuhan karena begitu nakalnya, cerita Marlia.
Dan semua yang datang diladeninya dengan wajah cerah. "Saya
puas, saya merasa lebih kaya dari yang paling kaya, kalau
sandiwara saya ternyata diterima masyarakat," katanya. Maka
diceritakanlah pengalamannya di Kalimantan beberapa waktu lalu.
Seorang anak kecil sendirian mencarinya di kamar hotel temlat
Bu Mar -- demikian panggilan akrabnya--menginal-. Sekedar untuk
minta di cup-cup-cup .
Lalu diapakan hadiah Rp 50 ribu dari Gubernur Tjokropranolo,
yang 29 Septemher lalu sudah digantikan oleh gubernur baru,
itu? "Wah, sutah habis untuk jajan anak-anak dan sedekah,"
tuturnya senang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo