Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Viska Rinata dan kawan-kawan mengembangkan daun kemangi sebagai bahan baku utama pembasmi lalat.
Inovasi ini meraih gelar juara kedua dalam Green Wave Environmental Care Project for School 2022 di Singapura.
Selain itu, mahasiswi Prodi Biologi Universitas Negeri Malang ini sudah mencetak beberapa inovasi lainnya.
Daun kemangi umumnya disajikan sebagai lalapan sambal. Namun, di tangan Viska Rinata, daun kemangi bisa diolah menjadi produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Mahasiswa jurusan biologi Universitas Negeri Malang ini tengah mengembangkan daun kemangi sebagai bahan baku utama produk pembasmi lalat, yang juga berfungsi sebagai pestisida dan disinfektan alami. "Aku berinisiatif memberdayakan kemangi ini bukan hanya sebagai kepentingan konsumsi, tapi juga produk yang lebih komersial," kata Viska kepada Tempo, Selasa, 21 Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ESSIL, demikian nama yang diberikan dara berusia 21 tahun tersebut untuk produk yang digagasnya. ESSIL terbuat dari daun kemangi, daun cengkeh, dan kulit jeruk. Selain untuk membasmi hama lalat, produk ini berguna sebagai disinfektan yang ramah lingkungan. Inovasi ini turut mengantarkan Viska bersama rekan-rekannya meraih penghargaan internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah didaftarkan untuk mengikuti kompetisi Green Wave Environmental Care Project for School 2022 di Singapura, produk ESSIL keluar sebagai juara kedua. Bulan lalu, Viska dan empat rekannya, yaitu Christian Hadinata, Ananta Ardyansyah, Jasmine Nurul Izza, dan Noviachri Imroatul Sa’diyah, berangkat ke Singapura untuk menerima penghargaan tersebut sekaligus mengikuti pameran.
Dalam pameran itu, Viska dkk memperkenalkan produk ESSIL dan berupaya menarik perhatian para investor agar produk tersebut bisa dikembangkan secara massal. Viska mengungkapkan, Politeknik Singapura menaruh minat untuk melakukan kolaborasi riset. Namun hal itu belum bisa dilakukan karena produk ESSIL masih terganjal satu pengujian yang belum dilakukan.
(ki-ka) Mahasiswa Universitas Negeri Malang, Ananta Ardiansyah, Viska Rinata, Jasmine Nurul Izza, Noviachri Imroatul, dan Christian Hadhinata mengembangkan ESSIL, produk pembasmi lalat yang ramah lingkungan. Dok pribadi
Saat ini, Viska tengah melakukan serangkaian uji coba sebelum produknya siap diedarkan ke masyarakat. Ada satu uji yang belum dilakukan, yaitu organoleptik dan variasi aroma. "Sehingga saya bisa mengatakan produk ini baru 75 persen." Rencananya, pengujian terakhir ini dilakukan pada Agustus-September ketika masa libur semester.
Ide membuat pembasmi lalat ini sebetulnya muncul dari keresahan Viska di tanah kelahirannya, Kabupaten Trenggalek. Sebagai salah satu daerah yang memiliki peternakan ayam terbesar di Jawa Timur, ada dampak negatif yang ikut mengancam kesehatan masyarakat. Salah satu dampaknya adalah ledakan populasi lalat.
Viska mengatakan, akibat ledakan populasi serangga ini, kesehatan masyarakat di lingkungannya ikut terganggu. Serangga yang suka hinggap di sembarang tempat dan membawa bakteri ini berkontribusi pada prevalensi diare serta kesehatan ibu dan anak. Dari masalah inilah, Viska mencetuskan ide untuk membuat pembasmi lalat yang ramah lingkungan.
Ide yang muncul pada tahun pertama masa pandemi ini baru bisa direalisasi pada 2021. Viska meriset tanaman kemangi sebagai kandungan utama pembasmi lalat. Karena dirasa kurang jika tujuannya hanya membasmi lalat, ia mulai mengembangkan produknya dengan menambah kegunaannya sebagai disinfektan alami. "Karena lalat yang menempel itu pasti meninggalkan bakteri sehingga fungsinya (ESSIL) ganda. Selain mencegah atau membasmi lalat, ESSIL membersihkan bakteri yang dibawa lalat," ujar Viska.
Mahasiswi Universitas Negeri Malang, Viska Rinata, melakukan pengembangan produk ESSIL, pembasmi lalat di laboratorium. Dok pribadi
Selama tiga tahun belakangan, proses pengembangan pembasmi lalat ini cukup menguras energi dan kondisi finansialnya. Viska mengungkapkan, riset laboratoriumlah yang paling banyak memakan biaya. Namun ia tak putus asa. Bersama rekan-rekannya, ia mencari pendanaan untuk menunjang riset tersebut. Sampai akhirnya, ketika meraih gelar juara II dalam kompetisi di Singapura, riset ESSIL bisa berlangsung karena mendapat hadiah sebesar Rp 60 juta.
Pada akhir 2022, Viska mengatakan sudah mulai mengembangkan produk dari prototipe menjadi siap komersial dengan bentuk nano spray dan fogging gun. Dengan teknologi tersebut, droplet yang dikeluarkan dapat bertahan lama di udara dan efektif membunuh lalat.
ESSIL bukanlah satu-satunya produk yang dikembangkan Viska. Mahasiswa semester VI ini pernah membuat inovasi tentang biodiesel dari lumpur Lapindo serta aplikasi bimbingan online karya ilmiah Id.Project. Ada pula pengembangan bisnis peternakan kambing modern dengan pemanfaatan teknologi smart-warehouse yang dinamakan SEMAR serta inovasi plant-based meat dengan teknologi self heating.
Perempuan yang aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa ini mengaku menaruh minat pada industri hijau dan berkelanjutan atau green industry. Ia memiliki impian melakukan proyek besar untuk mengurangi polusi di kota-kota besar. Salah satu caranya adalah membuat taman alga yang dapat mengubah karbon dioksida dan karbon monoksida menjadi oksigen. "Sehingga kita enggak terus-terusan merasa panas di sepanjang jalan. Sebab, panas di jalan itu karena adanya akumulasi karbon dioksida dan karbon monoksida."
FRISKI RIANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo