Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Karir farida

Farida ariyani,dulu bernama frieda thenu. putus dengan wim tomasoa. pemain utama terbaik dalam film anak ku sayang tahun 1960. istri ke-2 sri budoyo. menjadi produser film yang memikirkan nasib artis tua.(pt)

2 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERIKUT ini kisah seorang pemuda umur 20 tahunan yang memboncengkan seorang gadis berusia 15 tahun dengan sepedanya. Si gadis masih pelajar SKP, tapi niatnya untuk berkenalan dengan dunia fiLm cukup gencar. Si pemuda dengan sabarnya mengayuh sepedanya mengantar si gadis -- bernama Frieda Thenu ke studio Garuda Film, atau Golden Arrow Film. Setelah dites (dan ternyata punya kebolehan untuk bergaya di depan kamera), Frieda Thenu bisa main1 film. Mulai dari aktris pembantu sampai pegang rol utama. Karir filmnya yang dimulai di tahun 1955, telah membuat putusnya hubungan si pemuda yang mempunyai sepeda, yang tidak lain adalah Wim Tomasoa, kini Wakil Kepala Dinas Pariwisata DKI dan juga "bapaknya" miss-miss kecantikan. Saat itu pula Frieda Thenu berkenalan dengan Wim Umboh yang tentu saja waktu itu belum apa-apa. Wim Tomasoa tidak senang pacarnya masuk dunia bintang film. Tapi Frieda yang oleh Oei See Kie dari Garuda Film kemudian ber- ganti nama jadi Farida Ariyani, tetap berkeras lebih baik memilik1 karir dari pada jadi nyonya Wim Tomasoa. Tahun 1960, Farida dalam Pesta Film Indonesia ke VI muncul sebagai Pemain Utama terbaik. Bersama film Anakku Sayang, Farida terbang ke Kairo ikut Festival film di sana. Ketika main bersama aktor Bambang Hermanto dalam Pejuag, Farida juga turut ke Moskwa. Farida Ariyani cukup populer waktu itu. Dia pulalah yang dikirim Sultan Hamengkubuwono IX sebagai anggota pendahulu dari team kesenian Indonesia dalam konperensi PATA di Honolulu. Sultan waktu itu menjabat Ketua Pariwisata Indonesia. Iklan Indonesia dalam floatirg fair kapal Tampomas di Honolulu cukup sukses. Tahun 1964, Indonesia berhasil jadi tuan rumah PATA. Farida kemudian jadi isteri kedua Sri Budoyo, orang kepercayaan dan tangan kanan Sultan di bidang pariwisata. Dan Sri Budoyo yang sudah berkeluarga itu menikah secara Katolik pula. Heboh tentang hal ini banyak di, sebarkan lewat mulut saja, maklum waktu itu Indonesia belum memiliki majalah gosip seperti sekarang. Sebagai isteri kedua. Farida berkata hubungan saya dengan isteri pertama bapak cukup baik. Saya sebagai yang muda selalu mengalah kok". Waktu itu pula, Farida adalah pemilik kamera cinemascope satu-satunya untuk Indonesia. Dan berdirilah PT Farida Film dengan salah satu hasilnya film semi dokumenter: Membangun Hari Esok, dibintangi Dicky Zulkarnain dan Nanny Wijaya. Karena Farida mempunyai perlengkapan film yang komplit, "Turino Djunaedi dan Wim Umboh sering juga pinjam perlengkapan saya," katanya. Hingga kini dia berhasil menyelesaikan 80 film. Pandangannya tentang film Indonesia sekarang cukup baik. "Tapi sayang di antara produser maupun sutradara banyak yang avonturir, hingga mengacaukan perfilman kita", kata Farida. Yang dimaksudkannya mungkin adalah soal mutu. "Sayangnya, produser sekarang hanya memikirkan komersiilnya saja sih". Kini 40 tahun, ibu dari 4 anak itu tinggal di rumah yang lumayan, dengan mobil dan supir keren yang siap mengantarnya ke mana saja. Dia banyak memperhatikan artis-artis tua yang bermukim di kompleks perumahan Tangkiwood di daerah Manggabesar, Jakarta. Dia juga memperjuangkan agar penghuni Tangkiwood itu bisa dapat jatah rumah murah, mengatur dengan Yayasan Dana Kami yang mengurus kematian dan sebulan sekali mengumpulkan para artis tua itu di rumahnya untuk arisan. Akan halnya bekas pacarnya, "saya sebetulnya kasihan melihat Wim Tomasoa belum juga kawin", katanya. Tapi Wim, anak Semarang yang hingga kini lebih suka membujang, menjawab polos kepada TEMPO: "Sampai sekarang saya masih bergetar kalau ketemu Farida".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus