Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Ketika, Menunggu Hari Pemeriksaan

Sengketa harta karun alm h. a. thahir hingga sekarang belum memasuki tahap pemeriksaan, baru akan memasuki tahap penentuan. belum ada kepastian pengadilan singapura akan menerima gugatan pertamina.(nas)

14 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMERIKSA suatu perkara rupanya membutuhkan waktu yang cukup lama di Singapura. Buktinya, sengketa harta karun almarhum H.A. Thahir, bekas Asisten Umum Dir-Ut Perramina semasa Ibnu Sutowo, hingga sekarang belum juga memasuki tahap pemeriksaan. Sengketa uang komisi sebesar Rp 22 milyar lebih yang melibatkan tiga pihak itu, menurut pengacara Pertamina Albert Hasibuan pekan lalu, baru akan memasuki tahap penentuan: Apakah gugatan Pertamina terhadap Ny. Kartika Ratna, istri kedua almarhum akan diterima atau ditolak oleh Pengadilan Singapura. Juga, akan ditentukan tanggal dimulainya pemeriksaan kasus tersebut. Itu akan ditentukan mulai 6 April nanti, dan berlangsung empat hari. hingga 10 April 1981. Pengadilan Singapura di bawah pimpinan Hakim Ketua T.S. Sinnathuray, 50 tahun, pada 11 Maret 1980 telah memutuskan Pertamina sebagai pihak penggugat. Dan Ny. Kartika Ratna, istri kedua almarhum H.A. Thahir yang kini bermukim di Swiss, sebagai pihak tergugat utama. Sedang para ahli waris almarhum dari istri pertama diputuskan sebagai pihak tergugat kedua. Adapun gugatan Pertamina yang akan diputuskan dalam persidangan 6 April nanti, merupakan balasan terhadap serangan Ny. Kartika Ratna pada 7 Juli 1980. Waktu itu, melalui kantor pengacara Drew & Napier di Singapura, Kartika telah melancarkan suatu jawaban atas tuntutan Pertamina tertanggal 12 Mei 1980. Tak Mau Mundur Di situ, Kartika telah membawa-bawa nama sejumlah pejabat Pertamina, kalangan bisnis terkemuka di Indonesia, dan orang-orang penting lain, termasuk Presiden, Ny. Tien Soeharto serta Letjen Benny Moerdani dari Bakin. Tuduhan-tuduhan Ny. Kartika sampai sekarang tak disertai bukti apa pun. Tak heran bila trio pengacara Pertamina -- Albert Hasibuan, Siva Selvadurai di Singapura dan Michael Sherrad, Queen's Counsel (QC) di London -- dalam gugatan mereka pada 25 Oktober 1980, menyatakan serangan Ny. Kartika itu "tidak bonafid", bahkan "bersifat skandal". Istri muda almarhum Haji Thahir itu yang kini berusia 46 tah, telah berlalu menuduh Presiden menerima komisi dari pembelian senjata untuk ABRI pada 1978. Masing-masing 7% dan 5%, dari Israel dan Jerman Barat. Sedang Ny. Tien Soeharto oleh Kartika dituduh telah menerima hadiah dua cincin berlian dari almarhum, seharga Rp 45 juta. Rebutan harta karun itu sendiri bermula sebagai sengketa keluarga. Itu terjadi beberapa hari setelah meninggalnya Haji Thahir, pada 23 Juli 1976. Antara Ny. Kartika dengan anak-anak Haji Thahir dari istri pertama rupanya tak tercapai kompromi. Wanita yang di kalangan atas Pertamina dikenal sebagai Tante Els, menolak ketika anak-anak Haji Thahir menawarkan jalan damai, membagi harta itu sarang separuh. Terkenal suka hidup mewah, janda kelahiran Nganjuk, Jawa Timur itu, rupanya ingin mengambil semuanya. Tapi dia tersandung batu besar, ketika Pertamina pada bulan Mei 1977 memutuskan simpanan bersama di Bank Sumitomo itu berasal dari uang komisi yang tidak sah, dan harus dikembalikan ke kas negara. Pernah timbul spekulasi di Singapura, Pertamina ingin menempuh "jalan damai" setelah gebrakan Kartika pada 7 Juli 1980. Tentu saja pengacara Pertamina menangkisnya. "Jalan damai sudah lama tertutup buat Kartika," kata Albert Hasibuan. Pertengahan 1977, dari pihak Kartika pernah ada permintaan, agar ia diberi separuh. Pemerintah Indonesia menolak. Kabarnya pada 4 Juli, tiga hari sebelum pembelaan Ny. Kartika dimasukkan ke pengadilan, ia masih juga mencoba untuk diberi "uang damai". Tapi pemerintah, atas instruksi Presiden sendiri, tak mau mundur. Sekalipun demikian, menurut sebuah sumber di Pertamina, pemerintah merelakan Kartika untuk menerima bunganya. Diperkirakan bunga simpanan di Bank Sumitomo, Singapura, sudah mencapai Rp 1,6 milyar. Tapi itu ditolak oleh Kartika. Merasa jengkel, ia pun melancarkan serangan yang menuduh ke sana sini. Apakah pengadilan di Singapura akan menerima gugatan Pertamina? Beberapa sumber yang mengetahui beranggapan begitu. Dalam gugatannya, Pertamina menyatakan, apa yang dianggap sebagai kejahatan di Indonesia juga merupakan tindakan kejahatan di Singapura. Dengan mengatakan demikian, seperti dikatakan Albert beberapa waktu lalu kepada TEMPO, memang diharapkan "agar pengadilan di Singapura sependapat dengan kita".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus