Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Musibah Berbuah Berkah

Cedera patah kaki pada 2017 membuat Aditya kehilangan kaki kanannya. Bergabung dengan tim sepak bola amputasi membuat semangatnya tumbuh kembali. Membela Indonesia dalam Piala Dunia Sepak Bola Amputasi di Turki.

 

11 Desember 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Insiden itu mengubah hidup Aditya. Pada 2017, saat bermain sepak bola, dia berbenturan dengan kiper lawan. Kakinya patah. Cedera berat itu tak kunjung membaik sehingga memaksanya mengambil keputusan terbesar dalam hidupnya. Pada 2019, dia mengamputasi kaki kanannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kehilangan anggota tubuh tak membuat Aditya putus asa. Nyatanya, musibah itu berbuah berkah. Adit, demikian ia akrab disapa, justru dapat berlaga dalam Piala Dunia Sepak Bola Amputasi 2022 yang digelar di Turkiye Futbol Federasyonu Riva, Istanbul, Turki, pada 1-9 Oktober lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim nasional sepak bola amputasi Indonesia atau biasa disebut Garuda INAF (Indonesia Amputee Football), yang dikapteni Adit, menjadi perwakilan Asia Tenggara yang maju ke Piala Dunia setelah lolos kualifikasi di Bangladesh pada Maret 2022. Saat itu, Indonesia satu grup dengan Bangladesh, Malaysia, dan Jepang. Indonesia berhasil meraih runner-up setelah menang besar atas Bangladesh 8-0 dan Malaysia 3-0.

Sayangnya, skuad Merah Putih asuhan Bayu Guntoro ini gagal melenggang ke babak 16 besar Piala Dunia Sepak Bola Amputasi 2022 setelah kalah dalam tiga pertandingan fase penyisihan Grup C. Adit dan kawan-kawan mengawali pertandingan dengan kalah 0-3 oleh Argentina dan Inggris.

Dalam laga terakhir penyisihan grup, Garuda INAF kembali takluk oleh Amerika Serikat 0-5. Setelah kalah dalam fase penyisihan, Indonesia kembali berlaga dan harus kembali menelan kekalahan oleh Prancis 0-1 dalam merebutkan peringkat ke-17 hingga 19. “Amerika, Argentina, dan Inggris sudah memiliki pengalaman lebih. Indonesia baru pertama kali di perhelatan dunia,” kata Adit kepada Tempo, Jumat lalu.

Kapten Tim Nasional Amputasi Indonesia, Aditya (kiri) menggiring bola di daerah pertahanan Tim Nasional Amputasi Jerman dalam fase penentuan peringkat dunia Piala Dunia Amputasi 2022 di Stadion Turkey Football Federation, Riva, Turki, 7 Oktober 2022. ANTARA/Dharma Wijayanto

Dalam perebutan peringkat ke-22, Indonesia akhirnya mampu mencatatkan kemenangan pertamanya saat menang 2-0 melawan Jerman. Tapi akhirnya kalah oleh Uruguay 2-3 dalam laga perebutan peringkat ke-21. Indonesia harus puas atas peringkat ke-22 di atas Spanyol yang menduduki urutan ke-23 dan Jerman ke-24.

Menurut Adit, berada di peringkat ke-22 dirasa sudah cukup baik dan menjadi kebanggaan sendiri saat pulang ke Tanah Air, meskipun hanya menang satu kali. Torehan itu dianggap tak buruk mengingat para pemain sonder pengalaman. Dari 12 pemain Garuda INAF, tiga di antaranya pemain baru. “Ada yang dasarnya bukan pemain bola, tapi digembleng untuk bisa main bola,” ujar Adit, 25 tahun.

Sejak dini menekuni sepak bola menggiring Adit untuk mengikuti berbagai pertandingan, dari pertandingan antarkampung, kejuaraan U-15 pada Hari Olahraga Nasional (Haornas), U-16 di Piala Soeratin, dan di usia 17 tahun bergabung dengan diklat Persib, Bandung.

Kapten tim nasional sepak bola amputasi Indonesia, Aditya saat pelepasan untuk Piala Dunia Amputasi Turki 2022 di Wisma Menpora RI, Senayan, Jakarta., 27 September 2022. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Di bangku kuliah, Adit juga sering memperkuat tim sepak bola kampus sampai akhirnya insiden cedera patah tulang itu terjadi pada 2017. Adit berkisah, saat itu dia salah mendapat penanganan karena langsung dibawa ke ahli patah tulang, bukan ke medis, sehingga kondisi cedera pada kakinya makin parah. 

Setelah itu, Adit memeriksakan diri ke rumah sakit dan dokter menyarankan untuk diamputasi. Adit, yang enggan menuruti dokter, kembali pergi ke ahli patah tulang yang berbeda. Namun hasilnya nihil dan bahkan makin parah.

Anak kedua dari tiga bersaudara ini mengaku sempat frustrasi dan selama setahun ia habiskan untuk merenung serta berdoa agar diberikan jalan terbaik. Keputusan untuk mengamputasi kaki bukanlah hal mudah. “Tapi, jika dipertahankan, akan menghambat aktivitas juga karena kondisi kaki sudah mati,” kata Adit sembari mengenang masa sulitnya. Karena kejadian itu pula, Adit yang duduk di semester IV memutuskan berhenti kuliah karena waktunya habis untuk berobat.

Setelah diamputasi pada 2019, Adit merasa seperti terlahir kembali. Ia harus belajar cara berjalan, naik sepeda motor, naik sepeda, dan aktivitas lainnya yang menggunakan kaki. “Saya ulangi dari nol,” kata dia. Pemuda asal Bandung ini pun sempat berpikir tidak bisa bermain bola kembali. “Ibarat pemain itu kan biasanya dibilang pensiun, gantung sepatu. Kalau saya, pensiun gantung kaki,” ujar Adit sambil terkekeh.

Pesepak bola Persaj Jakarta sekaligus kapten Timnas Sepak bola Amputasi Indonesia (Garuda INAF), Aditya berpose di Kawasan Jagakarsa, Jakarta, 10 Desember 2022. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Rasa putus asa Adit sedikit sirna saat melihat unggahan media sosial dari tim sepak bola amputasi. Dia akhirnya mencoba mendaftar. Niat awalnya hanya untuk fun football, menambah teman, serta belajar untuk berlari dan menggunakan tongkat yang benar. Melihat kegigihan Adit, Garuda INAF yang baru berdiri pada 2018 itu menawarinya untuk bergabung. “Jadinya merintis bareng-bareng,” ujarnya.

Saat pertama kali mencoba bermain sepak bola menggunakan tongkat, Adit mengaku sempat kesulitan. “Ngerasa masih ada kaki yang kanan,” ujarnya. Meski sering terjatuh, Adit akhirnya terbiasa bermain sepak bola dengan satu kaki. Bergabung dengan Garuda INAF menjadi salah satu hal yang membangkitkan Adit dari masa-masa terpuruknya dulu. Dia merasa kembali bersemangat saat bermain sepak bola. 

Adit selalu merasa seperti memiliki dua kaki normal setiap kali bertanding. Cita-cita sejak kecilnya menjadi pemain sepak bola kini tercapai meski dengan jalan berbeda. “Alhamdulillah bisa main di level tertinggi dalam Piala Dunia,” kata Adit.

Adit berharap, dengan majunya Indonesia ke Piala Dunia Sepak Bola Amputasi 2022, dapat melahirkan bibit-bibit baru menggantikan pemain Garuda INAF yang sudah lanjut usia, dapat dikenal masyarakat luas, dan menghilangkan stigma yang memandang sebelah mata insan disabilitas. “Walaupun memiliki keterbatasan, masih mampu juga bermain sepak bola dan berprestasi,” ujarnya.

VHINA NOVIYANTI (MAGANG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Friski Riana

Friski Riana

Reporter Tempo.co

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus