Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENYAIR Rendra, 50, sudah tak "bertapa" lagi. Senin malam lalu, ia keluar dari padepokannya dan membaca sajak di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. "Saya tampil malam ini tanpa melalui sensor," kata Rendra memperkenalkan diri dan tanpa menyebut alasannya. Dengan cepat ia menambahkan, "Yang penting, kita semua gembira, dan toh saya ini sudah tua." Tapi penonton tetap terbuai oleh gaya Rendra, yang kadang keras, kadang penuh kelembutan itu. Dari enam sajak yang dibacanya, terdapat sajak lama Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta. Dan Rendra tetap dengan semangat menggebrak membacanya. Sajak-sajak barunya lebih lunak, kebanyakan balada, mewakili tiga kumpulan sajaknya yang sudah terbit: Nyanyian Malam, Suto Mencari Bapak dan Kita Rajawali. "Ini perkembangan terakhir kepenyairan saya," katanya. Terakhir Rendra baca sajak di TIM, April 1978 dengan buntut, ia ditangkap. Selain Rendra, juga ada pendatang baru yang mencoba kebolehan baca sajak di TIM. Dialah Soraya Perucha, 28, janda Sutradara Sjumandjaja. Ia membacakan karya almarhum suaminya dan karya Chairil Anwar. Suaranya lantang, kadang diikuti dengan tangan mengepal, sesekali duduk bersimpuh. Usai baca sajak, Perucha, yang malam itu mengenakan kebaya dan bertelanjang kaki seperti penjual jamu gendongan, langsung berkoar. "Kok tidak ada tepuk tangan," katanya. Itulah TIM, Cha.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo