Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Asri mendirikan maktab di desa terpencil di kawasan Gunung Rinjani demi mencegah anak setempat putus sekolah.
Asri dan temannya menyisihkan penghasilan mereka hingga memutar layar tancap untuk membangun sekolah.
SD Filial di Desa Sambik Elen kini menjadi SD Negeri 03 Sambik Elen.
PENELITIAN sejarah budaya Lombok di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, pada 2007 membuka mata Asri. Kecamatan yang berada di kawasan Gunung Rinjani itu memiliki topografi perbukitan dengan jalan penghubung antar-desa yang buruk. Akibatnya, anak-anak setempat sulit menjangkau sekolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah lima bulan meneliti, Asri berdiskusi dengan tokoh masyarakat dan warga setempat. “Mereka ingin mendirikan sekolah agar anak-anak bisa melanjutkan pendidikan,” ujar pria kelahiran Sukamulia, Lombok Timur, 2 Januari 1985, itu kepada Tempo, Selasa lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asri dan kawan kuliahnya di STKIP Hamzanwadi Selong, Lombok Timur, lalu mendirikan Madrasah Tsanawiyah (MTS) Maraqitta'limat di Dusun Lenggorong, Desa Sambik Elen, Bayan, Lombok Utara, pada 2007. Alasannya, anak-anak di sana sulit menjangkau pendidikan tingkat menengah pertama karena jauh dan transportasinya sulit.
Siswa MTS Maraqitta'limat. Dokumentasi pribadi.
Kelas sementara hanya beratapkan daun kelapa. Mereka sekaligus menjadi guru di sekolah itu. “Saya pernah mengajar matematika dan fisika di MTS, meski alumnus ilmu sosial,” tutur alumnus Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP Hamzanwadi Selong pada 2008 itu.
Setahun kemudian, mereka bisa membangun satu kelas. Setelah tiga tahun, tiga kelas berdiri berkat bantuan para donatur. Jumlah siswa pun terus bertambah dan silih berganti. Kini MTS Maraqitta'limat memiliki 20 siswa.
Kegelisahannya akan nasib pendidikan anak-anak tak sampai di situ. Pada 2010, Asri mendirikan SMK Nahdlatul Wathan Kokok Putik di Desa Bilok Petung, Sembalun, Lombok Timur. Sebab, SMA/SMK terdekat berada di pusat Kecamatan Sembalun yang berjarak 20 kilometer dari sana. Asri bersama kawan-kawannya dan warga setempat bergotong royong mendirikan satu kelas.
Asri tak menyangka, sebanyak 60 anak mendaftar di SMK Nahdlatul Wathan Kokok Putik. Padahal, saat itu, sekolah tersebut baru memiliki satu kelas. Walhasil, ia meminjam gedung SD Negeri 03 Bilok Petung agar kegiatan belajar bisa dilakukan. “Ternyata banyak lulusan MTS/SMP yang putus sekolah,” tutur ayah dua anak yang berprofesi sebagai guru sekaligus wartawan media online itu.
Selama dua tahun, siswa SMK Nahdlatul Wathan Kokok Putik menumpang belajar di SD Negeri 03 Bilok Petung. Mereka menggunakan ruang kelas setelah siswa SD selesai belajar. Kini, SMK itu memiliki dua jurusan, yaitu multimedia serta agrobisnis tanaman pangan dan hortikultura dengan jumlah siswa mencapai 72 orang.
Siswa SMK Nahdlatul Wathan Kokok Putik tengah berpraktik komputer di laboratorium komputer. Dokumentasi Pribadi.
Gerakan Asri dan teman-teman terus berkembang. Mereka kemudian mendirikan SD Filial di Dusun Bakong, Desa Sambik Elen, pada 2011. Sebab, anak-anak di kaki Rinjani itu perlu berjalan sejauh 3 kilometer untuk mencapai SD terdekat. “Masyarakat setempat juga ingin dibangun sekolah,” tuturnya.
Mereka punya cara unik menggalang dana untuk membangun sekolah itu, yakni dengan menggelar layar tancap sepekan dua kali, tiap Rabu dan Sabtu malam. Para penonton ditarik iuran Rp 2.000 per orang. Sebagian besar yang mereka putar adalah film Indonesia, seperti Tutur Tinular dan Mak Lampir. Selama enam bulan layar tancap digelar, terkumpul uang sekitar Rp 4 juta.
Sebelumnya, kepala dusun setempat menghibahkan tanahnya seluas 6 are atau sekitar 600 meter persegi untuk pembangunan SD tersebut. Kini SD Filial menjadi SD Negeri 03 Sambik Elen dengan jumlah siswa 150 orang. Sekolah tersebut sudah tiga kali meluluskan siswa.
Selain itu, Asri membangun SMP Islam Asaagaf Kokok Putik di Desa Bilok Petung pada 2013. Namun sekolah ini hanya bertahan dua tahun. Sekolah lain yang ia dirikan adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Adek di Desa Sambik Elen pada 2012 dan PAUD Al-Ridho di Desa Pohgading Timur, Lombok Timur, pada tahun ini.
Asri menerangkan, semula, semua guru di sekolah-sekolah itu adalah para relawan. Mereka tak mendapat gaji. Bahkan mereka harus menyisihkan penghasilan dari tempat lain untuk biaya operasional sekolah. Namun kini sejumlah sekolah itu telah memperoleh bantuan operasional sekolah (BOS). SMK Nahdlatul Wathan Kokok Putik mendapat BOS sejak 2014 dan MTS Maraqitta'limat memperoleh bantuan tersebut sejak 2020.
Asri juga tidak memungut biaya dari siswa yang bersekolah di maktab-maktab itu. Para siswa tinggal datang belajar. “Dari SD, MTS, hingga SMK gratis semua,” tutur peraih Anugerah Duta Informasi 2014 (Penulis Inspiratif Pendidikan 2014) dari Gubernur Nusa Tenggara Barat itu.
Suaib, 62 tahun, adalah salah seorang wali murid yang bersyukur atas kehadiran SMK Nahdlatul Wathan Kokok Putik. Anak perempuannya, warga Desa Bilok Petung, bersekolah di SMK tersebut sejak 2017 dan mengambil jurusan multimedia. Kini, anak tersebut berkuliah di Jurusan Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram. “Kalau tidak sekolah, anak-anak mau jadi apa?” ujar dia.
GANGSAR PARIKESIT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo