Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PARTAI perdana Piala Dunia 2018 seharusnya menjadi momen indah bagi Ratu Tisha Destria, Sekretaris Jenderal Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia. Pada 14 Juni lalu, di Stadion Luzhniki, Moskow, Tisha untuk pertama kalinya menyaksikan secara langsung pertandingan Piala Dunia. Kehadirannya merupakan bagian dari Kongres Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA), 11-16 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Apakah menikmati? Saya jawab jujur: tidak," katanya kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Saat gol demi gol mengalir dari tim tuan rumah ke gawang Arab Saudi, Tisha malah kepikiran pekerjaannya di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di benaknya, gemerlap bintang-bintang dunia terhapus deretan program yang disiapkan PSSI untuk mencetak dua gol maha-akbar: berlaga di Olimpiade 2024 dan Piala Dunia 2030. PSSI mulai menggelar kompetisi usia muda, pendidikan pelatih, rencana pembangunan fasilitas pusat pelatihan nasional, dan banyak lagi. Semua merangkak dari nol pada tahun lalu, pasca-suspensi FIFA, dualisme kepemimpinan, dan masalah internal PSSI yang menahun.
Menggilai bola sejak duduk di sekolah menengah atas, ini juga pertama kalinya Tisha, 32 tahun, tidak larut dalam euforia Piala Dunia. Dia hanya bisa menonton siaran pertandingan yang berlangsung lewat tengah malam karena kepadatan agenda PSSI. Saat nonton, sering yang muncul adalah emosi campur aduk. Misalnya saat menyaksikan laga tim Asia, Jepang dan Korea Selatan. "Betapa iri melihat mereka berlaga di sana," ujar alumnus Institut Teknologi Bandung dan S-2 FIFA Master ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo