Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebulan terakhir, Salahuddin Wahid, 64 tahun, mondar-mandir ke Jombang, Jawa Timur. Ia siap menempati rumah barunya sejak menjadi pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng mengganti-kan pamannya, KH Yusuf Ha-syim, 13 April lalu.
Rumah itu tak asing lagi bagi Salahuddin. Rumah itu dibangun- ka-keknya, KH Hasyim Asy’arie, pen-diri Tebuireng, pada 1899. Ti-ga tahun lebih ia tinggal di ru-mah itu sewaktu kecil. Ia masih i-ngat ketika pertama kali ada se-rang-an udara dari pasukan seku-tu pada periode agresi militer. Ia terjatuh. Kepalanya bocor akibat terantuk bak mandi. Ada pula pengalaman saat ia balita. Saat bermain, tiba-tiba mobil yang diparkir mundur. Ia selamat, tia-rap di antara dua ban mobil.
Meski Salahuddin sudah mondar-mandir, sang istri masih gamang. Dia tak tahu harus berbuat apa di sana. Salahuddin menenangkan istrinya. Tuhan pasti memberinya bekal ekstra untuk memimpin pondok de-ngan 1.500 santri itu. Salahuddin- pun mengaku pasrah bila akhir hayatnya harus berada di Tebu-ireng. ”Kalau meninggal nanti, kan tinggal menyeberang saja,” katanya sambil menunjuk pemakaman keluarga yang ter-letak di kompleks pesantren.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo