Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Haru…haru…haru…
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ku menatap wajah bunda
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tampak kilauan-kilauan seperti kaca
Bersinar dari matanya…
Sepenggal bait puisi berjudul Air Mata Bunda itu ditulis seorang bocah laki-laki yang duduk di kelas IV sekitar enam tahun lalu. Daffa Nurdiansyah, namanya. Kini, di usianya yang menginjak 15 tahun, Daffa akan menerbitkan bukunya yang ke-24 pada tahun ini. “Proyeknya ada tiga, novel sama kumpulan quotes. Tapi Daffa jalanin yang novel dulu,” ujar Daffa kepada Tempo, Rabu, 31 Agustus lalu. Judulnya The Flap of the Pes Wing’s.
Sebelum menulis novel, remaja kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, 3 Maret 2007, itu mulanya tertarik menulis puisi karena sering membaca di perpustakaan sekolahnya. Ia membuat kumpulan puisi di buku tulisnya, lalu memamerkan kepada sang nenek. Ternyata, nenek Daffa menyukai karyanya. Sang nenek lalu menghadiahi Daffa sebuah buku harian untuk memotivasinya terus menulis. Kumpulan puisinya lalu ia pindahkan ke diari itu.
Ketika masuk SMP, Daffa memberanikan diri mengikuti lomba menulis puisi. Ada beberapa karyanya yang terpilih dan akhirnya dibukukan bersama karya para penulis lain. Salah satunya puisi Air Mata Bunda yang dapat dibaca di buku berjudul Jerit Hening. Dari karya pertamanya itu, tercetus ide untuk membukukan kumpulan puisi lamanya. “Dari buku harian itu dipindahin ke Word (Microsoft Word), dan Daffa kirim ke penerbit Laditri Karya. Akhirnya, baru lahir buku Daffa yang solo,” katanya.
Daffa Nurdiansyah, mengikuti pelantikan pengurus komunitas Bukittinggi Literasi Anak Hebat (Bilah) kak di Benteng Fort de Kock, Bukittinggi, Sumatera Barat, 2 juni 2022. Dok. Daffa Nurdiansyah
Tak puas hanya membuat puisi, Daffa mencoba menulis artikel opini. Lewat bimbingan seorang guru di SMPN 3 Bukittinggi, Daffa menuangkan pendapatnya mengenai dampak penggunaan gadget bagi pelajar. Tulisan itu pun terbit di surat kabar. Selanjutnya, ia mulai menulis novel. Novel pertamanya berjudul Dalam Pelukan Bulan.
Daffa bercerita bahwa ia hampir saja menyerah pada awal mencoba menulis prosa panjang tersebut. Saat itu, tiga bab naskah sepanjang 40 halaman yang ia tulis di telepon selulernya lenyap. Namun, karena melihat rekan-rekan di komunitasnya sudah membuat karya, ia pun termotivasi kembali. “Setelah tiga bulan akhirnya alhamdulillah novel pertama ada,” kata dia.
Tak ada alasan khusus sebetulnya ketika Daffa terjun menjadi novelis. Ia hanya iri dan kepingin menerbitkan novel seperti teman-teman di komunitasnya. Ia aktif di Taman Baca Mutiara Hati dan belum lama dipercaya menjadi ketua. Selain itu, pemerintah daerah setempat mendapuk Daffa sebagai Ketua Bukittinggi Literasi Anak Hebat (BILAH). Komunitas ini menjadi wadah untuk mengembangkan potensi anak muda.
Daffa terlahir dari keluarga sederhana. Ayah Daffa, Nurwahidin, dulunya bekerja sebagai tukang, tapi baru-baru ini terkena pemutusan hubungan kerja. Sedangkan ibunya, Mardiana, merupakan petugas kebersihan di kantor lurah di Bukittinggi. Daffa pun bersyukur sebagian penghasilan dari karya tulisnya bisa untuk menambah uang saku.
Daffa Nurdiansyah (tengah) bersama Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah (kanan) di Istana Gubernur Sumbar, Padang, Sumatera Barat, 20 Agustus 2022. Dok. Daffa Nurdiansyah
Dengan segala keterbatasan, Daffa juga mampu membuktikan bisa meraih prestasi. Selain menghasilkan hampir 2 lusin buku, anak kedua dari tiga bersaudara ini menjuarai berbagai perlombaan di tingkat daerah. Misalnya, meraih juara 3 lomba menulis artikel bertema “Rumah Kelahiran Bung Hatta” dan juara 1 lomba bercerita tentang masa kecil Bung Hatta. Kemudian, di sekolah, Daffa menjuarai lomba baca puisi dan presenter, juga meraih juara harapan 2 lomba melukis.
Prestasi lainnya, karya Daffa terpilih sebagai 100 puisi pelajar terbaik Sumatera Barat. Ketika SMP, ia didapuk sebagai duta antirokok dan duta kompos. Tahun ini, Daffa dinobatkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai tokoh anak inspiratif yang peduli terhadap perlindungan anak.
Adapun di sekolah, Daffa rajin mengikuti berbagai kegiatan, seperti jurnalistik, palang merah remaja, tahfiz, dan sinema. Kesibukan lainnya, Daffa kini sedang mempelajari empat bahasa. Ia menargetkan menghafal lima kosakata dari bahasa Inggris, Jerman, Thailand, dan Korea tiap hari. Walau merasa lelah karena aktivitas yang padat, Daffa mengaku senang menjalaninya. Apalagi, di usianya ini, ia sedang bersemangat mencoba berbagai hal positif untuk menggali potensi.
Pemilik nama pena Affa Penses ini mengatakan, agar berprestasi, harus ada kemauan, komitmen, dan prioritas. Dalam membuahkan karya dan prestasi, Daffa terinspirasi oleh keluarga. Ia pun memiliki impian untuk membahagiakan orang tua, terutama sang ibu, lewat menulis. “Daffa ingin membuat Mama bangga. Jadi, Mama enggak nyesel berjuang untuk Daffa.”
FRISKI RIANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo