IBU Tien Soeharto membukakan rahasianya, meng apa hari itu ia lebih suka berbicara dengan membaca teks. Dan para pemimpin redaksi pelbagai harian dan majalah pun menyimak baik-baik di aula gedung Departemen Penerangan, Jumat pekan lalu itu -- meskipun Ibu Tien bukanlah pembicara pertama dalam acara jumpa pers dengan pimpinan Gerakan Pramuka itu. Soalnya, baru kali itu agaknya mereka bertemu Ibu Negara dalam acara yang serupa. Bukannya ia tidak bisa berbicara langsung, kata Ibu Tien, jika ia terpaksa membaca teks, tapi karena "dari dulu saya ini penakut kepada media massa". "Kalau saya salah bicara, tambah Ibu Tien, "bisa dimuat di halaman pertama." Segenap hadirin, wartawan, dan para Pramuka, tertawa mendengar pengakuan yang charming itu. Ibu Tien sendiri, dalam pakaian Pramuka putri, sebenarnya tak tampak takut, bahkan santai. Ketika salah satu halaman teks yang dibacanya selip, ia berhenti sebentar, seolah-olah gugup, tapi tertawa kecil. "Nah, betul, 'kan," katanya, "memang takut betul ...." Suasana yang resmi pun cair jadi suasana ramah -- apalagi ketika ada gayung bersambut dari kalangan wartawan. Pemimpin Redaksi Jakarta Post, Sabam Siagian, dalam kesempatan bicara, melepaskan gurau, seakan-akan menjawab Ibu Tien: "Bukan Ibu saja yang takut, kami ini yang takut -- bukan kepada Ibu Soeharto, bukan kepada Pak Menteri Penerangan ...." Lalu kepada siapa Sabam dan para wartawan takut? Rupanya, kepada bawahan Dirjen Pembinaan Pers & Grafika Sukarno S.H., yang "suka menelepon kami ini." Tertawa dan tepuk terdengar lagi, termasuk ketawa lebar dari Menteri Harmoko dan Dirjen Sukarno. Jawab Harmoko cepat, "Telepon itu memang gunanya untuk menelepon ...." Dan para pimpinan Pramuka dari seluruh Indonesia -- yang tampaknya mafhum apa arti "soal telepon-menelepon" itu -- bertepuk lagi. Kali ini, tentu saja, prok-prok-prok, prok-prokprok, prok-prok-prok-prokprok-prok....
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini