Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Panitia seleksi calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menutup pintu pendaftaran Senin pekan lalu. Tercatat 215 orang dari berbagai kalangan, termasuk orang dalam KPK, mendaftarkan diri. ”Siapa pun yang sudah mendaftar tapi mempunyai beban masa lalu sebaiknya berhitung seribu kali,” ujar Ketua KPK Busyro Muqoddas. ”Sebaiknya mereka mundur dari sekarang.”
Menjadi Ketua KPK menggantikan Antasari Azhar sejak November tahun lalu, semula Busyro memutuskan tak mendaftar lagi karena ingin kembali ke kampus. Tapi, bersamaan dengan penutupan itu, Mahkamah Konstitusi membuat keputusan memperpanjang masa jabatannya di KPK sesuai dengan undang-undang. Jadi Busyro bisa meneruskan tugas tiga tahun lagi di lembaga yang menjadi musuh para koruptor itu.
Busyro menegaskan, orang yang berkantor di komisi antikorupsi itu sebaiknya tak memiliki catatan buruk di masa lalu, karena bisa tersandera masa lalunya. Beberapa nama yang masuk meja panitia seleksi, menurut dia, sudah memenuhi syarat sebagai figur yang bersih dan antikorupsi—tinggal tergantung proses politik di Dewan Perwakilan Rakyat. ”Anggota DPR harus melepaskan diri dari kepentingan politik pragmatis sesaat,” katanya.
Selasa pekan lalu, Busyro menerima Yandi M. Rofiyandi, Anton Aprianto, Anton Septian, dan fotografer Dwianto Wibowo dari Tempo di kantornya. Dengan tenang dia mengingatkan pentingnya KPK dipimpin orang-orang yang bersih dan berani. Dia menyinggung pula soal Nunun Nurbaetie dan Nazaruddin, yang sama-sama jadi buron di luar negeri.
Mahkamah Konstitusi memutuskan perpanjangan masa jabatan Anda di Komisi Pemberantasan Korupsi. Anda siap melanjutkan tugas?
Saya sedang mengikuti rapat dengar pendapat di DPR, jadi tak mendengar langsung keputusan Mahkamah Konstitusi. Saya menghargai pemohon judicial review serta keputusan Mahkamah Konstitusi. Sekarang terpulang kepada pengambil keputusan politik, yaitu DPR. Kalau mereka nanti melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi, saya siap.
Kabarnya, keluarga di Yogyakarta keberatan Anda di Komisi Pemberantasan Korupsi, sehingga cukup setahun Anda di KPK dan tak usah melamar lagi?
Semula begitu. Istri dan sebagian anak saya berpendapat sama, tidak usah mendaftar lagi lewat panitia seleksi. Kami juga tak mengharapkan keputusan Mahkamah Konstitusi. Saya mengambil keputusan tak mendaftar serta tak bergantung pada keputusan Mahkamah Konstitusi. Saya sudah siap andaikan Mahkamah Konstitusi menolak judicial review. Saya berniat kembali ke kampus, ke Pusat Studi Hak Asasi Manusia, dan mempertimbangkan turun lagi ke advokasi kasus yang menyangkut rakyat kecil.
Seandainya Anda tetap di KPK tapi tidak menjadi ketua, apakah ada pengaruhnya secara psikologis?
Kalau Komisi Hukum DPR menjalankan keputusan Mahkamah Konstitusi dan itu tak berlaku surut, pasti pemilihannya sesuai dengan tata tertib. Kalau ternyata saya tak terpilih lagi menjadi ketua, tidak jadi masalah. Sebelum di Komisi Pemberantasan Korupsi, saya di Komisi Yudisial, yang juga memiliki model kepemimpinan kolektif kolegial. Jadi sudah terbiasa.
Panitia seleksi telah menghasilkan nama calon pemimpin KPK yang kapabel, tapi bisa terpental di DPR. Adakah upaya meminimalisasi proses politik yang menghambat para calon itu?
Saya bersyukur banyak orang yang punya kapasitas telah mendaftar. Sekarang ini pelaku korupsi semakin banyak, menggurita, dan sinergis. Sumber utama korupsi di Indonesia adalah sistem, kultur, dan proses politik. Lihat saja perilaku orang partai yang koruptif karena jabatan, meski tak semua begitu. Saya sangat khawatir, menjelang 2014, akan semakin menguat syahwat menguasai akses ekonomi yang bisa jadi melawan hukum. Jadi saya berharap proses di DPR bisa lepas dari kepentingan politik pragmatis sesaat.
Banyak orang dalam KPK ikut mendaftarkan diri. Apakah mereka meminta izin Ketua?
Kultur organisasi di sini memberikan iklim bahwa individu mempunyai peran dan keleluasaan dalam bekerja. Jadi tak ada dinamika, kreativitas, dan inovasi yang tersandung dan terhambat karena kultur birokrasi. Setiap orang bebas menentukan pilihan. Saya tak dimintai izin, hanya diberi tahu. Itu bukan pelanggaran.
Kalau dilihat dari kapasitas dan kultur bekerja, bukankah seharusnya calon dari dalam KPK sudah teruji?
Iya. Saya juga berharap mereka bisa melewati panitia seleksi dan DPR. Mereka sudah terlatih dan visinya jelas serta teruji melalui aktivitasnya.
Sewaktu mencalonkan diri, bagaimana pengalaman Anda menghadapi proses politik DPR?
Saya merasa tak ada satu pun anggota Komisi Hukum melobi, apalagi mengarah ke money politics. Sama sekali tak ada dan tak mungkin saya lakukan. Kalau calon pemimpin KPK main politik uang, pasti menjadi beban. Dia akan tersandera secara mental dan jiwa di KPK. Bisa gila orang itu.
Ada beberapa pendaftar dinilai tak teruji dan mempunyai catatan buruk di masa lalu?
Siapa pun yang sudah mendaftar tapi mempunyai beban masa lalu sebaiknya berhitung seribu kali. Masih bisa mundur. Kalau ada beban masa lalu, itu bisa menjadi beban mental dan kejiwaan. KPK menghadapi berbagai jenis, modus, aktor, dan proses korupsi. Jadi orang harus betul-betul memiliki syarat prima: integritas, profesionalitas, kepemimpinan, serta tak ada beban masa lalu. Kalau ada orang kotor di sini, sekali terbuka akan ditembak. Konyol dia, keluarganya juga bisa jadi sasaran.
Dulu Antasari Azhar, setelah menjadi Ketua KPK, menangkap jaksa. Anda bekas Ketua Komisi Yudisial, benarkah gebrakannya ke arah hakim?
Komisi Yudisial punya kewenangan yang dimensinya bagus, menarik, dan penuh nuansa etika. Ketika di Komisi Yudisial, saya menemukan banyak data yang kesimpulannya menyebutkan bahwa proses peradilan koruptif, penuh laku mafia peradilan, yang terdiri atas oknum polisi, jaksa, hakim, diperparah pengacara, ditambah calo kasus. Langkah memberantas korupsi itu melalui penegakan hukum sebagai proses peradilan. Saya sadar pentingnya koordinasi Komisi Yudisial dan KPK. Komisi Yudisial akan cantik kalau menggunakan kewenangannya bekerja sama dengan KPK.
Mahkamah Agung menegaskan baru menindak hakim nakal kalau sudah ada kekuatan hukum tetap….
Mahkamah Agung tafsirnya sangat normatif. Hakim Muhtadi Asnun dan Syarifuddin sampai sekarang tak dipecat. Hakim Muhtadi Asnun dulu sudah 100 persen mengaku di berita acara pemeriksaan yang dibuat sukarela. Mengapa masih dibuat putusan pemberhentian sementara, padahal pelanggaran moralnya sudah terbukti sempurna?
Bisa dikatakan Mahkamah Agung melindungi korpsnya?
Hakim yang terbukti melanggar kode etik, sambil menunggu proses pidananya, seharusnya diberhentikan secara tak hormat. Mahkamah Agung akan lebih elok kalau melaporkannya ke kepolisian. Walaupun si hakim sudah dipecat, Mahkamah Agung punya hak secara moral institusional melaporkan hakim nakal. Itu akan indah sekali, sekaligus meringankan beban Mahkamah Agung menangkis isu melindungi korps.
Bagaimana dengan pengejaran Nunun Nurbaetie? Apakah KPK sudah menemukan lokasinya?
Sampai sekarang kami hanya terbatas pada informasi yang masuk dari sumber-sumber tertentu bahwa dia berpindah-pindah. Terakhir kami dengar dia masih di Kamboja.
Red notice tak mencantumkan nama lahir meski sekarang sudah diperbaiki. Bagaimana bisa terjadi?
Sudah diperbaiki, kan? Saya tak sampai sejauh itu untuk menjelaskan mengapa bisa terjadi fakta seperti itu. Apakah kesalahan kalau di belakang nama Nunun langsung nama suaminya? Kami ambil hikmahnya saja. Yang penting sebenarnya hadir secara sukarela. Itu akan menyelesaikan masalah secara tuntas daripada red notice. Kami awalnya berharap kelonggaran dari keluarga Bu Nunun, ternyata tidak.
Jadi pilihannya lewat Interpol atau sukarela?
Sejak awal kami lebih suka kalau dia bisa dihadirkan tanpa bantuan Interpol. Biar perjalanan hukumnya di pengadilan. Kalau ada yang menilai bahwa ini kasus teri, bukankah tetap harus diproses kepolisian? Jadi soal teri atau tidak itu kan tak relevan.
Apakah KPK yakin Nunun sakit?
Persoalan sakit atau tidak bisa ditemukan realitas faktualnya ketika Bu Nunun ditemukan melalui peran keluarga atau kewenangan KPK.
Mengapa Nunun begitu takut padahal belum ada pembuktian?
Memang sangat mengherankan dan saya tak bisa menemukan kesimpulan logis menurut perkembangan atau fakta. Sebetulnya, dari segi moral dan komitmen politik, bagus juga misalnya Partai Keadilan Sejahtera turut membantu KPK, seperti semboyannya sebagai partai peduli. Kepedulian dalam konteks ini penuh muatan etika.
Kasus ini kan kerangka besarnya pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom, yang disebut sebagai motivator. Mengapa sampai sekarang tak sampai ke motivator itu?
Kalau sudah sampai pada Miranda Goeltom, mengapa kami harus menetapkan dan menunggu Bu Nunun? Kausalitas penting sekali untuk menghubungkan sejumlah pihak dalam rangkaian perbuatan yang sudah diklasifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. Kalau ada lima orang, A sampai E, kemudian pembuktian sisi kausalitas hanya sampai C, untuk sampai E itu harus melalui D. Nah, kalau D-nya hilang, kan tidak bisa.
Nunun ke luar negeri sehari sebelum dicekal, sama seperti Nazaruddin, sehingga benarkah diduga ada kebocoran informasi di tubuh KPK?
Tak ada pembocoran.
Nazaruddin awalnya terkait dengan suap Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga. Mengapa pemanggilan sekarang dalam kasus di Kementerian Pendidikan Nasional?
Kasus di Kementerian Pendidikan sudah cukup alasan yuridis dan materiilnya. Jadi pemanggilan Nazaruddin dalam kasus di Kementerian Pendidikan dulu.
Sejumlah nama diduga terlibat dalam kasus di Kementerian Olahraga dan Kementerian Pendidikan. Apakah itu akan ditindaklanjuti?
KPK berurusan dengan kasus kriminal, khususnya korupsi. Semua penyidikan dan penyelidikan terikat asas pembuktian materiil. Kalau misalnya yang disidik hanya tiga orang tapi ada informasi tambahan yang mengharuskan orang lain diperiksa, itu biasa. Jadi tak mustahil nama yang disebut Nazaruddin bisa kami panggil, tergantung hasil penyidikan.
Bagaimana KPK menjamin penyidik tak melakukan tebang pilih, terutama pada kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi?
Ekspose di sini diikuti sejumlah satuan tugas dan jaksa penuntut umum yang dipandang perlu oleh pimpinan atau direktur terkait. Jadi mekanisme penyidikan mencerminkan sistem yang terintegrasi. Ekspose itu banyak yang ikut dan paparannya sangat terperinci. Kultur dan sistem di sini juga sudah matang. Kalau ada manipulasi, akan terungkap di forum itu, termasuk kekurangan juga bisa di-cover. Kalau ada yang main, pasti ketahuan. Tak ada yang bekerja sendiri di sini. Kerja tim bagian dari model proses penyidikan dan penyelidikan tim.
Selama kurang dari setahun memimpin, bagaimana Anda melihat kinerja KPK?
Sistem dan budaya organisasi di sini sudah mapan. Seluruh jajaran memiliki sikap yang menunjukkan mereka bekerja independen dan selalu profesional. Jadi tak akan terpengaruh faktor non-yuridis. Etos kerja teman-teman di sini tinggi sehingga banyak yang pulang sampai malam. Ketika ada kasus berat, anggota satuan tugas banyak yang tidur di sini.
Dilihat dari jumlah laporan masyarakat, apakah jumlah sumber daya manusia di KPK masih memadai?
Laporan masyarakat melalui pesan pendek, Internet, tertulis, dan dengan datang ke sini makin meningkat jumlahnya karena kepercayaan masyarakat. Tapi sumber daya manusia yang terkait dengan penyidikan terbatas. Sekarang hanya ada 110 polisi dan 40 jaksa. Diukur dari laporan masyarakat, memang belum sebanding. Selain itu, tambahan sumber daya manusia juga terkendala gedung dan anggaran.
Anda pernah merasa capek mengurusi pemberantasan korupsi di Indonesia?
Saya sering mengatakan, kalau dibandingkan dengan Komisi Yudisial, lebih capek di sini. Tapi saya menikmatinya karena ada dinamika sense of ethic bahwa yang kami kerjakan bersama di sini ada manfaatnya untuk rakyat. Selama ini yang sering menjadi korban dari struktur, sistem, dan kultur koruptif adalah rakyat.
M. Busyro Muqoddas
Pendidikan:
Karier:
Tempat dan tanggal lahir: Yogyakarta, 17 Juli 1952
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo