Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

<font face=arial size=2 color=#ff9900>T.B. Silalahi:</font><br />Kongres Luar Biasa Akan Merusak Partai Demokrat

20 Februari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak lagi aktif di militer, Tiopan Bernhard Silalahi kini dihadapkan pada "pertempuran" baru di Partai Demokrat. Penasihat khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak 2004 ini dipercaya menjadi Ketua Dewan Pengawas Partai.

Tugas pensiunan jenderal ini mengawasi dan menjatuhkan sanksi kepada kader-kader partai, terutama mereka yang tersangkut masalah hukum. Alhasil, Silalahi, 73 tahun, punya wewenang memberi sanksi, termasuk kepada kader Demokrat yang berkedudukan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan menteri sekalipun, andai mereka melenceng dari jalur hukum. Ketua Umum Anas Urbaningrum, yang diduga menerima aliran dana haram Wisma Atlet, dan Wakil Sekretaris Jenderal Angelina Sondakh, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, kini ada dalam radar pengawasannya.

Silalahi juga diminta SBY "membina" para kader yang gemar berteriak dan saling serang di media massa. "Terus terang ini kelemahan partai kami, yang membuat masyarakat tidak bersimpati," katanya. Silalahi bertugas membuat sesi khusus untuk menatar kembali para kader "vokalis" media massa. "Lebih baik mereka berteriak di dalam, kami siap menampung dan menginvestigasi langsung," ujarnya kepada Tempo.

Guru SBY di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) ini orang kepercayaan Presiden. Dia selalu dimintai pertimbangan sebelum Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu memutuskan sesuatu. "Kebetulan saya kenal beliau lebih lama, tapi bukan berarti yang paling dekat," kata sang Jenderal Purnawirawan.

Jejak Silalahi dalam karier cukup meyakinkan. Dia pernah menjadi Camp Commandant UNEF Middle East di Kairo, Mesir, pada Perang Israel dan Mesir pada 1973—yang membuatnya fasih berbahasa Arab. Di luar dunia militer, dia menjadi komisaris di berbagai perusahaan, termasuk di Bank Artha Graha hingga 1993. "Saya tinggalkan jabatan ketika menjadi menteri pada zaman Soeharto," ujarnya.

Wartawan Tempo Andari Karina Anom, Qaris Tajudin, dan Kartika Candra menemuinya di Menara Sudirman, Jakarta, pekan lalu. Gaya bicaranya masih tetap berapi-api meski terlihat amat berhati-hati.

Partai Demokrat disebut-sebut melindungi kadernya yang dituduh korupsi.

Bagaimanapun, partai harus melindungi kadernya dan membuat mereka nyaman di partai. Jangan belum apa-apa, kader langsung ditinggal dan dihukum. Tapi bukan berarti kami melindungi kader yang bersalah.

Angelina Sondakh sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, tapi kok belum kunjung dipecat dari partai?

Soal Angie, yang mendesak (dia mundur) itu kan dari luar. Dalam kode etik kami sudah jelas disebutkan, seseorang yang terlibat hukum dan berstatus tersangka harus diberhentikan dari jabatannya. Hanya dari jabatan, bukan sebagai kader. Kami harus melindungi dia sebelum benar-benar divonis bersalah. Tapi orang mendesak: kapan Angie diberhentikan, mana suratnya, dan seterusnya. Sudahlah, ini hanya masalah teknis, pasti (surat pemberhentian) akan keluar. Tanpa itu pun, Angie sebenarnya sudah mendapat hukuman sosial.

Kalau mengandalkan hukuman sosial, apa fungsi Komisi Pengawas yang Anda ketuai?

Semua partai punya masalah, juga kader-kadernya. Tapi mereka lebih bisa mengatasinya. Contohnya PDI Perjuangan. Mereka sudah berpengalaman mengatasi krisis sejak PDI berubah menjadi PDI Perjuangan. Partai Demokrat baru berumur sepuluh tahun, sehingga banyak yang kurang mahir berpolitik. Banyak juga yang tidak cerdas dengan saling menyerang sesama kader. Mereka tidak sadar hal itu menghancurkan partai. Terus terang saya cemburu pada partai lain.

Lho, bukannya seharusnya partai lain yang cemburu?

Ya, tapi mereka lebih kompak, tidak saling menyerang. Soal kader yang menjadi tersangka, di partai lain juga banyak, malah ada yang sudah masuk penjara. Tapi guncangannya tak seheboh ini, karena mereka kompak. Memang, secara internal, kami harus melakukan manajemen krisis untuk meredam kerusakan yang sudah terjadi.

Kapan kekacauan ini bisa Anda redam? Bukankah pemilihan umum sudah dekat?

Kami sedang dalam suasana pertempuran, jadi belum bisa dipastikan sampai kapan dan mau ke mana. Anas diduga terlibat dan Angie sudah tersangka. Kami seharusnya memegang asas praduga tak bersalah, tapi kasus ini malah diramaikan orang-orang di dalam Demokrat sendiri. Orang di luar pukul gendang, kami yang menari.

Menari bagaimana? Bukankah telah lama ada perpecahan di partai Anda? Bahkan ada isu soal politik uang dalam kongres di Bandung yang dimenangi Anas Urbaningrum.

Maksudnya, kenapa ada (kader) yang malah berteriak-teriak di media, padahal dia sudah tahu ada prosedur di dalam yang bisa menampung semua itu. Hal semacam ini yang merusak partai kami. Yang berteriak belum tentu benar, tapi sudah diperbesar (oleh publik) bahwa ada dua pihak: kubu Anas dan kubu Marzuki Alie. Seperti ada skenario untuk merusak partai kami.

Mungkin mereka berteriak di luar karena di dalam memang tidak didengar?

Kami (Komisi Pengawasan) akan memanggil mereka mulai minggu depan. Kami minta mereka membawa bukti (politik uang), dan mereka sanggup.

Siapa saja yang Anda maksud dengan kader Demokrat yang gemar berteriak-teriak di hadapan publik?

Ya, mereka yang berteriak-teriak di koran itulah. Kami bilang ke mereka: kalau ada bukti, tidak usahlah bicara ke publik. Saya menjamin, kami akan memverifikasi laporan itu.

Ini yang kami dengar: masalah ini terjadi karena banyak kader Demokrat yang oportunistis. Anda setuju?

Setiap partai punya kader yang oportunistis—saya lebih suka menyebutnya berambisi. Orang masuk partai itu macam-macam motivasinya. Ada yang ingin menyalurkan aspirasi, ada yang mengincar jabatan, tentu ada juga yang mencari keuntungan material.

Dan partai membiarkan hal ini?

Tentu tidak. Partai sudah memiliki rambu. Seperti kata orang Jawa: ngono yo ngono, mbok ojo ngono. Cari duit, ya, boleh. Tapi kalau cari duit sampai menyeleweng, ya, janganlah.

Ada yang menghubungkan masalah ini dengan ketidaktegasan SBY sebagai Ketua Dewan Pembina?

Partai ini bukan hanya keinginan Pak SBY. Semua aturan, hak, dan kesempatan seluruh kader dirumuskan sewaktu kongres. SBY tidak kurang memberi pengarahan, dan petunjuknya amat jelas. Tapi bisa saja ada kader yang mengambil petunjuk itu hanya dari segi yang menguntungkan dia.

Benarkah Anda orang partai yang saat ini paling dipercaya SBY?

Kebetulan saya yang paling lama mengenalnya. SBY pernah menjadi murid saya di Seskoad beberapa puluh tahun lalu. Itu saja keistimewaan saya, kalau bisa dibilang keistimewaan. Tapi mengenal lebih lama kan bukan berarti yang paling dekat.

Apakah SBY pernah membicarakan posisi Anas Urbaningrum, misalnya menonaktifkan dia selama proses hukum berlangsung?

Memilih ketua baru berarti membikin kongres baru yang namanya kongres luar biasa (KLB). Mengadakan KLB, berdasarkan anggaran dasar, hanya kalau ada kondisi amat gawat. Sampai sekarang, kami merasa tidak ada kondisi yang gawat di partai ini. Katakanlah diisukan Ketua Umum terlibat, tapi kalau kami menggelar KLB, itu justru bisa merusak dan memecah belah partai.

Artinya, SBY tetap akan mempertahankan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat sampai Pemilu 2014?

Majelis tinggi bukan hanya SBY. Tapi peristiwa ini ada hikmahnya, karena semua di dalam partai jadi tanggap, termasuk SBY.

Lebih tanggap seperti apa?

Bahwa partai ini rupanya perlu dibina lagi. Sekiranya popularitas Anas makin merosot, itu soal lain lagi. Dan elektabilitas partai ini tidak semata-mata di tangan Ketua Umum.

Tapi, tetap saja, ketua umum kan simbol sebuah partai.

Di kampung saya di Samosir, orang tidak tahu siapa Ketua Umum Demokrat, tapi mereka tahu partainya. Jadi, elektabilitas partai di tingkat rakyat tak semata-mata ditentukan siapa ketua umumnya.

Seberapa parah dampak kasus-kasus yang menjerat kader Demokrat dalam pemilihan umum?

Untuk 2014, ada dua tujuan. Pertama, berhasil menang dalam pemilihan anggota legislatif. Kalau tidak bisa nomor satu, melorot ke dua atau tiga pun apa boleh buat. Kedua, berhasil menang dalam pemilu presiden. Untuk yang kedua ini masalahnya adalah yang kami dorong sebagai presiden bukan lagi SBY.

Lalu siapa?

Pak SBY sudah bicara tadi malam (Senin, 13 Februari 2012), kami punya berapa puluh calon, bukan hanya dari Demokrat, tapi juga dari luar. Dari dalam pun belum tentu ketua umumnya yang dicalonkan.

Dari 23 orang itu, berapa calon dari Demokrat?

Banyak yang kami jagokan dari dalam. Ada Anas sebagai Ketua Umum, dan Marzuki Alie sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat. Dari segi posisi di partai, mereka kuat.

Anas? Lho, bukankah dia tengah tersangkut urusan hukum? Marzuki Alie juga dinilai rendah popularitasnya.

Ini kan dari segi posisi mereka (di dalam partai) sekarang. Tinggal kami lihat siapa yang memenuhi kriteria dan elektabilitasnya tinggi. Kami belum sampai ke situ. Selain yang punya posisi, kami punya sejumlah gubernur di partai. Mereka juga tokoh yang berpeluang.

Berarti belum ada kandidat yang kuat, dong?

Kalau nanti calon presiden dari Demokrat elektabilitasnya tinggi, bisa terulang lagi seperti 2004: presiden dari Demokrat tapi kami minoritas di DPR. Itu sasaran paling minim. Apa boleh buat, kami sulit mengangkat lagi Partai Demokrat. Tapi sasaran kami: calon presiden dari Partai Demokrat untuk 2014 harus menang untuk membawa kembali bendera partai. Siapa orangnya? Nah, itu yang masih kami cari.

Ibu Ani Yudhoyono sudah menolak, Ibas masih terlalu muda. Bagaimana dengan adik Ibu Ani, Kepala Staf Angkatan Darat Pramono Edhie Wibowo?

Dengarkan apa yang dikatakan Pramono: aku enggak mikir jadi presiden, tapi mau jadi petani. Janganlah dipaksa. Tapi siapa tahu, kalau nanti dia populer, ya bisa saja.

Bagaimana dengan Ketua Umum Partai Demokrat?

Sangat tergantung. Kalau tiba-tiba Anas sama sekali lepas dari permasalahan hukum ini, chance Anas cukup tinggi. Itu pun tetap masih perlu diuji lagi: bisakah dia mempersatukan partai ini?

Tapi nama dia terang-terangan disebut oleh beberapa saksi, seperti Mindo Rosalina Manulang. Anda tak khawatir melindungi orang yang mungkin bersalah?

Saya tanya (kepada Anas) apakah dia bersalah. Dia yakin tidak bersalah. Dia justru khawatir kalau proses hukum ini tidak obyektif sampai dia jadi tersangka.

Anda percaya?

Karena dia yakin 24 karat dan 100 persen, ya saya percaya.

Tiopan Bernhard Silalahi
Lahir: Pematangsiantar, Sumatera Utara, 17 April 1938 Pendidikan: Sarjana Muda Hukum, Universitas Padjadjaran, Bandung (1966-1969) l Executive Program, Stanford University USA, National University of Singapore (1992) l Sarjana Hukum, Sekolah Tinggi Hukum Militer, Jakarta (1996-1997) l Doctor HC, Gregorious Arenata University, Manila Pengalaman: Kasdam IV Diponegoro (1984) l Asisten Perencanaan dan Anggaran KSAD (1986) l Sekretaris Jenderal Departemen Pertambangan dan Energi (1988) l Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (1993-1998). l Penasihat Khusus Presiden RI (2004-2006) l Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah (2006-sekarang) l Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Pertahanan dan Keamanan (2006-sekarang) l Ketua Komisi Pengawas Partai Demokrat (2011-sekarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus