Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MOHAMMAD Mahfud Md. merasakan betul keresahan para tokoh sepuh di Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Di antara sembilan orang itu, ada Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin; mantan Ketua Umum Muhammadiyah, Syafii Maarif; dan mantan wakil presiden Try Sutrisno. Penyebabnya: besaran gaji mereka-antara Rp 100 juta dan Rp 112 juta-terungkap dan dikritik publik. Di tengah perbincangan hangat soal gaji itu, pemerintah mengajukan kenaikan anggaran Rp 576 miliar untuk BPIP buat tahun depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahfud mengatakan, dalam pertemuan mingguan di kantor lembaga itu di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada akhir Mei lalu, Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri memilih pasrah dengan alasan sudah kenyang dirisak. Tapi Mahfud menolak tunduk. Ia bergerak mencari penjelasan soal gaji itu hingga ke Presiden Joko Widodo. "Gaji Pak Mahfud dan bapak-ibu lain hanya Rp 5 juta, ditambah tunjangan jadi segini," ujar Mahfud, menirukan Jokowi, dalam wawancara khusus dengan Tempo, Ahad dua pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru besar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia Yogyakarta ini merasa kritik soal gaji BPIP sarat nuansa politik. Menurut dia, sasarannya adalah Megawati, Ketua Umum PDI Perjuangan, partai penyokong utama Presiden Jokowi. Tapi ia menolak disebut membela keduanya. "Saya membela diri karena saya dikait-kaitkan," kata Mahfud, 61 tahun.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Mahfud Md.: Kami Seperti Diserang Lebah
Mahfud menerima wartawan Tempo Reza Maulana, Angelina Anjar, dan Budiarti Putri di kantornya di Senen, Jakarta Pusat. Ketua Tim Pemenangan Nasional Prabowo-Hatta 2014 ini bicara blakblakan soal wacana pencalonannya sebagai wakil presiden, hubungannya dengan Jokowi dan Prabowo Subianto, juga soal mundurnya Kepala BPIP Yudi Latif. Tanya-jawab dilakukan dalam dua kesempatan. Wawancara tambahan berlangsung pada Sabtu dua pekan lalu.
Banyak kritik soal tingginya gaji Dewan Pengarah BPIP. Pembelaan Anda?
Sampai hari ini, Minggu, 3 Juni 2018, pukul 13.30 WIB, BPIP belum pernah mengeluarkan uang dari negara. Semua kegiatan yang kami gelar dibiayai swasta. Saya juga sering berceramah tentang Pancasila tanpa dibayar. Misalnya, pada 16 Mei saya diundang ke New York. Semua keperluan dibiayai pengundang. Lalu saya minta Konsulat Jenderal bertemu dengan masyarakat Indonesia di sana. Akhirnya dibuat dua sesi, dengan komunitas muslim dan mahasiswa.
Anda membawa predikat sebagai anggota Dewan Pengarah BPIP?
Ya, tapi BPIP tidak bayar sepeser pun. Sampai sekarang kami enggak pernah bertanya dan enggak pernah mengurus soal gaji.
Apa reaksi Dewan Pengarah saat polemik gaji mencuat?
Kami seperti diserang lebah. Saat bertemu di kantor, mereka yang sepuh-sepuh itu jengkel juga, seperti Pak Ma'ruf Amin. Tapi mereka bilang, "Ya sudahlah. Sudah nasib. Tidak usah dilayani."
Megawati ikut berkomentar?
Saya bilang ke Bu Mega, "Bu, gimana kita menghadapi ini? Apa perlu kita sikapi?" Beliau menjawab, "Ah, enggak usah, Pak. Saya sudah biasa di-bully begitu." Tapi saya bilang mau melawan karena saya selalu disangkutkan.
Jadi menurut Anda gaji Rp 100 juta itu wajar?
Sejak awal ribut-ribut, saya yakin angka ini pasti bukan gaji, melainkan tunjangan operasional dan lain-lain. Menteri Keuangan Sri Mulyani ternyata menjelaskan hal yang sama. Lalu saya bertemu dengan Presiden, mau usul agar peraturan presiden soal gaji itu dicabut. Saya didampingi Yenti Garnasih, pakar tindak pidana pencucian uang, dan Yos Johan, Rektor Universitas Diponegoro. Sebelum saya bicara banyak, Presiden, didampingi Staf Khusus Ari Dwipayana, bilang, "Pak Mahfud, kabar itu keliru. Gaji Bapak-Ibu di Dewan Pengarah hanya Rp 5 juta, lalu ditambah tunjangan."
Gaji plus tunjangan per bulan sampai sebesar itu wajar?
Saya minta maaf, ya. Bukan soal jumlah, tapi angka perbandingannya. Saya pernah jadi menteri, anggota DPR, Ketua Mahkamah Konstitusi. Jadi tahu isi kantong mereka. Jauh lebih besar dari ini.
Seberapa besar?
Saya menjadi anggota DPR 2004-2009, tapi berhenti pada 2008 karena pindah ke Mahkamah Konstitusi. Tiap bulan gaji yang disetor langsung ke rekening saya dari DPR Rp 48 juta. Di luar itu, misalnya ada pembahasan undang-undang Rp 5 juta, dana konstituen Rp 46 juta per tiga bulan, dana sewa rumah Rp 12,5 juta per bulan. Kalau ke luar negeri dapat tiket kelas bisnis, hotel bintang lima, dan uang saku minimal US$ 4.000 (setara dengan Rp 55,5 juta). Kalau dijumlahkan, bisa mendapatkan Rp 150 juta per bulan.
Lebih besar gaji Anda di DPR, menteri, atau Mahkamah Konstitusi?
DPR dong paling banyak. Saya sebenarnya tidak begitu menyadari sewaktu masih di DPR. Karena pendapatan-pendapatan itu diserahkan lewat bank. Tidak pernah saya cek. Begitu mau jadi Ketua MK kan harus laporkan kekayaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Saya kaget melihat ada Rp 4 miliar di rekening. Saya minta Sekretariat Jenderal DPR memberikan rinciannya. Asalnya, ya itu tadi, uang kunjungan kerja, dinas luar negeri, dan lain-lain.
Berapa gaji yang pas untuk Dewan Pengarah BPIP?
Ndak tahu. Terserah. Maksud saya, harus ada standar yang sama soal penggajian.
Dengan tampil menangkis serangan ke BPIP, Anda dianggap membela Jokowi....
Tidak apa-apa. Orang bilang, "Oh, Pak Mahfud sedang menunjukkan kesetiaan kepada Pak Jokowi." Berarti yang bilang itu sedang menunjukkan kesetiaan kepada yang lain. Kan, sama saja. Saya membela diri saya, bukan Bu Mega atau Pak Jokowi. Karena saya dikait-kaitkan, saya hadapi sendiri, he-he-he....
Yudi Latif mundur sebagai Kepala BPIP. Apa yang terjadi?
Sehari sebelum mundur, dia masih aktif di BPIP, masih memimpin rapat dan menerima tamu. Terakhir saya bertemu dengan dia di Bandara Yogyakarta. Dia akan memberi ceramah sebagai Kepala BPIP di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Saya mendengar berita pengunduran diri itu kemarin pagi (Jumat, 8 Juni 2018) ketika sedang mengisi kuliah di Sekolah Staf dan Komando TNI Bandung.
Saat bertemu di Yogyakarta, apakah Yudi memberi sinyal akan mundur?
Tidak. Di bandara, dia gembira sekali. Saya tanya, "Ke mana, Mas?" Dia menjawab akan mengisi acara di UMY.
Apa alasan yang disampaikan Yudi kepada Dewan Pengarah?
Isi suratnya sama seperti status di Facebooknya, sama seperti yang diberikan kepada Presiden. Dia beralasan tugas di BPIP makin berat setelah ditingkatkan statusnya dari yang semula hanya unit kerja presiden (UKP). Awalnya UKP bertugas merumuskan kebijakan Presiden untuk disampaikan kepada kementerian. Setelah ditingkatkan statusnya, BPIP harus mengeksekusi juga. Tapi sebenarnya hal itu sudah diketahui Pak Yudi. Saya sih berprasangka baik. Dia single parent. Istrinya sudah wafat karena kecelakaan lalu lintas. Dia punya anak yang harus dibimbing. BPIP sangat sibuk, tidak mungkin dia bisa mengarahkan anaknya secara intens.
Apakah pengunduran diri Yudi ada hubungannya dengan isu gaji BPIP?
Dia tidak pernah mengeluhkan masalah itu. Yang membicarakan perihal gaji kan jajaran eksekutif. Mereka yang berkomunikasi dengan pihak Sekretaris Kabinet. Jadi tidak mungkin dia mengeluh kepada Dewan Pengarah karena semestinya dia sudah tahu tentang itu.
Anda sempat mengontak Yudi setelah dia mundur?
Tidak. Dengan teman-teman di BPIP juga tidak bicara secara serius. Saya hanya berbicara dengan beberapa orang melalui WhatsApp dan kami anggap itu biasa saja, tidak membuat guncang. Itu adalah pilihan dia.
Anda kaget terhadap keputusan Yudi?
Ya, karena saya tidak melihat gejalanya. Saya kaget karena BPIP, yang semula bernama UKPPIP, dibuat untuk memberi panggung atau wadah resmi kepada Pak Yudi menyebarkan pemikirannya tentang Pancasila. Idenya bagus, sangat cocok untuk pembangunan Indonesia ke depan berdasarkan Pancasila. Saya masih ingat, dia yang merancang di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Saat itu saya datang sesekali saja. Saya sangat bersimpati kepada dia karena pintar dan idenya pun selaras dengan kehendak Presiden.
Jika Yudi yang merancang, pengunduran diri ini akan berpengaruh terhadap BPIP?
Saya tidak tahu karena saya tidak berada di jajaran eksekutif. Menurut saya, kalau internalisasi kepada teman-temannya sudah cukup, tidak akan berpengaruh besar.
Di status Facebooknya, Yudi mengatakan anggaran yang sudah dipakai BPIP mencapai Rp 7 miliar, sementara Anda mengatakan BPIP belum memakai uang negara....
Sudah jelas dia mengatakan anggaran BPIP menempel kepada Setkab, belum memakai nomenklaturnya sendiri. Artinya, itu bukan anggaran BPIP. Itu tanggung jawab Setkab. Sementara itu, untuk kegiatan dengan anggaran yang besar disponsori perusahaan-perusahaan tertentu.
Banyak yang sangsi akan kerja Badan Pembinaan Ideologi Pancasila....
Badan ini dibentuk atas kesadaran pemerintahan Joko Widodo bahwa Pancasila mulai tidak dihargai. Gejalanya, pertama, polarisasi dan konflik di kalangan masyarakat. Kedua, yang agak berbahaya, adanya gerakan radikal yang mengarah ke menawarkan alternatif ideologi di luar Pancasila.
Gerakan seperti apa?
Berdasarkan disertasi Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Haidar Nasir, yang berbentuk organisasi ada tiga. Pertama, Hizbut Tahrir Indonesia, yang ingin membubarkan Indonesia dan mengganti dengan negara baru yang bersifat transnasional. Itu diumumkan pada 12 Agustus 2007 di Konferensi Internasional Hizbut Tahrir Indonesia di Jakarta. Kedua, tidak mengganti Pancasila, tapi ingin hukum Islam berlaku sebagai hukum resmi negara, yaitu Majelis Mujahidin Indonesia. Ketiga, ingin menerapkan syariat Islam di Indonesia dan dimulai dari tingkat lokal, berupa peraturan-peraturan daerah yang bersifat syariah. Nama organisasinya KPPSI, Komite Persiapan Pemberlakuan Syariat Islam, di Sulawesi Selatan.
Ini merupakan efek reformasi?
Dulu kita menganggap Pak Harto berlebihan dalam memberlakukan Pancasila dengan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), sehingga setelah reformasi ditinggalkan begitu saja. Maka muncul lembaga-lembaga pendidikan yang melarang menyanyikan Indonesia Raya, menghormati Merah Putih, menghafal Pancasila, dan sebagainya. Presiden Jokowi merasakan perlunya lembaga untuk membantu pemerintah menangani ini.
Apa yang mendorong Anda bergabung?
Saya bertanggung jawab karena ikut merumuskan badan ini pada 2016. Ini rasa terima kasih saya. Karena bangsa kita merdeka dan berkedaulatan penuh, saya punya kesempatan untuk maju dan mendapatkan pengalaman hidup yang luar biasa. Kalau diganggu ideologi radikal, anak-anak kita tidak punya kesempatan seperti saya. Bu Mega bergabung setelah unit kerja jadi karena dianggap sebagai anak ideologis Bung Karno, perumus Pancasila.
Apa hasil kerja lembaga ini sejak dibentuk Juni tahun lalu?
Kami merencanakan Pancasila kembali menjadi mata pelajaran dan mata kuliah wajib di semua jenjang pendidikan. Presiden Joko Widodo sudah menyepakatinya. Kata Presiden, "Kalau saya perlu mengubah undang-undang, saya ubah. Kalau perlu membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang, saya buat."
Kementerian terkait setuju?
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir sudah menyepakati. Ada sedikit perdebatan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dengan alasan Pancasila sudah dileburkan di banyak mata pelajaran lain. Kami minta Pancasila tetap harus muncul sebagai mata pelajaran dan kuliah. Sebab, kalau sebuah kebenaran ditenggelamkan, tidak dimunculkan secara resmi, lama-lama hilang. Sebaliknya, kalau sebuah kesalahan dipropagandakan terus, menjadi kebiasaan. Akhirnya Presiden memerintahkan rencana ini harus berjalan.
Kapan Pancasila bisa kembali masuk kurikulum?
Nanti ada teknis perundang-undangan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Mungkin bisa dimasukkan ke Program Legislasi Nasional yang akan datang.
Benarkah BPIP kerap dimintai pendapat oleh Badan Intelijen Negara untuk memprofilkan tokoh radikal?
Tidak pernah. Kami tidak ada hubungan dengan BIN.
Seperti apa peta jalan BPIP?
Ada target audiens. Misalnya, kelompok seniman beda cara menyampaikannya dengan kelompok pesantren dan perguruan tinggi. Untuk kelompok pedagang, kami bicara dengan Kamar Dagang dan Industri.
Selain Partai Solidaritas Indonesia, ada partai lain yang mendorong Anda maju sebagai calon wakil presiden?
Ndak. Banyak hasil survei menyatakan saya masuk lima besar. Tapi saya tidak pernah melakukan langkah-langkah untuk masuk ke lingkaran itu. Tidak pernah bikin baliho, mendekati ketua partai. Mengalir sajalah. Saya tidak ingin, tapi bukan tidak mau.
Terkesan malu-malu tapi mau....
Iya. Tapi mau gimana? Mau bilang ingin tapi ndak punya partai. Bilang tidak mau, ndak mungkin. Dari sudut manusiawi, kita selalu punya ambisi-ambisi karier. Dari sudut idealisme, kalau sudah panggilan sejarah, kenapa tidak?
Jokowi pernah berbicara dengan Anda soal pencalonan?
Saya sering bertemu dengan Pak Jokowi, tapi tidak pernah bicara soal pemilihan presiden.
Mungkin penjajakan dilakukan lewat utusan Jokowi?
Saya ndak tahu. Di lingkaran Pak Jokowi banyak teman sekampus saya di Yogyakarta, seperti Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara), Pak Dwipayana, Pak Sukardi Rinakit (anggota staf khusus kepresidenan). Mereka sering ngomong soal pemilihan presiden. Tapi kan tidak harus diartikan sebagai utusan Pak Jokowi karena kami berteman sejak dulu.
Kalau Jokowi mengajak Anda maju dalam pemilihan presiden 2019, Anda mau?
Nanti saya jawab ke Pak Jokowi, dong. Masak, jawab ke Anda? Ha-ha-ha....
Berbagai survei juga menempatkan Anda sebagai bakal calon wakil presiden Prabowo Subianto. Kalau datang tawaran dari kedua kubu, Anda memilih siapa?
Salat istikharah. Kalau istikharahnya benar, diterima Allah, biasanya keesokan harinya ada kemantapan hati.
Kapan Anda terakhir kali bertemu dengan Prabowo?
Tidak pernah lagi. Begitu hasil pemilihan presiden 2014 diumumkan Komisi Pemilihan Umum, saya pamit. Saya katakan saya gagal mengantarkan Pak Prabowo menjadi presiden. Beliau bilang kita masih akan berperang lewat pengadilan, terkait dengan hasil pemilihan. Saya menolak ikut ke pengadilan karena tugas saya sebagai juru kampanye, bukan pengacara.
Apa reaksi Prabowo?
Dia bilang ada pengacara yang sering menang di Mahkamah Konstitusi. Saya bilang, dulu saya hakim yang memenangkan dia. Saya tahu gugatan ini akan kalah. Silakan melawan, tapi saya tidak ikut. Pada 5 November, sekitar 15 hari setelah Jokowi dilantik, saya bertemu dengan Pak Prabowo di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Saya resmi mundur dan mengatakan tidak menerima sepeser pun selama menjadi juru kampanye. Ya, sudah. Habis itu tidak pernah bertemu sampai hari ini. Sesekali salipan di mantenan, cuma beri hormat, tidak ngomong.
Mengapa Anda mendukung Prabowo dalam pemilihan presiden 2014?
Itu urusan program. Prabowo pendekatannya struktural. Mau menertibkan aparat, aturan-aturan pro-asing. Sementara itu, Jokowi pendekatannya populis. Sama baiknya. Tapi saya hakim, pendekatannya struktural. Maka saya dukung Prabowo, tapi kalah. Program Prabowo bagus, tapi menurut rakyat tidak bagus. Ikuti rakyat. Ini namanya demokrasi. Kalau Anda menang, lalu yang kalah memprotes, kan ndak enak juga. Kalau kalah, ya sudah. Ikut pemilihan lagi lima tahun depan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo