Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Carys Mihardja merupakan remaja Indonesia pertama yang menerima The Diana Legacy Award dari Inggris.
Carys mendirikan Carys Cares sebagai ruang berkreasi bagi anak-anak dengan sindrom Down.
Sejak kecil, ia punya kepedulian pada orang lain, seperti mengajarkan bahasa Inggris kepada anak-anak pemulung.
Kepedulian Carys Mihardja pada anak dengan Down syndrome sangat besar. Kiprah remaja berusia 17 tahun itu dalam memberdayakan mereka terdengar hingga ke luar negeri. Carys baru saja menerima The Diana Legacy Award bersama 19 anak muda lainnya dari seluruh dunia. Penghargaan itu diberikan oleh yayasan mendiang Putri Diana. Penghargaan tersebut diserahkan oleh adik Putri Diana, Lord Earl Spencer, di kediaman keluarga, di Althorp Estate, Northampton, Inggris.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Carys mengatakan The Diana Award diberikan kepada ratusan anak dan remaja dari seluruh dunia. “Dari ratusan penerima ini, dipilih 20 terbaik, yang menerima The Diana Legacy Award. Kebetulan saya anak pertama yang menerima dari Indonesia,” kata Carys kepada Dian Yuliastuti dari Tempo melalui aplikasi pertemuan, Selasa, 21 Desember 2021. “Benar-benar pengalaman berharga bisa membanggakan prestasi kawan-kawan dengan Down syndrome ke mancanegara.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Siswa kelas XII Sekolah Pelita Harapan, Lippo Village, ini menaruh perhatian dan kecintaan pada anak-anak dengan Down syndrome sejak 2018. Hal itu bermula ketika ia bersama ibunya, yang merupakan bos label busana Alleira Batik, Lisa Mihardja, hadir dalam acara Hari Down Syndrome Sedunia di Bundaran HI. Kemudian, Carys mendirikan Carys Cares, yayasan yang memberi ruang bagi anak-anak dengan sindrom Down untuk berkreasi. Lukisan mereka dijadikan gambar di tas, kaus, tumbler, scarf, pouch, dan lain-lain.
Aneka barang bergambar karya anak-anak dengan sindrom Down itu dipasarkan melalui media sosial, wahana jual-beli daring, hingga jaringan retail premium SOGO. Keuntungan dari penjualan digunakan untuk membantu dan memberdayakan anak-anak berkebutuhan istimewa tersebut. Carys Cares juga bekerja sama dengan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS).
Namun Duta Pemuda untuk ASEAN ini tak suka mendapat sorotan. Bahkan akun media sosial pribadinya disetel personal. “Yang menjadi bintangnya kawan-kawan dengan Down syndrome. Saya hanya jembatannya. Biar lebih fokus di akun Carys Cares.” Carys menceritakan pengalamannya memberdayakan anak dengan Down syndrome, menerima penghargaan di Inggris, kesehariannya, bacaan, dan film kesukaannya. Berikut ini petikannya.
Bagaimana acara penghargaan di Inggris itu?
Seru banget. Penerima The Diana Award ini kan ada ratusan anak dan remaja dari seluruh dunia. Dari ratusan penerima ini, dipilih 20 terbaik, yang menerima The Diana Legacy Award. Kebetulan saya anak pertama yang menerima dari Indonesia. Dari Asia ada beberapa.
Berapa lama di London?
Lebih dari seminggu. Kami mendapat workshop bagaimana mendalami dampak sosial kegiatan kami masing-masing. Itu untuk meningkatkan kapasitas personal sebagai aktivis sosial. Seharusnya bisa berkumpul 20 orang, tapi cuma ada 14 orang yang hadir karena ada beberapa kesulitan mendapatkan visa.
Apa yang Anda dapatkan dari workshop itu?
Dari workshop itu saya banyak belajar dari para peserta lain. Ada salah satu peserta, dia punya tumor ovarium, dan dia bantu dengan penyadaran tentang kesehatan reproduksi. Saya juga cerita pengalaman tentang kawan dengan Down syndrome di Indonesia.
Pengalaman berharga, ya?
Benar-benar pengalaman berharga bisa membanggakan prestasi kawan-kawan dengan Down syndrome ke mancanegara. Carys juga bisa belajar banyak dari pengalaman kawan-kawan baru, seperti Rudy yang seorang pengungsi dari Suriah. Jadi, lebih saling memotivasi dan membantu.
Bertemu dengan Pangeran William dan Pangeran Harry?
Kami bersepuluh dari berbagai negara bertemu secara virtual dengan Pangeran Harry. Sedangkan 10 orang lainnya dari Inggris dan sekitarnya bertemu dengan Pangeran William. Karena Covid-19, mereka tidak hadir seperti biasanya. Kami tidak bisa bertemu tatap muka langsung. Tapi kami bertemu langsung dengan Lord Earl Spencer, adik mendiang Putri Diana.
Bersama Lord Earl Spencer, saudara Putri Diana, dalam acara malam penghargaan Legacy Award di Althorp Estate, Northampton, Inggris, 9 Desember 2021. Dokumentasi Pribadi
Sempat ngobrol dengan Pangeran Harry? Apa yang disampaikan?
Satu yang Carys rasakan, orangnya sangat rendah hati, seperti kakak sendiri, ngemong. Sebagai pangeran, benar-benar rendah hati. Dia panggil nama kami masing-masing, menanyakan kabar keluarga. Kami bersepuluh diberi waktu 1,5 jam melalui aplikasi Zoom, tapi melewati batas waktu itu, saking asyiknya. Sampai diingatkan oleh manajer Pangeran Harry.
Kami ngobrol one-on-one sekitar 10 menit. Beliau menyampaikan salam untuk kawan-kawan dengan Down syndrome di Indonesia. Beliau tidak hanya bangga pada kawan-kawan dengan Down syndrome yang berkarya, tapi juga memberi nasihat untuk Carys bagaimana memberikan layanan kepada masyarakat.
Nasihat apa yang paling Anda ingat?
Satu nasihat yang nempel banget tentang perumpamaan saat darurat oksigen ketika naik pesawat. Pakai maskermu sendiri sebelum memakaikan ke orang lain. Seperti itu juga dengan hidup. Saat mendedikasikan hidup untuk orang lain, sangat penting memperhatikan keseimbangan diri sendiri.
Selain workshop dan bertemu dengan Pangeran Harry, apa kegiatan di sana?
Kami diajak ke Althorp Estate, rumah keluarga Putri Diana. Tuan rumahnya Lord Earl Spencer. Kami minum teh. Saya duduk di sebelah beliau. Di rumah ini diajak keliling rumah yang terbuka untuk publik, kecuali kamar Putri Diana dan lantai 3. Kami lihat foto-foto dan lukisan keluarga mereka. Kami diberi buku Lord Spencer juga. Ada anjing lucu juga.
Bagaimana kesannya bertemu dengan Earl Spencer, adik Putri Diana?
Lord Spencer sangat ramah dan rendah hati. Ia sempat pamit untuk menjemput sekolah anaknya. Enggak nyangka juga, ternyata dia jemput sendiri putranya. Ia banyak bercerita tentang masa kecil Putri Diana, aktivitasnya, dan keluarga mereka. Beliau juga menceritakan Diana seorang kakak yang sangat mencintai adiknya.
Bagaimana ceritanya Anda bisa dinominasikan dan meraih The Diana Legacy Award?
Memang penghargaan ini dasarnya dinominasikan. Tapi sampai sekarang saya enggak tahu siapa saja nominatornya. Untuk The Diana Legacy ini ada beberapa. Dulu saya mendapat e-mail bahwa saya menjadi nomine penerima The Diana Award. Mereka juga memberi tahu akan ada 20 terbaik untuk menerima The Diana Legacy Award. Karena saya tidak ada ekspektasi ke sana, ya, santai saja.
Lalu mendapat pemberitahuan 20 terbaik?
Nah, ketika mendapat e-mail kedua saya terpilih 20 terbaik itu, Mama yang ngasih tahu. Saya belum cek e-mail. Kebetulan lagi berdua di kamar sama Mama. Tadinya belum percaya, “Ah, mungkin itu cuma iseng.” Pas lihat e-mail, beneran kaget. Nangis saya. Akhirnya nama dan karya teman-teman dengan Down syndrome bisa dikenal di mancanegara. Tahun ini luar biasa, sangat bersyukur. Untuk sampai ke London, benar-benar tidak menyangka. Tahun ini juga mendapat penghargaan dari UN Women. Semoga dengan penghargaan ini bisa menindaklanjuti membawa nama dan karya teman-teman ke publik yang lebih luas.
Sejak kapan prosesnya?
Diberi tahu tentang Diana Award itu sekitar Juni, lalu nunggu tiga bulan untuk yang Diana Legacy Award, yang 20 terbaik itu.
Apa persiapan Anda ke London?
Tidak ada, ya. Paling lebih persiapan diri saja karena pas lagi ada ujian sekolah. Jadi, menyiapkan diri, fisik, mental, dan waktu karena perbedaan waktu di Inggris dan Indonesia. Itu sangat melelahkan, pas workshop itu juga sambil sekolah. Carys sekolah pagi di Indonesia jam 07.00-15.00, sementara Inggris tertinggal 6-7 jam dari Indonesia. Jadi, jam 01.00-09.00 di Inggris.
Bawa karya anak-anak dampingan Carys Cares?
Iya, saya bawa tas karya Irfan dan David (dua anak dengan sindrom Down). Saya beri juga ke Vivi, salah satu peserta dan Tessy Ojo CEO Diana award ini. Supaya mereka tahu karya anak-anak dengan sindrom Down.
Bagaimana awalnya Anda membentuk Carys Cares? Apa pemantiknya?
Carys kebetulan tidak punya keluarga dengan sindrom Down. Saya punya pikiran selalu ingin tahu segala sesuatu. Mama mengajari saya lebih peduli kepada sesama. Jadi, setiap ulang tahun itu dirayakan di panti sosial bersama anak yatim. Pada usia 10-11 tahun, saya mengajar bahasa Inggris di kampung dekat rumah.
Lalu?
Mama pernah bercerita punya teman kerja sindrom Down di KFC di Australia, 30 tahun lalu. Ternyata orang dengan sindrom Down sudah diberdayakan, tidak distigma. Itu sangat berbeda dengan di Indonesia. Saya keliling toko, mal di Indonesia, tidak ada orang dengan sindrom Down yang dipekerjakan. Cerita itu membekas. Aku merasa stigma anak dengan sindrom Down sangat kuat. Karena itu, Carys Cares ingin mematahkan stigma bahwa mereka malas dan tidak bisa berkarya.
Bersama teman-teman dengan Down syndrome dalam kompetisi melukis tahunan Carys Cares, Oktober 2019. Dokumentasi Pribadi
Orang tua Anda sangat mendukung Carys Cares, ya?
Saya sangat bersyukur Mama sangat terlibat dan sudah bekerja sama dengan Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS). Saya juga mengajak Madeline Steward, fashion model dengan Down syndrome yang tampil di New York Fashion Week, melihat karya mereka waktu dia ke Jakarta. Dia sudah mematahkan stigma orang tentang sindrom Down. Saya juga melihat karya-karya Duhita, anak dengan sindrom Down, lewat Ibu Olivia Maya, Ketua POTADS. Ternyata bagus.
Lalu Anda terpikir mengangkat karya-karya anak-anak tersebut?
Dari momen itu, Carys tahu rencana bisnis model yang akan dijalankan. Saya mau menunjukkan kreasi-kreasi mereka yang bisa dijadikan bermacam merchandise, seperti masker, botol, tumbler, tas, dan payung. Barang keseharian yang bisa menunjukkan karya itu tiap hari. Sebab, belum ada usaha yang 100 persen menunjukkan kreasi seperti itu dari anak-anak dengan sindrom Down. Kemudian Carys membentuk Carys Cares pada 2018.
Berapa orang mengelola Carys Cares?
Sebenarnya hanya ada lima pegawai, semua sangat intim. Carys kerja, tapi juga tetap sambil sekolah. Sejauh ini sudah bekerja sama dan membantu 300 kepala keluarga dengan anak penyandang Down syndrome.
Bersama Bagas, teman dengan Down syndrome, di kantor Carys Cares, 2021. Dokumentasi Pribadi
Apa saja kegiatan Carys Cares?
Kami kan belum lama terbentuk. Sebelum masa pandemi, ya, ketemu dengan anak-anak dengan Down syndrome, main bersama. Lalu melukis bareng, ada kampanye untuk penyadaran publik. Nah, ketika pandemi, tidak bisa ketemu. Awal 2021 kami kumpulkan 300 keluarga dan mengirim kanvas serta alat lukis, bicara di Zoom, dan anak-anak dipersilakan melukis. Kami lalu pilih pemenangnya. Saat ini sudah ada 20 pelukis untuk kreasi produk-produk Carys Cares. Kami keluarkan per musim dari setiap karya. Ada webinar tentang penyadaran publik dengan POTADS juga. Tapi, karena terhalang pandemi, belum ada ide lain, belum bisa berkumpul. Tahun depan nanti akan buat kegiatan.
Berapa harga produk dari Carys Cares?
Paling mahal Rp 500-600 ribu. Secara harga, karya itu tak ternilai. Semua orang harus punya akses untuk mendapatkan kualitas bagus, tapi bisa terjangkau. Seratus persen keuntungan dari penjualan langsung diberikan ke Yayasan POTADS untuk membantu terapi medis anak-anak dengan Down syndrome. Uang penjualan untuk menjalankan roda organisasi, kegiatan kawan-kawan.
Bagaimana produk itu bisa menembus retail eksklusif seperti SOGO dan Galeri Lafayette?
Butuh kerja keras untuk memasukkan kreasi-kreasi itu. Tapi, syukurlah, kami mendapat bantuan dari Pak Handaka Santosa, Direktur SOGO. Beliau melihat karya kawan-kawan ini cukup bagus, kualitasnya pun bagus. Barang memang harus bagus secara kualitas, ya.
Bagaimana mencari bahan dan penjahit berkualitas?
Tim Carys mencari bahan, Carys bantu untuk karya yang mau diaplikasikan. Kami mencari bahan berkualitas tinggi, ramah lingkungan, tidak dari bahan plastik. Kalau untuk penjahit, kami bekerja sama dengan penjahit-penjahit yang kehilangan pekerjaan sekaligus membantu mereka secara ekonomi karena terkena dampak pandemi. Saya beruntung karena Mama memang berkecimpung di industri batik, ada jaringan dengan para penjahit bagus.
Apa yang disampaikan ke masyarakat dengan kegiatan Carys Cares ini?
Banyak orang kenal dengan charity, bantu yang lebih lemah. Tapi usaha Carys Cares mengganti arti charity, penggalangan dana, supaya tidak memberi ikan langsung, tapi memberi pancingnya. Kami tidak mau hanya memberi donasi, tapi juga memberdayakan. Memberitahukan kepada mereka dan masyarakat, menunjukkan talenta dan karyanya. Itu bisa menguatkan mereka, berdaya sekaligus bisa menggalang dana untuk terapi mereka. Membuat mereka lebih setara, ada penghormatan bagi mereka. Dulu ada Duhita Ratri, suka melukis, tapi tidak percaya diri memperlihatkan karyanya. Tapi, setelah ketemu dengan dia, dan dia dimotivasi, dia menjadi lebih percaya diri.
Jadi, bisnis tak hanya untuk mendulang untung, tapi juga untuk kebaikan, ya?
Tadinya sempat berpikir bisnis untuk menjadi kaya, tapi ternyata bisnis bisa untuk kebaikan. Bukan untuk keuntungan diri sendiri, tapi bisa untuk inspirasi membantu dan memberdayakan kawan-kawan dengan Down syndrome. Semoga model bisnis ini bisa diadopsi banyak orang. Jika ada yang mau ikut model bisnis atau bisnis yang sama, go ahead, silakan. Saya malah senang. Jadi, bisa membantu lebih banyak orang.
Bagaimana membagi waktu antara sekolah dan aktif menjalankan Carys Cares?
Carys harus tahu membagi waktu secara strategis, tidak ada alasan tidak ada waktu, enggak harus kerja terus. Carys sekolah dari pagi sampai sore, belajar, mengerjakan tugas sampai jam 9 malam. Sisanya mengurus Carys Cares. Bisa hanya dua jam, untuk kontrol. Kalau tiap Sabtu, pukul 07.00-10.00.
Bagaimana apresiasi publik terhadap usaha Carys Cares?
Bersyukur kalau orang-orang terkesima. Tapi Carys mau ambil jadi inspirasi untuk mengejar mimpi-mimpi, Carys ingin membantu secara sosial. Menggunakan ilmu yang baik untuk membantu perkembangan masyarakat. Carys enggak mau terkenal. Makanya Instagram pribadi juga di-private, he-he-he. Saya enggak mau orang jadi berfokus ke pendiri. Carys hanya jembatan. Biar IG Carys Cares yang aktif. Mereka, anak-anak dengan Down syndrome, ini bintangnya.
Harapan Anda dari penghargaan dan kegiatan Carys Cares?
Saya ingin mengajak masyarakat lebih perhatian dengan sekelilingnya. Dunia ini banyak masalah, tidak boleh berkecil hati. Kita ini solusi, peduli dengan masalah-masalah yang ada. Dengan ilmu yang kita miliki, gunakan untuk membantu mencari solusi. Kedua, teman-teman dengan Down syndrome terus percaya diri. Semoga dengan penghargaan ini bisa mengajak mereka ke tengah panggung. Itu akan Carys lakukan ke depan. Tapi harus ada kemauan diri sendiri yang kuat juga. Carys tidak tahu bagaimana rasanya punya anak dengan Down syndrome. Saya tahu itu hal sulit. Dan kelainan genetika ini bisa terjadi kepada siapa pun. Bagaimanapun, itu adalah karya ciptaan Tuhan. Pasti mereka dipercaya Tuhan untuk diberi anak istimewa untuk dirawat.
Cita-cita Carys ke depan?
Mau bantu soal kebijakan publik tentang kawan-kawan dengan Down syndrome supaya tidak termarginalkan.
Bersama Kofi Annan, mantan Sekjen PBB, di Bali, 2017. Dokumentasi Pribadi
Oh, iya, dulu sempat bertemu dengan Kofi Annan, mantan Sekjen PBB. Pas acara apa?
Oh, iya, itu di Bali pada 2017. Carys mendapat kesempatan berbagi tentang pendidikan. Waktu umur 10-13 pernah mengajar bahasa Inggris dasar untuk anak-anak di area pemulung dekat rumah, baru kemudian fokus ke Down syndrome, he-he-he. Beliau baik banget, beliau posting foto-foto kami di IG-nya.
Apa kegiatan santai, hobi, atau me time?
Ini yang sulit kalau ditanya hobi. Tapi saya suka ngumpul dengan keluarga. Dulu kelas VII suka nonton drakor. Tapi, semakin ke sini, sudah banyak kerjaan juga. Kalau sudah nonton kan di kamar terus. Mendingan keluar kamar, ngumpul dengan keluarga.
Kalau film, suka genre apa?
Suka nonton dokumenter. Dibilang kayak nenek-nenek suka dokumenter, suka yang lebih nyata, historis. Suka lihat berita juga.
Suka traveling?
Iya, suka traveling, belajar budaya lain di mancanegara. Kalau di Indonesia, suka ke Labuan Bajo, Bali, Bandung. Tapi ketika pandemi, tidak bisa traveling. Makanya bersyukur bisa diundang ke London.
Kalau buku, suka apa?
Sekarang lagi merampungkan baca bukunya Michelle Obama, cerita waktu di White House, membantu warga Afro-Amerika. Saya suka yang sangat menginspirasi orang.
Ada target baca buku?
Saya coba target sebulan baca satu buku. Masih bisa dilanjutkan, itu komitmen. Walau cuma sehalaman, usahakan baca terus, selesaikan. Waktu baca biasanya pagi dan malam. Ada buku di samping tempat tidur. Biasanya, setengah jam pagi, demikian juga malam. Pagi baca Alkitab dulu juga.
Biasanya apa kegiatan favorit bersama keluarga?
Waktu Imlek biasanya suka kumpul makan-makan, bercanda.
Biodata:
Nama: Carys Mihardja
Usia: 17 tahun
Pendidikan:
- Sekolah Pelita Harapan, Lippo Village (2007-2022)
- Oxford Royale Academy (2017, 2018)
- Cornell Summer “Introduction to Law” (2019)
- Yale Young Global Scholars (2021)
Penghargaan dan capaian aktivitas bersama Carys Cares:
- The Diana Legacy Award (2021)
- United Nations Women “WEP Awards” (2021) untuk kategori SME Champion for Youth Leadership UN Women 2021 Indonesia.
- Her World Woman of the Year (2021)
- APEC BEST AWARD: Special prize for Social Impact in Society (2020)
- Rekor Dunia MURI untuk Lomba Menggambar secara Daring oleh Penyandang Down Syndrome Terbanyak (2021)
- UNESCO Center for Peace and World Genesis Foundation Scholarship (2021)
- Duta Pemuda ASEAN (2020-sekarang)
- Top Academic Student Award (2020, 2018)
Capaian dan aktivitas:
- Partnership dengan UNICEF Indonesia (2021)
- Panelis untuk Kampanye Revolusi Mental di Kemenko PMK (2021)
- Panelis di Kick Andy Talk Show: Aksi Memupus Stigma (2020)
- Kolaborasi dengan POTADS dalam partnership bersama Garuda Indonesia untuk Implementasi Inklusif Peluang Magang untuk Down Syndrome (2020)
- Partnership dengan Shangri-La Hotel untuk mendukung Program Linen untuk Masker Wajah (2020)
- Store establishment di SOGO Plaza Senayan dan Gallery Lafayette Pacific Place Jakarta (2021)
- Co-President Global Research and Consulting Jakarta (2020- sekarang)
- Pendiri dan pengajar paruh waktu di “Belajar Bareng” Village School (2014-sekarang)
- Ketua OSIS (2021)
- Perwakilan Rumah Krakatau (2017-sekarang)
- Salah satu pendiri Jakarta Out Loed Klub Baca Puisi (2018-sekarang)
- Penulis pada Thrive Global, kontributor untuk kolom Komunitas (2020-sekarang)
- Speak Up! (2019-sekarang)
- Editor koran sekolah Voice
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo