Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Dirdja Wihardja: Potensi Angkat Besi Indonesia Itu Luar Biasa  

Prestasi tim angkat besi Indonesia di kejuaraan Asian Youth and Junior Weightlifting Championship di Tashkent, Uzbekistan, pekan lalu, memperpanjang kesuksesan pelatih Dirdja Wihardja. Ia memang telah banyak mengantar atlet-atlet Indonesia meraih medali di berbagai kejuaraan bergengsi. Bahkan angkat besi menjadi cabang olahraga andalan Indonesia untuk maju ke Olimpiade.

31 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim angkat besi Indonesia baru saja membawa pulang 18 medali dari kejuaraan Asian Youth and Junior Weightlifting Championship di Tashkent, Uzbekistan, pekan lalu. Rinciannya, mereka meraih 6 medali emas, 6 perak, dan 6 perunggu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prestasi itu menambah panjang daftar kesuksesan Dirdja Wihardja, sang pelatih tim tersebut, dalam mencetak dan menjaga tradisi medali di cabang angkat besi Indonesia. Ia memang banyak mengantar atlet-atlet Indonesia meraih medali di berbagai kejuaraan bergengsi. Bahkan angkat besi menjadi cabang olahraga andalan Indonesia untuk maju ke Olimpiade.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Potensi Indonesia itu luar biasa. Untuk bisa tampil di Olimpiade bukanlah omong kosong, asalkan semua pihak bekerja sama,” ujar Dirdja, koordinator pelatih pelatnas angkat besi, kepada Dian Yuliastuti dari Tempo, Kamis, 28 Juli lalu.

Berbekal pengalaman semasa menjadi atlet, dilanjutkan melatih sejak 2003, Dirdja terus berikhtiar untuk mendorong munculnya bintang-bintang baru dalam olahraga ini. Dia melakukan itu sambil menjinakkan sejumlah tantangan untuk menggosok kemampuan para remaja dan anak muda berbakat tersebut.

Pelatih angkat besi terkemuka Indonesia ini berbagi pengalaman dalam menyiapkan serta mendampingi atlet-atletnya hingga kegemaran dan kesehariannya. Berikut ini petikan wawancara dengan Dirdja.

Pelatih angkat besi Indonesia, Dirdja Wihardja saat memantau atlet angkat besi Indonesia berlatih di Jakarta, 29 Juli 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Tim Indonesia meraih 6 medali emas, 6 perak, dan 6 perunggu di Uzbekistan. Apakah ini sudah ditargetkan?

Untuk atlet tidak (diberi target). Tapi kami meminta mereka memberikan yang terbaik. Jika atlet junior atau remaja sudah dipasangi target, psikis dan mental mereka justru yang kena. Memang perlu pendampingan psikologis, pendampingan yang ramah atlet, dan (pendampingan) lebih khusus. Bukan hanya saya, tapi juga ada tim pendukung di balik kesuksesan kemarin yang mempertajam hasil anak-anak.

Pendampingan psikologis itu seperti apa?

Kayak air mengalir saja, perkembangan mereka. Hanya, ada rambu-rambunya, mesti begini-begini. Melihat prestasi kemarin, ya, ini cukup berhasil.

Program pelatihan atau pembinaan itu seperti apa?

Sejak 2017, sudah kami mulai untuk target 2020. Setelah pelatnas SEA Games, Asian Games, kami sisipkan pembinaan untuk atlet junior dan remaja. Kami ingin melihat kemampuan mereka seperti apa dan melihat contoh dari seniornya yang berprestasi. Sudah ada rekam jejaknya.  Prestasi, semangat, motivasi, dan rekam jejak mereka bisa ditularkan ke adik-adik mereka. Jadi, nanti tidak hanya mengandalkan Eko (Eko Yuli Irawan) dan Sri Wahyuni.

Lebih detailnya?

Ya, seperti Rizky Juniansyah. Dia itu mulai Oktober 2019 dan masuk pelatnas pada 2021. Pada Mei 2021, dia menjadi juara dunia junior. Pak Djoko Pramono (Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Perkumpulan Angkat Besi Seluruh Indonesia/PB PABSI), yang paling lama di PB PABSI, terpicu oleh strategi ini untuk dijadikan pembibitan. Dulu kan Pak Jokowi menyampaikan Indonesia Bangkit. Nah, PB PABSI, sejak 1996-2020, dari zaman Pak Djoko Pramono awal, menargetkan bisa tampil di Olimpiade. Akhirnya itu bisa tercapai, dan ini harus diulang lagi serta menjadi strategi. Kalau tidak, regenerasi terlambat. Tugas berat untuk merebut medali. Tapi lebih berat lagi mempertahankannya

Saat ini seorang pelatih menangani berapa atlet?

Saya kebetulan di pelatnas menjadi koordinator pelatih. Kami membuat kebijakan satu pelatih untuk tiga atlet. Dengan begitu, atlet tertangani lebih khusus. Kami jadi tahu lebih mudah tentang kekurangan dan kelebihan si atlet. Kalau satu pelatih menangani 10 orang, enggak akan terpantau dengan baik. Terutama untuk yang muda atau junior dan remaja. Harus banyak pendampingan dan edukasi. Dia mungkin bagus ketika ada single event. Tapi, ketika terjun di multievent, jadi turun atau gagal. Ini kenapa? Ternyata dia grogi. Ada beban, misalnya. Belum lagi persiapan di luar pertandingan, hal teknis, misalnya akomodasi.

Pengalaman senior penting juga untuk yang yunior atau remaja?

Penting banget. Dari seniornya, mereka bisa belajar mendapatkan sesuatu. Berbagai pengalaman senior bisa memotivasi junior. Di angkat besi itu tidak ada lawan. Yang jadi lawan itu diri kita sendiri. Saya menekankan kepada mereka untuk mengikuti ilmu padi, semakin tua semakin berisi, semakin tunduk. Tidak boleh lengah. Juara hanya saat di atas podium. Setelah turun podium, ya, atlet biasa lagi.

Rizky dan Sarah Anggraeni juara di Asian Youth & Junior Weightlifting Championship Tashkentbisa jadi harapan Indonesia ke depan?

Bisa, tapi memang belum stabil. Sarah, misalnya, sewaktu PON kemarin mendapat emas. Tapi, di SEA Games, dia gagal merebut medali. Tiga kali angkat 85 kilogram gagal. Di youth multievent juga begitu. Waktu itu, menurut dia, lututnya kram. Tapi, setelah dicek, tidak ada apa-apa, ya psikosomatik. Itu terkait dengan pengalaman juga. Ya enggak apa-apa dia gagal.

Kalau saya, sebagai pelatih, tidak melulu harus berfokus pada hal-hal besar, tapi ya kelihatannya kecil, sepele (juga penting). Saya mendapat ilmu sewaktu belajar di Cina. Pelatih saya bilang, dalam kebetulan itu ada kebenaran. Dan itu saya yakini. Memang benar seperti itu. 

Maksudnya?

Contohnya, saya rajin memvideokan anak-anak berlatih. Dari video itu terlihat apa-apa yang terjadi sewaktu latihan. Ketika dia berhasil mengangkat (beban) lebih berat, misalnya. Saya visualisasi. Pas saya tanya, kok bisa mengangkat segitu, dia jawab mungkin kebetulan. Oh, oke, mungkin kebetulan, tapi coba kita lihat dari video yang kebetulan itu seperti apa. Ada kebenaran yang bisa kita peroleh di situ.

Contoh lain?

Nah, saya dulu sempat juga bertemu dengan atlet menembak yang sudah senior, tapi tetap berprestasi. Kata dia, resepnya, setiap kali mau tidur, dia membayangkan atau semacam bermeditasi 10 menit, diulang begitu terus. Dalam 10 menit itu ia membayangkan target sasaran. Itu lama-kelamaan jadi nancep di otak dia, di memorinya, dan menjadi motivasi. Ketika dia di lapangan, itu seperti muncul. Itu saya terapkan juga ke para atlet. Saya minta mereka membayangkan mengangkat beban dengan tongkat lima kali. Kalau rutin dilakukan lima kali sehari, selama enam hari itu sudah berapa, bisa masuk ke memori mereka.

Bagaimana menerapkan pengalaman Anda dari kepelatihan?

Saya melatih sejak 2003, tapi sempat bolong pada 2007-2008. Saya ikut workshop kepelatihan. Dapat ilmu, tapi kalau tidak diaplikasikan, ya, sulit berprestasi. Ketika mau Asian Games, Kemenpora meminta saya mengaplikasikan ilmu yang saya peroleh. Itu ketika Eko sudah mulai dengan program baru, didampingi pemijat profesional, dokter, dan ahli gizi. Kalau zaman saya dulu, ya, cuma manggil tukang pijat kampung. Ibaratnya begitu.

Kalau pelatih asing, bagaimana metodenya?

Sebenarnya kita ini hanya kalah oleh data. Mereka mengumpulkan data dan dianalisis untuk perbaikan serta target. Nah, kita itu tidak ada. Data itu (digunakan) baru-baru saja sejak 2008, dari Eko tampil di Olimpiade. Rekam jejak atau data untuk olahraga terukur ini sangat penting. Setiap individu ini berbeda, punya kekuatan masing-masing. Tapi, kalau ada data, module guidance latihan, saya kira itu jauh lebih baik.

Sebagai kepala pelatih, bagaimana Anda mengaplikasikan ini?

Kalau saya bikin data atau program, itu bukan buat saya sendiri. Tapi saya bagi juga ke asisten, pelatih lain, sharing juga dengan mereka. Kalau ada yang didiskusikan kasus per kasus, atau juga bertanya ke pencari bakat dan ahli gizi. Bisa, kok, ternyata untuk mengubah sesuatu. Kadang-kadang yang punya talenta ditemukan, bukan kita cari.  

Bagaimana Anda mendapatkan bibit unggul atau calon atlet bertalenta?

Saya belajar dari sesepuh saya, Imron Rosadi, atlet nasional angkat berat era 1960-1970-an. Sampai-sampai beliau dijuluki Gajah Lampung. Beliau itu mencari (atlet bertalenta) ke sekolah-sekolah, datang ke SMP, anak-anak dites suruh squat, jongkok, pakai gagang sapu. Orang jadinya menilai Lampung ini identik dengan angkat besi. Saat ini kami menyusun atau menggodok standar bakat, latihan, hingga standar untuk tes kekuatan dan kecepatan.

Sama seperti pelatih lari Triyaningsih, dia bisa melihat hal detail dan bakat seseorang yang menjadi atlet. Pak Imron juga sudah (berpengalaman) 50 tahun melihat calon atlet. Pernah dia bilang, cari yang seperti Eko. Lihat matanya. Kalau (calon atlet) mau angkat itu seperti macan siap bertarung.

Ada wahana lain untuk pencarian bakat?

Sentra latihan ada di 10 provinsi. Ada dua kabupaten yang dibantu peralatan PB PABSI.  Rencananya juga mau bikin buku untuk keseragaman panduan bagi yang muda-muda.

Hal lainnya?

Untuk bisa berprestasi juga perlu bantuan dukungan makanan. Gizinya kan penting. Jadi, setidaknya pada 2028 diharapkan sudah ada bibit.

Bicara angkat besi, Lampung seperti menjadi ikon. Mengapa hanya Lampung yang banyak mencetak atlet?

Ya, ini karena keterlambatan regenerasi. Dukungan pemda juga penting. Lampung ini pemdanya memberi perhatian. Pak Imron dengan padepokannya, ada atau tidak ada kejuaraan, latihan terus. Atmosfer di sana juga bagus. Bekas atlet dapat menjadi pegawai negeri, bisa membuat kebanggaan dan daya tarik untuk calon atlet. Mempertahankan animo seperti ini berat.  Setiap daerah juga berbeda, ya. Mungkin ada prioritas cabang olahraga andalannya.

Program Anda atau PB PABSI ke depan seperti apa?

Ya, ini program tim. Selain mencari talenta, kami sisipkan atau pelatnaskan untuk yang muda. Kalau sekarang ada 17 atlet, mungkin bisa bertambah lagi dari talent scouting. Jadi, sudah mulai menyiapkan.

Pelatih angkat besi Indonesia, Dirdja Wihardja saat memantau atlet angkat besi Indonesia berlatih di Jakarta, 29 Juli 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Bagaimana menjaga performa para atlet ini?

Sebenarnya berdisiplin saja. Sekarang ini, dengan satu pelatih untuk tiga atlet, bisa lebih intensif, berdiskusi, memberikan pemahaman kepada mereka. Selain latihan, makanan bergizi, dan suplemen, kualitas tidur sangat penting. Itu yang sering saya tekankan dalam edukasi ke atlet. Begitu dia begadang, besoknya performanya turun 20 persen. Itu langsung kelihatan.

Tantangannya?

Sekarang, dengan adanya gawai, kalau pas lagi berkumpul bukannya mengobrol, melainkan sibuk dengan gawai masing-masing. Zaman saya dulu kan belum ada gawai, bisa lebih fokus. Gawai ya ada positif dan negatifnya. Dengan teknologi bisa mendapat ilmu secara global, bisa memperoleh teknik terbaru, atau contoh yang baru.

Tantangan lain?

Ya, infrastruktur. Sementara PBSI kan sudah punya Cipayung, kami ini sekarang masih menumpang di Markas Komando Marinir. PB PABSI belum punya padepokan sendiri. Itu sejak 2016, sepulang dari Olimpiade, ditanya keluhan, ya itu, belum terpenuhi sampai sekarang. Kami sejak 2017 sampai sekarang tidak pernah putus pelatnas. Ini penting untuk keberlanjutan prestasi. Sudah ada hasilnya juga itu Rahmat (Rahmat Erwin Abdullah, peraih medali emas angkat besi kelas 73 kilogram SEA Games 2021) bisa naik prestasinya, naik juga angkatannya.

Selain soal latihan, apa yang sering disampaikan ke atlet?

Ya, arahkan atlet soal masa depan. Setelah tidak jadi atlet, misalnya, atau arahkan tentang  bagaimana mengelola bonus jika dia menang. Kan ada contoh juga, ada atlet yang menang mendapat hadiah uang. Karena tidak bisa mengelola uang itu, ya, ludes. Apalagi atlet remaja, atau yang muda, kehilangan masa remaja mereka, sudah bekerja keras untuk berprestasi. Mereka belum sampai di puncak usia emasnya.

Anda memanfaatkan teknologi juga?

Oh, iya. Teknologi bisa mencari data atau melihat perkembangan baru, jenis latihan baru. Sebelum saya kasih ke atlet, saya coba praktikkan dulu. Sampai TikTok pun saya bikin untuk memotivasi atlet. Saya videokan anak-anak kalau lagi latihan, bisa untuk memantau juga. Termasuk untuk memantau soal doping. Doping kan jadi perhatian serius, isu penting. Baru Olimpiade kemarin zero case di semua lini. Sekarang juga sudah ada aplikasi untuk mengantisipasi itu. Semua atlet disuruh mengisi keberadaan mereka, semacam absen begitu. Atlet bisa kena teguran kalau tidak sesuai dengan faktanya.

Apa ini efektif untuk mencegah doping?

Saya kira cukup efektif, ya. Selain itu, untuk PB PABSI, semua obat harus dikonsultasikan ke dokter. Jika si atlet sakit, flu, misalnya, dikasih resep obat, kami konsultasikan ini mengandung doping atau tidak. Jika tidak, baru kami tebus resepnya. Semua vitamin dan suplemen juga dari rekomendasi dokter. Kalau si atlet mendapat vitamin atau suplemen dari luar harus melapor ke dokter.

Bagaimana Anda melihat potensi atlet angkat besi dan prestasi ke depan?

Potensi Indonesia itu luar biasa. Buat masuk ke Olimpiade bisa. Bukan omong kosong, ya, dengan catatan semua pihak harus bekerja sama. Saat ini ada 17 atlet. Kalau kita punya 30, mungkin punya stok banyak.

Dulu bagaimana Anda memutuskan menjadi pelatih?

Ya, saya semula atlet, sudah jadi mantan atlet, lalu memutuskan masuk dunia kepelatihan. Cari SIM-lah ibaratnya, ikut workshop kepelatihan. Saya kemudian termotivasi raihan medali Olimpiade. Lihat Lisa Rumbewas, empat kali Olimpiade mendapat medali juga. Saya terpacu bagaimana setelah tidak ada Lisa. Saya terpacu untuk mencetak Lisa Rumbewas yang lain.

Anda dekat juga dengan para pelatih bulu tangkis?

Saya kebetulan kenal Rexy Mainaky. Dia teman sekelas sewaktu di Ragunan. Jadi, setelah itu jadi suka sharing juga, berbagi pengalaman kepelatihan. Prestasi dia juga bagus, kan? Nah, kalau dengan Eng Hian, kebetulan pada 2016 pernah satu penerbangan dari Olimpiade Rio de Janeiro. Dari situ kemudian sering banyak berdiskusi dan berbagi pengalaman. Lalu dengan Hariyanto Arbi juga dekat, sering berkonsultasi juga, terutama soal kekuatan untuk pemain ataupun atlet.

Haryanto ini juga membantu Windi Cantika karena tahu ibunya juga dulu atlet. Bersama mereka saya bisa banyak berdiskusi, bagaimana melengkapi prestasi. Selain dengan teman-teman pelatih di PBSI, saya sering berbagi motivasi dengan teman-teman dari taekwondo. Bagaimana pengalaman mereka untuk memotivasi para atlet. Dengan pengalaman kami dulu, pembaruan latihan, dan motivasi dengan bahasa atlet tentu jauh lebih meresap.

Apa aktivitas Anda untuk menjaga kondisi?

Paling olahraga ringan, sepedaan pagi paling cuma 10 kilometer, angkat beban sedikit, kan untuk memberi contoh juga misalnya ke atlet. Tapi sewaktu pandemi ini tidak berani keluar sepedaan. Jadi, pakai sepeda statis saja. Setelah itu baru ke tempat latihan. Di tempat latihan kan juga mondar-mandir. Itu kalau dihitung langkah mungkin tiap hari juga lebih dari 10 ribu langkah, he-he-he….

Dari perjalanan dari atlet hingga menjadi pelatih, apa yang berkesan?

Olimpiade Tokyo kemarin itu pengalaman yang luar biasa. Di tengah pandemi tidak ada kepastian, mau latihan intensif bagaimana caranya. Bagaimana mengelola para atlet yang jenuh karena situasi pandemi, tapi harus berlatih dengan aman.

Jika sedang senggang atau longgar, apa yang Anda lakukan?

Karena setiap hari sudah seharian di tempat latihan, biasanya weekend kumpul bersama keluarga, main sama cucu, jalan, makan bareng. 

 

Biodata

Nama: Dirdja Wihardja

Tempat tanggal lahir: 10 Agustus 1966

Jabatan: Kepala pelatih pelatnas PB PABSI

Penghargaan:  Penghargaan insan olahraga kategori Satyalancana Dharma Olahraga

 

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus