Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penembak Muhammad Sejahtera Dwi Putra meraih empat medali dalam Asian Games 2022.
Penantian 69 tahun medali emas menembak Indonesia.
Melawan overthinking menjadi kekuatan andalan Tera di garis tembak.
Dengan hati-hati Muhammad Sejahtera Dwi Putra mengeluarkan empat kotak kecil dari tasnya begitu sampai di tempat latihan di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta, Jumat lalu. Kotak-kotak berukuran sekitar 15 x 15 sentimeter berkelir biru itu berisi medali yang ia peroleh dalam Asian Games 2022 yang digelar di Cina pada 25 September lalu.
Empat medali itu terdiri atas dua medali emas di nomor running target 10 meter perseorangan putra dan running target mixed 10 meter perseorangan putra. Dua sisanya adalah medali perunggu nomor running target 10 meter beregu putra dan running target mixed 10 meter beregu putra.
Tera—sapaan Sejahtera—memberikan kesempatan kepada Indra Wijaya dari Tempo untuk melihat dan memegang kotak medali tersebut. Tak disangka, satu kotak medali ini punya berat hampir 1 kilogram. "Berat, kan?" kata Tera lalu tertawa.
Tera tak mampu menyembunyikan rasa bangganya lantaran sukses membawa pulang empat medali sekaligus. Terlebih, dua medali emas itu menjadi yang pertama kali dimenangi perwakilan Indonesia sejak cabang olahraga menembak diperlombakan dalam Asian Games sejak 1954 di India.
Bagi Tera, medali emas di nomor running target 10 meter dan running target mixed 10 meter sudah menjadi targetnya sejak sebelum ia berangkat ke Cina pada pertengahan September lalu. "Karena saat latihan saja saya bisa, jadi tak ada alasan untuk gagal saat perlombaan."
Selain bercerita tentang pertandingan di Asian Games, Tera mengisahkan perjalanan kariernya di cabang olahraga menembak yang seperti tak disengaja. Maklum, Tera mulanya sekadar coba-coba mengikuti seleksi saat baru masuk kuliah jurusan olahraga di Universitas Negeri Jakarta pada 2014.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Atlet menembak Indonesia, Muhammad Sejahtera Dwi Putra, di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta, 6 Oktober 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Awalnya saya cuma minat ke sepak bola dan futsal karena cuma itu yang saya suka sejak kecil," tutur atlet 26 tahun itu.
Ia juga bercerita tentang perjalanan hidupnya menikah dengan Fitri S. Irnandez pada 2022 dan mimpi besarnya bisa berlaga dalam Olimpiade. Berikut ini wawancara dengan Sejahtera Dwi Putra.
Bagaimana ketegangan dalam laga final Asian Games pada September lalu?
Tegang banget. Beda sekali saat latihan dan bertanding, tegangnya beda banget. Kalau latihan, mungkin agak santai. Sedangkan saat pertandingan bisa 10 kali lipat tekanannya. Pikiran harus tenang. Jadi yang main itu memang pikiran sehingga saya sengaja menyendiri.
Maksudnya?
Ya, sebelum pertandingan, saya maunya sendirian. Saya enggak mau kontak dengan siapa pun, handphone, dan orang yang mengajak ngobrol pun saya enggak mau, kecuali pelatih. Saat akan bertanding memang ada masukan dari pelatih, hanya itu. Saya pilih menyendiri sebelum bertanding. Saya baca-baca lagi catatan selama latihan sebelumnya. Lalu latihan gerakan statis untuk memperkuat otot.
Dalam menembak, ada latihan statis (gerakan mengangkat senapan dengan posisi siap tembak), tembak kering (menembak tanpa peluru), dan tembak basah (menembak dengan peluru). Saya banyak latihan statis saat itu biar otot-otot saya siap dan kemudian siap tampil di garis tembak.
Jadi menyendiri untuk mendapatkan ketenangan, ya?
Setiap atlet berbeda-beda, ya. Ada yang suka jalan-jalan, ada yang suka makan enak dulu malam sebelum pertandingan. Ada yang suka tidur cepat sebelum bertanding, ada yang malah bergadang, ada yang merokok, atau sekadar duduk di pojok. Kalau saya lebih suka menyendiri, seperti di kamar, sehari sebelum pertandingan. Tidur cepat biar besok persiapan ke lapangan bagus. Karena ini olahraga tanpa kontak dengan orang lain, ya. Jadi musuhnya, ya, pikiran sendiri.
Bagaimana peta persaingan dalam Asian Games lalu?
Kalau peta kekuatan, Korea Utara dan Korea Selatan yang kuat. Korea Utara yang jadi juara di Palembang kemarin (Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang). Saat itu Indonesia cuma mendapat medali perak. Tapi saya enggak mau patah semangat menghadapi wakil Korea Utara dan Korea Selatan. Di pikiran saya, saya saja bisa tampil bagus saat latihan, kenapa harus takut?
Bagaimana menghadapi tekanan berat saat Asian Games lalu?
Kalau tekanan, lebih ke pikiran sendiri sih ketimbang dari lawan. Jadi bagaimana menjalani prosesnya tanpa memikirkan yang lain. Cuma memikirkan tembakan saya. Kalau tiba-tiba muncul pikiran berlebih atau overthinking, saya langsung bantah lagi. Jadi pikiran saya saat itu cuma ke proses pertandingan.
Bagaimana cara Anda melawan overthinking?
Kepanikan itu pasti, seperti takut kalah, takut malu-maluin karena Ketua Umum Perbakin (Persatuan Menembak Indonesia) datang langsung. Ya, harus dibantah semua itu. Kasih pikiran positif agar bisa menampilkan hasil positif juga. Caranya, pertama, harus berdoa, punya keyakinan dan kepercayaan diri. Jadi pas tampil dalam pertandingan sudah santai, walaupun tegang juga sebenarnya. Saya pegang pelatuk saja gemetaran juga, he-he-he.
Bagaimana rasanya pecah telur meraih dua medali emas sekaligus dalam Asian Games, bahkan menjadi empat medali jika ditambahkan dua medali perunggu?
Kalau dibilang enggak menyangka, ya, memang enggak menyangka. Tapi alhamdulillah saya selalu berpikirnya sesuai dengan latihan. Jadi senangnya saya itu semua hasil di Asian Games kemarin seperti hasil latihan. Walaupun enggak lebih dari hasil latihan, hasilnya sudah sesuai saja saya sudah senang. Alhamdulillah bisa memberikan hasil lebih berupa medali.
Ada target khusus sebelum berangkat ke Asian Games 2022?
Tetap menjadi juara apa pun kondisinya. Tapi, sebagai penembak, jika cuma berpikir menjadi juara, ya, hancur karena dia enggak memikirkan prosesnya. Jadi yang saya pikirkan bagaimana biar prosesnya bisa berjalan untuk tujuan bisa menjadi juara.
Apa saja pantangan yang ada di dunia atlet menembak?
Lucunya, jangan bikin maksiat sebelum bertanding. Cuma akan bikin sial, ha-ha-ha. Banyak doa saja. Kalau berbuat maksiat, sudah pasti hasilnya akan buruk.
Bagaimana perjalanan karier Anda? Menembak bukan pilihan utama, tapi malah menjadi prestasi untuk Anda?
Saya suka bermain bola sejak kecil. Waktu itu saya belum mengenal olahraga menembak. Kemudian di kampus saya, di Universitas Negeri Jakarta, ada peraturan setiap mahasiswa wajib punya olahraga yang ditekuni. Saya lihat sepak bola dan futsal saat itu banyak sekali jumlah peminatnya. Maklum, mahasiswa laki-laki mana sih yang enggak suka sepak bola, he-he-he. Jadi persaingannya berat karena yang diambil cuma 10 orang. Ya sudah, saya enggak ikut sepak bola.
Akhirnya di kampus ada mading yang isinya informasi pencarian bakat menembak. Dicantumkan pula nomor kontak yang bisa dihubungi. Ya sudah, akhirnya saya hubungi dan datang ke Lapangan Tembak Senayan. Ya, ikut seleksi dari banyak orang. Isinya mahasiswa jurusan olahraga UNJ juga. Lalu saya menjalani tes dengan sistem degradasi. Akhirnya saya lolos masuk tim sampai sekarang.
Atlet menembak Indonesia, Muhammad Sejahtera Dwi Putra, saat sesi wawancara dengan Tempo di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta, 6 Oktober 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Lalu apa yang terjadi?
Saya masuk di sini (pelatnas tembak di Senayan) sejak 2014. Setahun kemudian, pada 2015, ada kejuaraan Southeast Asian Shooting Association Championship di Jakarta, di Lapangan Tembak Senayan. Alhamdulillah saya bisa mendapat medali emas (dua medali emas di kelas running target 10 meter dan running target mixed 10 meter).
Berarti, setahun sejak menekuni olahraga menembak, Anda langsung mendapat medali emas dalam kejuaraan internasional?
Iya, berkah didikan langsung dari pelatih Masruri. Dia yang melatih saya sejak saya masuk. Bahkan dia yang menyeleksi saya. Jadi dulunya dia atlet menembak dan berhenti karena ingin menjadi pelatih. Dan yang ditangani pertama, ya, saya waktu ikut seleksi itu.
Bagaimana ceritanya Anda semakin tertarik pada olahraga ini, mengingat dulunya Anda cuma coba-coba?
Menembak itu olahraga penasaran. Ibaratnya, pemain lain bisa menembak target nilai 10, tapi kok saya cuma 4? Nah, rasa penasaran itulah yang membuat saya datang lagi ke sini dan ikut latihan lebih banyak lagi. Dengana ikut kejuaraan pada 2015 dan mendapat medali, makin menjadi rasa penasarannya, he-he-he. Akhirnya ya sudah, ditekuni saja. Lagi pula, olahraga futsal di rumah juga sudah jarang. Jadi banyak olahraga yang saya hindari juga karena takutnya bikin cedera.
Apa asyiknya olahraga menembak?
Biasa saja sih sebenarnya. Enggak ada asyiknya. Semua orang bisa menembak, kok. Kalau menembak dengan hasil bagus, nah itu baru asyik. Kalau menembak hasilnya jelek, ya biasa saja. Harus latihan lagi.
Bagaimana porsi latihan di cabang menembak ini?
Hari ini saya sebenarnya masih libur latihan lantaran pelatih memberikan kelonggaran karena habis dari Asian Games juga. Tapi, kalau latihan, biasanya dari pukul 9 pagi sampai pukul 12 siang. Lalu istirahat dan lanjut lagi pukul 14.00 sampai pukul 17.00. Dari pagi sampai sore itu latihan menembak saja. Kalau pukul 16.30 atau 17.00 sudah selesai, biasanya kami pindah ke GBK untuk joging, senang-senang saja. Jujur, kalau menembak terus pusing juga.
Apakah proses seleksi atlet selalu berjalan?
Sejak awal 2021 banyak pengurus provinsi Perbakin yang menitipkan atletnya di sini. Programnya Binlat atau pembinaan dan latihan. Kebetulan mes baru PB Perbakin sudah ada, jadi mereka tinggal di mes. Semua keperluan, dari gizi makan hingga dokter, ada semua di sini.
Bagaimana pola pelatihan tim pelatih? Keraskah?
Pelatih mayoritas lembut karena kalau olahraga menembak dikasih pelatih yang galak, itu yang ada semakin pusing. Berbeda dengan pemain sepak bola. Kalau dilatih dengan keras, akan semakin termotivasi.
Seberapa besar peran pelatih Masruri?
Karena ia melatih saya dari nol, ya, jelas banyak perannya. Lika-likunya panjang. Saya latihan sampai training camp sama dia terus, ya jelas banyak perannya. Saya sedih dia tahu, saya senang dia tahu. Pelatih selalu mengajarkan ketenangan pikiran. Dia selalu menyarankan para pemain untuk sendiri-sendiri, asalkan tidak mengganggu orang lain. Ya duduk, visualisasi, membayangkan, berdoa, ya sudah begitu saja. Karena menembak ini olahraga yang mengulang gerakan. Gerakannya sama. Jadi ketenangan pikiran itu yang utama.
Bagaimana ceritanya adik Anda, Muhammad Badri Akbar, bisa ikut olahraga menembak? Anda yang mengajak?
Saya yang ajak. Dia mahasiswa juga. Masih muda, masih bisa diatur dan diarahkan. Ya sudah, saya suruh dia datang ke tempat latihan. Kalau hasil awal jelek, ya, gugur. Karena adik sendiri ya, kalau jelek, saya usir saja, he-he-he. Tapi saya dan pelatih lihat ternyata ada potensi juga. Jadi dia diarahkan sampai sekarang. Dia dilatih oleh pelatih Masruri. Pokoknya sampai di sini, saya pasrahkan ke pelatih Masruri. Cuma saya kasih motivasi dan masukan agar bisa menembak dengan bagus.
Sebelumnya pelatih Masruri bilang bahwa bentuk tubuh Anda dan Badri hampir sama. Apakah bentuk fisik mempengaruhi atlet tembak?
Tidak. Macam-macam bentuk badan atlet tembak. Cara menembaknya pun beda-beda, kok. Ada yang kepala dan leher cenderung tegak, ada juga yang punggungnya membungkuk, bahkan sampai miring. Gaya menembak itu bebas. Contohnya untuk running target, terserah mau kepalanya miring atau bagaimanapun boleh, yang penting kena angka 10.
Atlet menembak Indonesia, Muhammad Sejahtera Dwi Putra. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Olahraga menembak masih sangat eksklusif di Indonesia. Bagaimana menurut Anda?
Benar, olahraga menembak itu dibilang mahal iya, dibilang murah enggak juga. Banyak alat mahalnya. Contohnya senapan saya dan rekan-rekan di pelatnas ini pun harganya mahal. Senapan dan teleskopnya dibeli terpisah.
Jaket menembaknya pun mahal karena khusus diimpor dari Jerman. Kualitas jaketnya berbeda. Jaketnya terbuat dari kulit dan kegunaannya membantu penembak mendapat posisi nyaman saat membidik senapan. Sepatunya pun khusus sepatu tinggi yang menutupi mata kaki.
Contoh untuk nomor running target, ya, jaketnya saja bisa Rp 25 juta. Untuk senapan bisa Rp 100 juta. Sepatu sekitar Rp 5 juta. Belum lagi yang pakai sarung tangan khusus. Yang murah pelurunya saja sekitar Rp 150 ribu, isinya 500 butir. Pelurunya sama sebenarnya dengan yang dipakai untuk menembak burung, cuma beda kualitas. Yang kami pakai bagus kualitasnya, buatan Jerman. Paling sama isi gas nitrogen untuk menembakkan peluru.
Belum mesin running target yang jadi sasaran tembak. Itu mahal juga. Di pelatnas ada dua macam mesin sasaran tembak. Yang baru (harganya) bisa Rp 800 juta dan yang lama bisa Rp 300 juta. Beda generasi saja. Alatnya di sini kebanyakan rusak. Makanya, selama setahun ini kami latihan, semua lapangan enggak bisa dipakai. Alatnya sempat diperbaiki, tapi baru tiga hari, rusak lagi.
Kok bisa? Lalu latihannya bagaimana sebelum ke Asian Games?
Kami menggelar training camp di Korea Selatan. Ketua Umum PB Perbakin akhirnya menyetujui kami latihan di Korea Selatan. Kebetulan pelatih kami di sini orang Korea Selatan, jadi kenal dan tahu soal tempat latihan di sana yang bisa disewa. Kami selama 25 hari latihan di Korea Selatan, dari 16 Agustus sampai 10 September 2023.
Jedanya cuma sepekan istirahat di Indonesia sebelum berangkat ke Cina untuk Asian Games. Jadi latihan yang sungguh-sungguh buat kami itu, ya, di Korea Selatan itu. Beruntungnya, alat yang ada di pelatnas masih bisa kami pakai sebagai persiapan akhir sepekan sebelum kami berangkat ke Cina untuk Asian Games. Jadi alat yang buat latihan menembak masih jalan. Cuma enggak bisa melihat rekaman hasil tembakan.
Bagaimana pengalaman selama menjalani training camp di Korea Selatan?
Wah, menikmati sekali. Seperti orang buka puasa. Sampai di sana, kami menembak banyak dan dicatat kenanya di angka berapa saja. Kebetulan mesin atau alat tembak yang dipakai di Korea Selatan sama dengan yang dipakai di pelatnas. Bahkan yang dipakai untuk Asian Games pun sebenarnya sama dengan di pelatnas. Menembak itu kan olahraga pengulangan, jadi catatan itu sangat penting. Kami wajib membaca catatan sebelumnya.
Apa saja yang dicatat oleh atlet menembak?
Catatan latihan harian, ya. Selama latihan hari itu, apa saja yang terjadi, kena berapa, koreksinya apa saja. Masing-masing atlet punya catatan itu. Boleh ditulis di handphone atau di buku. Kalau saya di buku. Karena, menurut saya, menulis catatan itu enaknya di buku.
Kalau semua perlengkapan olahraga menembak mahal, bagaimana atlet bisa mendapatkannya?
Semua peralatan dan senapan ini inventaris PB Perbakin. Jadi jumlahnya terbatas. Misalnya hanya ada 10 pucuk senapan, ya, berarti cuma untuk 10 atlet. Kalau mau, modal sendiri. Tapi besar, kan. Kami cuma modal latihan. Jaket dan sepatu juga punya PB Perbakin.
Apa fungsi jaket untuk menembak? Kok harganya bisa mahal sekali sampai Rp 25 juta?
Kalau kami tidak pakai jaket, gerakan kami saat membidik sasaran itu kasar. Kalau pakai jaket, gerakan membidik kami lebih halus. Jaketnya kaku, terbuat dari kulit. Jadi (jaket itu) membuat gerakan kami lebih stabil.
Bagaimana tanggapan orang tua saat Anda dan adik terjun ke dunia menembak?
Selama itu positif, ya, lanjutkan saja, itu pesannya. Dan tekuni, jangan bikin kecewa dan onar. Jangan lupa minta dukungan orang tua.
Apa target jangka pendek Anda?
Saya ingin menyelesaikan skripsi saya. Tentu skripsinya tidak jauh-jauh dari olahraga menembak. Harapannya segera selesai.
Muhammad Sejahtera Dwi Putra
Apakah Anda masih suka sepak bola dan futsal?
Saya malah sering tanya-tanya ke teman-teman kapan ada acara futsal. Saya ikut, he-he-he. Karena puncak konsentrasi saya untuk Asian Games sudah terlewati. Kalau ada yang mengajak main, satu-dua kali masih bisa. Tetangga, teman, siapa saja yang mengajak, pasti saya mau, he-he-he.
Saya suka sepak bola dari kecil. Saya enggak pernah ikut sekolah sepak bola atau klub. Cuma sering ikut main di perlombaan sekolah. Biasanya bermain futsal di posisi bek. Kalau sepak bola lapangan besar jarang sekali.
Kapan Anda menikah dengan Fitri S. Irnandez? Bagaimana kenalannya?
Saya kenal dia sejak 2014. Dia kuliah juga di UNJ. Setelah itu, (kami) enggak pernah ketemu lagi sampai 2018 karena ada acara penghargaan di kampus. Lalu pada 2020 ketemu lagi, berkomunikasi soal kuliah juga. Setelah itu, sering kontak, sering main, akhirnya menikah. Kami menikah setelah PON 2021 Papua, tepatnya pada 15 Januari 2022. Anak kami saat ini satu. Bulan ini berumur 1 tahun.
Apa saran Anda untuk anak muda yang tertarik pada olahraga menembak?
Jadi seorang atlet menembak yang penuh kedisiplinan. Perlu kerja keras lagi. Kalau tulus latihan, pasti mendapat petunjuk untuk bisa berprestasi.
Apa target selanjutnya?
Januari besok ada perebutan kuota Olimpiade di Jakarta. Untuk kuota yang diperebutkan berapa banyak, saya enggak tahu. Tapi, untuk target Indonesia, kalau bisa di semua nomor ada. Sayangnya, nomor saya, running target 10 meter dan running target mixed 10 meter, tidak dipertandingkan di Olimpiade nanti. Terakhir kali (nomor itu) dilombakan dalam Olimpiade 2004. Setelah itu dicoret dan sampai sekarang belum dipertandingkan lagi.
Apa harapan Anda? Apakah Anda punya rencana pindah kelas lain yang dipertarungkan dalam Olimpiade nanti?
Harapan saya, semoga setelah Paris 2023 ada nomor running target lagi di Olimpiade. Saat ini saya belum tahu akan pindah kelas atau bagaimana. Tapi saya ingin berfokus menyelesaikan urusan kuliah dulu. Tapi target saya yang utama tetap sama, latihan keras untuk Olimpiade. Semoga saja ada kesempatan. Makanya saya akan terus berlatih buat jaga-jaga saja kalau tiba-tiba nanti ternyata ada.
Apa hobi Anda?
Masih seputar olahraga, seperti push-up, sit-up, renang juga suka. Buat hiburan fisik dan mental juga.
Bagaimana cerita kedekatan Anda dengan atlet lain?
Ya, sangat dekat ya karena sebagian besar waktu saya didedikasikan untuk bersama. Kami latihan selalu bersama seharian pada jam yang sama. Sering menginap juga di tempat latihan. Kadang menonton film bersama-sama.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo