Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Eng Hian: Olimpiade Jadi Tonggak Kebangkitan Ganda Putri

Eng Hian, pelatih ganda putri pelatnas, tak hanya cemerlang sebagai pemain bulu tangkis yang mengukir prestasi untuk Indonesia. Tangan dinginnya berhasil mengantar pasangan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu meraih medali emas dalam Olimpiade Tokyo 2020.

15 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Eng Hian berhasil membawa Greysia Polii dan Apriyani Rahayu meraih medali emas dalam Olimpiade Tokyo.

  • Ia berhasil mendorong Greysia dan Apriyani menjadi tim yang kompak meski usia mereka terpaut jauh.

  • Sebelum Olimpiade, Eng Hian menjadi juara dalam sejumlah turnamen.

Eng Hian, pelatih ganda putri pelatnas PBSI, tak hanya cemerlang sebagai pemain bulu tangkis yang mengukir prestasi untuk Indonesia. Peraih medali perunggu di nomor ganda putra Olimpiade Athena 2004 bersama Flandy Limpele ini juga berprestasi sebagai pelatih. Pengamatan jeli coach Didi—demikian Eng Hian kerap disapa—ini berbuah manis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tangan dinginnya berhasil mengantar pasangan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu meraih medali emas dalam Olimpiade Tokyo 2020. Tentu saja hal itu tidak mudah. Apalagi usia Greysia, 34 tahun, terpaut jauh dari Apriyani, 23 tahun. Mereka baru berpasangan pada 2017 setelah teman main Greysia sebelumnya, Nitya Krishinda Maheswarim, mengalami cedera.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Didi berhasil mendorong mereka menjadi tim yang kompak. "Yang saya tekankan kepada mereka adalah bagaimana berprestasi setinggi mungkin," kata Didi melalui pesan suara kepada Tempo, Sabtu, 14 Agustus 2021. Pasangan ini kemudian banyak meraih prestasi dalam berbagai turnamen. "Ini menimbulkan keyakinan lebih bahwa pasangan ini bisa dilanjutkan."

Didi menceritakan pengalaman menyandingkan Greysia dan Apriyani, berproses bersama, serta tantangan agar mereka berprestasi dalam turnamen internasional. Berikut ini petikannya.

Apa sebetulnya kekuatan duet Greysia Polii dan Apriyani Rahayu sehingga mantap dipasangkan?

Saat itu Greysia sedang mencari pasangan, mencoba beberapa pasangan tapi belum menemukan yang sesuai, yang  cocok. Ada pemain muda yang saya pikir punya potensi. Saya tidak berpikir secepat ini. Pada 2020 itu untuk bisa masuk Olimpiade. Yang saya pikir waktu itu adalah memaksimalkan potensi Apriyani dengan dibantu pengalaman Greysia.

Sambil berjalannya waktu, saya lihat dalam beberapa turnamen awal, Sudirman Cup, penampilan mereka cukup bagus. Lalu dilanjutkan dengan Thailand Open, kok, langsung juara? Ini menimbulkan keyakinan lebih bahwa pasangan ini bisa dilanjutkan.

Pelatih ganda putri Indonesia, Eng Hian bersama Greysia Polii/Apriyani Rahayu dalam Olimpiade Tokyo 2020, beberapa waktu lalu. Dok. PBSI

Susah-tidak menyatukan mereka yang secara usia dan pengalaman terpaut jauh?

Kalau dibilang susah, pasti ada. Ada kendala. Yang pasti, masalah komunikasi. Greysia dengan pemikiran dewasanya, Apriyani dengan pemikiran anak mudanya, itu yang kadang suka menimbulkan miskomunikasi dan pola pikir mereka untuk menyelesaikan masalah di lapangan maupun di luar lapangan.

Lalu, apa yang Anda lakukan agar mereka kompak?

Yang saya tekankan kepada mereka adalah bagaimana mereka akan berprestasi setinggi mungkin.

Siapa yang keras kepala di antara mereka?

Kalau untuk yang keras kepala, sudah ketahuan itu yang lebih muda. Yang senior awalnya yang harus memberikan pengertian. Tapi semakin ke sini, Apriyani makin mengerti bagaimana menghadapi seorang senior, bagaimana diajarkan bersikap profesional. Belajar banyaklah Apri dari Greysia.

Ketika di Olimpiade, apa yang Anda sampaikan kepada keduanya?

Tidak banyak. Saya beri mereka pengalaman, juga sharing pengalaman dari Greysia, apa yang harus dilakukan. Saya tidak berhitung lawan A atau B. Yang harus diperhitungkan adalah kemampuan mereka sendiri dulu. Tidak berpikir si A, B, C ini ranking 1, 2, dan 3. Ini kejauhan, malah akan memberikan beban kepada mereka.

Ketika mereka melewati babak demi babak hingga final, Anda sudah memperkirakan bakal menjadi juara?

Siapa yang berani memprediksi gelar juara? Kecuali pemain all Indonesia masuk final, itu bisa memprediksi juara. Kalau enggak si A, ya, si B. Tapi di lapangan itu berbeda dengan prediksi, apalagi di Olimpiade. Kesalahan dan beban sedikit bisa mempengaruhi banyak.

Mereka sempat tertinggal raihan angka, apa yang Anda sampaikan dari jauh?

Tentunya ada koreksi dari pelatih apa yang harus mereka lakukan. Tapi dari babak pertama sampai final, agak repot bagaimana mau evaluasi. Intinya begini, pasti, waktu tertinggal, apa yang harus dievaluasi, apa yang harus diubah, harus siap lakukan ini dan itu.

Deg-degan atau enggak ketika mereka hampir mendekati game point?

Sudah pasti, deg-degan itu normal. Kalau enggak deg-degan, ya, enggak normal. Kita yang mendampingi pemain, kita menyiapkan proses semuanya, itu bukan kayak bikin sesuatu yang instan. Kita siapkan bertahun-tahun. Dengan game point turnamen tertinggi ini, pasti deg-degan bagaimana caranya agar lawan tidak menyusul dan pertandingan berakhir dengan kemenangan.

Pelatih ganda putri Indonesia, Eng Hian menyambut Greysia Polii/Apriyani Rahayu usai memenangkan medali emas dalam Olimpiade Tokyo 2020 di Jepang, 2 Agustus 2021. REUTERS/Hamad I Mohammed

Dalam konferensi pers beberapa hari lalu, Anda bilang lebih deg-degan soal tes saliva Covid….

Tentu, berpikir menjaga kesehatan dulu. Pagi-pagi harus tes saliva dulu. Kalau hasilnya reaktif, bagaimana mau mikir bertanding. Memikirkan lawan demi lawan itu sudah tugas saya, itu sudah bukan sesuatu yang berat. Yang justru berat itu bagaimana harus lolos tes kesehatan dulu.

Apakah kemenangan Greysia-Apriyani akan menjadi beban mental agar ganda putri terus menjadi juara?

Tidak ada yang membebani. Ini sesuatu yang saya harapkan dari pemain ganda putri: jadi tonggak kebangkitan, bukan beban. Ayo, kakak-kakak kalian sudah membuka jalan. Tinggal kalian meneruskan. Bagaimana pemain ganda putri melihat kerja kerasnya Greys dan Apri dalam mempersiapkan hari demi hari. Paling tidak, mereka bisa melihat, saksi untuk melanjutkan tradisi

Sebelum atau sesaat ketika pertandingan, apa yang biasanya Anda lakukan untuk menenangkan diri dan para atlet?

Berserah diri. Berserah diri itu yang memberikan ketenangan. Apa pun hasilnya, kita serahkan kepada Tuhan. Yang penting kita sudah berusaha semaksimal mungkin. Hasil kita serahkan kepada Tuhan. Itu yang bikin kita tenang. Apa pun yang terjadi.

Saat di Tokyo kemarin, apa saja kegiatan santai bersama para atlet?

Kegiatan santai kemarin di kampung atlet, karena kondisi pandemi, mau ke luar keliling juga takut. Ya, paling banyak di kamar, menikmati waktu telepon bersama keluarga. Kalau ada waktu, ya, kita kumpul di flat, kita nyanyi bersama-sama. Lebih banyak istirahat dan tidak banyak kontak dengan orang karena kita harus menjaga kesehatan.

Pelatih ganda putri Indonesia, Eng Hian bersama Greysia Polii/Apriyani Rahayu dalam Olimpiade Tokyo 2020 di Jepang, 29 Juli 2021. REUTERS/Leonhard Foeger

Apakah sudah menyiapkan pasangan untuk Apriyani jika Greysia nanti memutuskan gantung raket?

Menyiapkan dan mencari pasangan itu tidak mudah. Pelatih menyiapkan pasangan, itu sudah pasti. Proses ini berjalan bertahun-tahun, siapa yang bisa mendampingi Apri untuk next step-nya. Tidak seperti bikin nasi goreng atau mi instan. Proses itu akan saya kawal dan saya perhatikan untuk pengganti Greys.

Sedikit ke belakang, apa yang membuat Anda tertarik di bulu tangkis dan menjadi pelatih?

Karier saya, hidup saya, ada di bulu tangkis. Saya tertarik kepelatihan karena ini dunia saya. Kembali ke pekerjaan, paling nikmat orang kerja di bidangnya, hobinya. Bisa menikmati dari waktu ke waktu, menikmati proses, dan menikmati bagaimana proses itu berhasil. Kita bisa membuat pemain kita juara, mengubah nasib mereka jadi lebih bagus, itu sesuatu yang luar biasa buat saya.

Apa tantangan paling besar yang Anda hadapi selama menjadi pelatih?

Pertama, tantangan saya itu penilaian kinerja saya. Dari mana menilainya? Kalau dari per turnamen hasil per turnamen, kita lihat kapasitas ganda putri itu saya rasa cukup berat. Tapi secara global, secara jangka panjang, kita lihat ganda putri yang selama ini dibilang 8-10 tahun lalu tidak ada harapan, cuma jadi pelengkap pelatnas. Dari 2014 bisa membuat sejarah lagi, bisa juara Asian Games, terus menjadi juara Indonesia Master dan kejuaraan lainnya. Kalau dibilang tantangan, itu semua tantangan. Kalau tidak ada tantangan, itu bukan hidup. Yang paling berkesan, ya, multievent ini, dari Asian Games, SEA Games, hingga masuk Olimpiade.

Anda pernah menyampaikan bahwa susah mencari pemain ganda putri dengan mental juara. Nah, bagaimana menggembleng mereka?

Kita pakai sistem yang mungkin agak sedikit keras. Biasanya saya pakai jangka waktu dua tahun. Bukan per turnamen acuan evaluasi saya. Dalam dua tahun, apa yang akan kamu capai? Kalau tidak bisa tercapai, ya, coba evaluasi. Kalau tidak bisa ditingkatkan, ya, kita degradasi. Jadi, itu sistem yang kita pakai supaya atlet mau berpacu, mau bersaing, mau mencapai prestasi, mencapai target. Bukan target dari saya, melainkan dari mereka. (Kalau mereka bilang) saya dua tahun ini pengin target ini, ya, ayo kita kerja keras. Kasih mereka kesempatan, kasih program yang terbaik, bagaimana agar anak-anak mencapai target prestasi.

Jumat lalu, Anda diundang Presiden Joko Widodo ke Istana. Dijamu apa?

Ya, jamuannya snack, kopi Istana, jamuan seperti biasa.

Terus, ada rencana apa untuk menggunakan bonus nanti?

Untuk bonus, ya, pasti ditabung buat persiapan anak sekolah. Biaya anak sekolah kan sekarang tinggi. Tapi yang pasti bonus itu kan harus dibagi ke asisten pelatih, bukan berarti semua ditelan sama pelatih kepala.

Kalau lagi libur dan senggang, apa kegiatan Anda?

Paling kumpul-kumpul keluarga, keluarga inti keluarga besar, karena biasanya waktu habis untuk kegiatan di lapangan. Pergi bersama, makan-makan, kadang pergi mancing. Itu saja, sih, yang buat saya rileks. Lebih tenang untuk menjalankan tugas selanjutnya.


Dok. PBSI

Biodata

Nama: Eng Hian

Lahir: Surakarta, 17 Mei 1977

Aktif bermain: 1997-2006

Pelatih:

  • 2021 - (Greysia Polii/Apriyani Rahayu) Medali emas Olimpiade Tokyo 2020
  • 2020 - (Greysia Polii/Apriyani Rahayu) Juara Indonesia Master 2020
  • 2019 - (Greysia Polii/Apriyani Rahayu) Medali emas SEA Games
  • 2019 - (Greysia Polii/Apriyani Rahayu ) Juara Ganda Putri Thailand Open
  • 2018 - (Greysia Polii/Apriyani Rahayu) India Open 2018
  • 2017 - (Greysia Polii/Nitya Krsihinda Maheswari) French Open 2017
  • 2014 - (Greysia Polii/Apriyani Rahayu) Medali emas Asian Games 2014

Prestasi:

- Medali perunggu Olimpiade Athena 2004 (bersama Flandy Limpele)

- Medali emas beregu putra SEA Games 1999

- Juara Korea Open 1999

- Denmark Open 2000

- Malaysia Open 2000

- Singapore Open 2002

- Swiss Open, Japan Open, German Open 2003 (bersama Flandy Limpele)

- Juara New Zealand Open, Dutch Open 2006 (bersama Rian Sukmawan)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus