Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

wawancara

Laysa Latifah, Membidik Prestasi Berikutnya

Sukses meraih gelar juara di Asia, Laysa membidik target berikutnya, yakni PON pertama dan turnamen internasional.

21 Januari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pecatur belia Indonesia, Laysa Latifah, sukses menjuarai Asian Youth Chess Championship 2023.

  • Kini atlet 18 tahun itu membidik PON dan turnamen internasional dalam waktu dekat.

  • Laysa jatuh cinta pada catur sejak sebelum duduk di bangku taman kanak-kanak.

Belasan anak tampak begitu fokus memandang meja yang berbaris rapi di tengah ruangan kelas berukuran sekitar 5 x 10 meter di lantai tiga Sekolah Catur Utut Adianto Pusat, Kota Bekasi, Jumat, 19 Januari lalu. Mata mereka tertuju pada papan catur yang tertempel di setiap meja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di samping bidak catur yang berserak, terdapat lembaran kertas berisi catatan berupa angka dan huruf tercampur. Itulah catatan analisis permainan catur yang mereka dapat dari sang pelatih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari barisan itu, ada Laysa Latifah, perempuan 18 tahun yang pada Desember lalu sukses menjuarai turnamen catur junior Asia, Asian Youth Chess Championships 2023, yang dihelat di Uni Emirat Arab. Laysa menang di kelas standar G-18 atau kategori putri di bawah usia 18 tahun. 

Saat itu Laysa dan kawan-kawan memang sedang mendapat arahan dari pelatih berupa persoalan dalam sebuah skema permainan catur. "Seperti puzzle, jadi kami harus tahu langkah-langkahnya dari awal sampai akhir," kata Laysa kepada Indra Wijaya dari Tempo.

Atas kemenangan dalam Asian Youth Chess Championships pada Desember lalu, Laysa kini berhak menyandang gelar bergengsi woman international master (WIM). Bagi Laysa, kemenangan dan gelar ini menjadi kado teramat manis di hari ulang tahunnya yang jatuh pada 11 Januari lalu. 

"Bersyukur akhirnya dapat gelar ini juga," ujar mahasiswa semester kedua Prodi Manajemen Universitas Negeri Jakarta itu sembari tersenyum.

Laysa bercerita tentang perjalanan turnamen di Abu Dhabi lalu. Perlahan ia mengalahkan pemain-pemain unggulan. Ia juga bercerita tentang perkenalannya dengan catur sejak sebelum sekolah di taman kanak-kanak. Berikut ini wawancara dengan Laysa Latifah.


Bagaimana persiapan Anda sebelum berangkat ke kejuaraan Asia?

Ya, latihan-latihan biasa, mencoba melihat cara pembukaan permainan lawan. Lalu sampai di Uni Emirat Arab, saya tinggal mematangkan persiapan karena pelatih sudah membekali saya beberapa strategi. Saya tinggal hafalkan. Kalau latihan di pelatnas, sudah lama sebenarnya. Tapi kuncinya tekun saat berlatih sendiri. 

Bagaimana jalannya pertandingan saat itu? 

Pertama, lawan yang susah adalah Bhagyashree Patil. Sebelumnya, ada turnamen nomor catur kilat. Dia juara pertama, sementara saya juara kedua. Dia jadi salah satu unggulan pertama di nomor standar. 

Saat melawan Bhagyashree, saya enggak bermain seperti biasa. Saya pakai pembukaan baru karena dia bermain agak tertutup. Tapi untungnya dia melakukan kesalahan dan membuka celah sedikit. Akhirnya dia salah-salah sendiri sebelum saya bisa menang perwira. 

Lalu? 

Lanjut ke pertandingan kedua melawan unggulan lain dari India, namanya G. Tejaswini. Di catur kilat, saya pernah bertemu dengan dia, tapi kalah. Untungnya, di catur standar, saya sudah persiapan matang, jadi bisa saya atasi. Dia bermain agresif, suka buang-buang dan menyerang raja lawan. Dia berusaha mendobrak pertahanan raja saya. Ternyata enggak bisa dan saya menang dua poin sampai dia enggak bisa apa-apa lagi. 

Lalu saya bertanding yang ketiga melawan unggulan lain dari Vietnam, Luong Hoang Tu Linh. Sebenarnya pernah bermain juga dalam Asian Youth Chess Championships 2022 di Bali. Saat di Bali itu, saya kalah oleh dia. Tapi alhamdulillah, saat di UEA, saya bisa menang.

Saat bertanding itu, sebenarnya saya bermain di luar persiapan. Jadi sengaja saya belokkan permainannya. Dia tampak bingung sampai berpikir agak lama dan memang kesulitan mendobrak. Sayap raja milik dia enggak bisa diapa-apain lagi. Akhirnya saya dobrak sayap menteri sampai terbuka dan kalah. 

Pecatur Indonesia, Laysa Latifah saat melawan pecatur India, Tejaswini G dalam Asian Youth Chess Championship di Al Ain, Uni Emirat Arab, 17 Desember 2023. DOK. AYCC 2023

Lalu bagaimana pertandingan dalam laga penentuan? 

Di babak kedelapan penentuan juara, saat itu saya melawan wakil Iran, Ghomi Parnian. Dia unggulan dan saya belum pernah bertemu dengan dia. Jadi, saat melawan dia, saya lebih bermain aman saja karena posisi saya memimpin. Di situ saya susun dulu pertahanan. Kalau sudah betul, aman, barulah menyerang.

Dia beberapa kali menyerang sampai beberapa kali perpetual check (sekak abadi adalah keadaan dalam permainan catur saat kedua pihak masih bisa menjalankan bidak masing-masing, tapi tidak berhasil mengalahkan bidak raja lawan). Tapi dia enggak mau karena mungkin maunya mengalahkan saya. Tapi dia mundur-mundur doang sampai akhirnya saya serang. Alhamdulillah menang. Jadi saya sudah dapat gelar juara di babak kedelapan itu. 

Di partai terakhir melawan wakil Vietnam juga, Nguyen Thien Ngan, saya kalah tapi enggak berpengaruh lagi karena sudah berhasil jadi juara di pertandingan sebelumnya. Hasilnya enggak memuaskan. Tapi enggak apa-apa, yang penting sudah jadi juara. 

Siapa lawan terberat Anda?

Bisa dibilang lawan dari Vietnam itu, Luong Hoang Tu Linh. Soalnya, pembukaan permainan dia banyak variasi. Saat melawan dia, enggak bisa diprediksi bakal seperti apa. Banyak variasi, tapi ternyata yang dimainkan itu berbeda dengan apa yang saya siapkan. Tapi, karena saya tahu dia banyak persiapan saat bermain, saya belok-belokkan juga. He-he-he. 

Bagaimana perasaan Anda setelah mendapat gelar juara dan gelar WIM?

Pastinya senang dan bersyukur banget karena sudah lama saya ingin mendapatkan gelar WIM. Saya sudah lama main catur, tapi belum pernah dapat gelar internasional. Sebelumnya, saya pernah mencoba juga dalam turnamen di Cina, tapi hasilnya kurang memuaskan. Alhamdulillah, dalam Asian Youth Chess Championships 2023 di UEA lalu, saya bisa mendapatkan gelar ini.

Berapa atlet yang berangkat ke UEA untuk ikut Asian Youth Chess Championships?

Banyak, 10 atlet kalau tidak salah. Jadi ada dua kelompok, ya. Ada yang dari pelatnas sebanyak enam atlet dan sisanya di luar pelatnas. Untuk persiapan dari pelatnas, sepertinya sama saja, ya. Cuma ada tambahan persiapan individu. Lalu untuk empat orang di luar pelatnas, saya kurang tahu bagaimana persiapannya, tapi sudah pasti matang karena ini kompetisi internasional.

Apa bedanya latihan di pelatnas dan individu?

Sebenarnya di pelatnas lebih terarah karena ada pelatihnya. Sedangkan latihan sendiri lebih banyak mengulas ulang materi sebelumnya. Ya, diulik balik saja apa yang sudah saya mainkan. 

Sejak kapan Anda bermain catur?

Saya sudah kenal catur sejak kecil. Pertama kali mungkin sebelum masuk taman kanak-kanak, ya. Orang tua saya yang mengenalkan catur. Tapi saya mulai berfokus latihan catur sejak sekolah dasar kelas II atau III. Jadi ikut O2SN (Olimpiade Olahraga Siswa Nasional), lalu ikut kejuaraan nasional.

Seperti apa gaya bermain Anda? 

Pelatih bilang saya lebih bagus bermain agresif. Tapi ada pelatih lain yang bilang saya baiknya main posisional. Jadi kayaknya saya sukanya agak agresif, tapi tetap main aman.

Jadi, kalau lawan tertutup, otomatis saya bermain agak agresif. Kalau lawan agresif, tentu saya akan bertahan, tapi enggak tertutup banget karena saya tetap ingin sembari menyerang. 

Apa menariknya catur menurut Anda? Apakah sekadar paksaan orang tua?

Awalnya memang tertarik, lalu beruntung dapat dukungan dari orang tua, jadi lanjut terus. 

Pecatur Indonesia, Laysa Latifah berpose di Sekolah Catur Utut Adianto, Bekasi, Jawa Barat, 19 Januari 2024. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W

Bagaimana selama ini Anda membagi waktu sekolah, bermain, dan latihan catur?

Jujur, saat SD, saya jarang main. He-he-he. Kalau waktu SD, jam 12 siang sudah pulang, jadi masih banyak waktu yang bisa dibagi-bagi untuk belajar dan segala macam. Lalu saat SMP, saya masih mudah membagi waktu karena masih jarang main. Maklum, anak rumahan. He-he-he.

Nah, pas SMA mungkin lebih susah karena memang pelajaran dan jam belajarnya lebih banyak. Apalagi kelas XII itu pulang petang, jadi sudah kecapekan duluan. 

Belum lagi persiapan ujian semester, lalu SNBP (Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi) dan SNBT (Seleksi Nasional Berdasarkan Tes). Beruntung enggak sampai berhenti dulu latihan catur. Cuma dikurangi latihannya. 

Lalu bagaimana latihan Anda ketika kuliah saat ini?

Pas kuliah, terkadang Senin, Selasa, dan Rabu sampai sore dan tergantung jadwal dosen. Nah, biasanya minta keringanan di sini (Sekolah Catur Utut Adianto), jadi telat sedikit. Sebab, kalau di sini, harus ikut latihan setiap hari pukul 13.00-18.00 WIB.

Ketika Anda mengikuti turnamen, pasti banyak waktu yang tersita hingga harus izin tidak masuk sekolah atau kuliah. Bagaimana cara Anda mengatasi itu?

Ketika SD dan SMP sih, sekolah masih memberikan kelonggaran, ya. Tapi, pas SMA, ada beberapa masalah karena sekolah terkadang enggak bisa memberi izin karena sudah terlalu sering izin. Saat saya kelas XII, ada kejurnas yang ingin saya ikuti, tapi sekolah tidak memberi izin. Kebetulan saat itu ada ujian semester. Karena khawatir, gurunya enggak memberikan kelonggaran. Lalu kalau di bangku kuliah, enggak ada masalah, justru didukung. 

Apakah Anda pernah merasa jenuh latihan?

Pasti jenuh. Pasti pernah mengalami ini. Kalau sudah begitu, ya, saya rehat dulu. Selama beberapa hari, mungkin saya enggak pegang catur. Nanti ada kalanya kangen lagi main catur. Baru deh main catur lagi. 

Apakah Anda pernah mendapat keluhan dari teman atau keluarga karena waktunya habis untuk latihan catur?

Enggak juga, sih. He-he-he. Beruntung teman-teman saya sudah mengerti kalau latihan ini kewajiban saya. Seperti kerjalah. Tapi Sabtu dan Ahad libur latihan, jadi saya bisa healing, pergi sama teman-teman. Bisa jalan-jalan ke mal, makan, dan lainnya. Kalau keluarga, enggak protes juga. 

Kakak Anda, Ummi Fisabilillah (WIM, 23 tahun), juga atlet catur berprestasi. Apakah ada dorongan dari kakak selama ini? 

Kalau dari kakak, jelas sangat mendukung saya. Dia sering memberikan semangat serta motivasi biar enggak takut dan lain-lain. Jujur, kami malah jarang latihan bareng, tapi kami sering me-review pembukaan permainan. Misalnya, lawan bermain dengan pembukaan seperti ini, jadi kami sama-sama tahu dan kasih saran satu sama lain. Jadi lebih ke dukungan nonteknis. Jadi seperti persiapan menjelang pertandingan biar enggak gugup. 

Apakah orang tua memang ingin kalian jadi atlet catur?

Kalau orang tua, penginnya pendidikan dan catur jalan sama-sama, seimbang. Jadi dua-duanya enggak bisa ditinggalkan. Mereka inginnya saya bisa mengatur waktu lebih baik biar enggak ada yang tertinggal. 

Apa target Anda tahun ini? 

Saya ingin bisa dapat emas dalam PON karena ini pertama kali saya ikut. Saya masuk di nomor beregu. Saya kebagian di papan satu, di mana lawannya pasti unggulan dan senior yang tentu sudah pernah ikut PON. Jadi mungkin, menurut saya, akan sangat mengesankan jika saya bisa mendapatkan medali emas nanti. 

Anda mewakili kontingen mana?

Saya mewakili DKI Jakarta. Saya sebenarnya tinggal di Bekasi, tapi saya sudah jadi atlet DKI sejak kecil. Kakak saya pun di kontingen DKI Jakarta. Kakak saya nanti juga ikut PON. Bedanya, dia di kelas perorangan, sementara saya beregu. 

Bagaimana persiapan Anda untuk mengikuti PON?

Sebenarnya dari sekarang sudah bersiap. Saya sudah siapkan latihan pembukaan karena sebenarnya saya sudah tahu siapa saja lawan saya nanti. 

Siapa lawan yang Anda waspadai nanti?

Senior saya pastinya, ada Kak Medina Warda Aulia (woman grandmaster), Kak Shanti Nur Abidah (WIM) yang mewakili Jawa Tengah, dan ada juga dari Jawa Timur. Itu sih menurut saya. Saya optimistis bisa menang melawan mereka. He-he-he. 

Apakah ada target lain, misalnya turnamen internasional?

Kalau saya diberi kesempatan untuk bermain di luar negeri lagi, saya ingin sekali bisa mendapatkan gelar woman grandmaster. Ingin naik saja gelarnya.

Bagaimana cara Anda dan atlet muda lain dikirim ke luar negeri untuk mengikuti turnamen internasional?

Bisa dipilih oleh pelatnas dan bisa juga berangkat sendiri. Kalau jalur pelatnas, biasanya harus ada prestasi dulu. Enggak mungkin diberangkatkan ke turnamen internasional tanpa prestasi sebelumnya. Kalau saya, belum ada turnamen internasional yang saya bidik selanjutnya. Dari pelatnas belum ada arahan turnamen berikutnya. Tapi pelatnas berjanji pasti akan diberangkatkan lagi, tapi terkadang turnamennya ada yang belum diketahui. Jadi masih mencari-cari turnamen yang sesuai. 

Bagaimana cara Anda mengatur mental juara saat bertanding? 

Intinya, pantang menyerah saja. Kalau kalah, jangan jatuh. Lalu harus bisa atur suasana hati. Saat sedang jenuh, misalnya, harus cepat-cepat cari penyegaran. Kalau saya, lebih suka menyendiri untuk atur suasana hati. Kebetulan saya orangnya keras. Didikan orang tua saya keras, jadi mungkin dari kecil mental saya sudah kuat. He-he-he. 

Seperti apa didikan orang tua Anda dan bagaimana pula cara mereka meminta Anda rutin latihan sejak kecil?

Jadi latihan catur harus dari jam sekian sampai jam sekian. Kalau enggak, ya, bakal diomelin. Seperti itu saja. Jadi benar-benar tidak ada kompromi soal latihan. Mereka memang ingin saya jadi atlet catur. 

Orang tua Anda pencinta catur atau bagaimana?

Ayah saya justru atlet taekwondo dulu. Cuma, memang beliau suka catur sebenarnya. Tapi kakek-nenek saya waktu itu tidak membolehkan ayah saya berfokus ke catur. Malah jadi atlet taekwondo. He-he-he. Kalau ibu saya, enggak yang suka banget catur. Ibu saya hanya ibu rumah tangga biasa. Meski begitu, ibu saya lebih mendukung saya berfokus ke catur. 

Seperti apa tip Anda untuk atlet catur belia lain?

Tetap fokus latihan. Kalau baru masuk ke dunia catur, jangan pernah takut. Harus bisa melatih mental juga agar kuat dan stabil. 

Bagaimana persaingan catur junior di Indonesia? 

Persaingannya lumayan, ya. Pasti pemain catur enggak ada yang pernah bisa memprediksi bagaimana jalannya pertandingan. Begitu pula dengan persaingannya. Bisa jadi yang dianggap unggulan itu dikalahkan oleh yang bukan unggulan. Sebab, bisa saja pemain unggulan itu oleng saat bertanding hingga dikalahkan lawan. Jadi kadang-kadang terpeleset itu bisa bikin pemain lain lebih baik dari kita. 

Apa saja hobi Anda selain catur?

Saya suka menggambar sketsa dan merakit Lego. Kalau menggambar sketsa, ya, biasa pakai kertas dan pensil. Obyek yang digambar berbentuk potret begitu. Saya suka sketsa sejak SMP. Saya bikin sketsa atau menggambar itu ketika sedang bingung mau apa. Jadi, ya, menggambar atau sektsa saja. 

Kalau Lego, biasanya kadang-kadang saat lagi ke mal ketemu yang lucu, baru beli. Jadi enggak rutin beli. He-he-he. Sebenarnya hobi ini baru saya kenal. Mungkin November lalu. 

Hobi Anda selalu membutuhkan pikiran dan fokus lebih banyak, ya?

Ha-ha-ha. Ya, asyik saja bermain Lego. Benar kata orang bahwa ini bikin pusing dan rumit. Tapi, kalau sudah jadi, ya, sangat puas. Kalau koleksi Lego, ada beberapa, seperti Lego catur. Catur lagi jadinya. Ha-ha-ha. Tapi, jujur, itu yang pertama saya beli, model catur. Lalu ada seri Harry Potter dan lain-lain. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus